Catatan Kecil Buat (yang masih) Anti Politik 1#

Agama (Islam) nggak bisa diceraikan dari politik (baca: negara). Itu sebabnya, Imam al-Ghazali berkata: “Karena itu, dikatakanlah bahwa agama dan kekuasaan adalah dua saudara kembar. Dikatakan pula bahwa agama adalah pondasi (asas) dan kekuasaan adalah penjaganya. Segala sesuatu yang tidak berpondasi niscaya akan roboh dan segala sesuatu yang yang tidak berpenjaga niscaya akan hilang lenyap.” (dalam kitabnya al-Iqtishad fil I'tiqad hlm. 199)

P
olitik yang kita maksud disini adalah bukan sekedar pembicaraan seputar ‘perebutan kekuasaan’, seperti layaknya sekarang yang dilakuin para politisi maupun parpol. Tapi politik ini adalah ri’ayah syu-unil ummah, alias pelayanan urusan umat

Para ulama (ahli fikih Islam) dulu, pernah ngebahas hal ini, cuman sekarang pembahasan ini ditinggalkan, hilang, atau emang sengaja nggak dibahas di sekolah-sekolah kamu. Sehingga wajar binti lumrah aja kalo kamu (sebagai seorang muslim) ngerasa agak sedikit aneh ketika dikatakan Islam dan politik nggak bisa dipisahkan.
Fiqih Islam karya Sulaiman Rasyid memuat bab Al Khilafah setelah pembahasan bab Toharoh, bab Sholat, bab Jenazah, bab Zakat, bab Puasa, bab Haji dan Umrah, bab Muamalat, bab pembagian Harta Pusaka (Faraidl), bab Nikah, bab sanksi hukum pidana (Jinayat dan Hudud), bab Peperangan (jihad), bab Makanan dan Sembelihan, dan bab Pengadilan.

Kitab Fiqh yang lebih besar seperti Al Umm karya Imam As Syafii r.a, membahas secara rinci tentang berbagai fiqh muamalat, jinayat, jihad, penaklukan dan perdamaian, jizyah, penanganan kafir dzimmi disamping uraian berbagai bidang syariat Islam lainnya.

Syaikh Taqiyuddin An Nabhani, mujtahid abad 20, menulis secara lebih rinci dan sistematis yang memberikan gambaran pengaturan Islam dalam politik di berbagai kitab karangannya, seperti Nizhamul Hukm fil Islam (Sistem Pemerintahan Islam), Nizhamul Iqtishodi fil Islam (Sistem Ekonomi Islam), An Nizham al Ijtima’I fil Islam (Sistem Sosial/Pergaulan Pria Wanita dalam Islam), Muqaddimah Dustur (Pengantar Konstitusi). 

Istilah-istilah diatas atau para ulama-ulamanya kurang bersahabat di pendengaran kamu, tapi satu hal yang nggak bisa kita pungkiri kalo pembicaraan tentang politik (kenegaraan) sampe dengan bentuk pemerintahannya kayak apa, udah dibicarakan oleh para ulama sejak jaman baheula.

Mereka menjauhi politik karena dianggap politik itu kotor, sementara Islam itu suci, sehingga mereka khawatir kalo Islam digandeng dengan politik, maka bisa jadi Islam ikut ‘kotor’. Padahal yang udah kita sebutkan tadi itu ulama yang insya Allah ikhlas, yang bisa dibilang mereka itu lebih ngerti soal agama dibanding kita yang bukan ulama.

Persoalannya pada masalah ‘pembiasaan’ aja. Yup, karena remaja dan orang-orang di sekitar kita ‘kurang biasa’ mendengar istilah Islam politik, politik Islam, tapi mereka ‘lebih biasa’ hidup di alam sekular, maka akhirnya mereka menjauh dari pembahasan politik. Kalo boleh berandai-andai, seandainya pembahasan politik (yang benar) ini secara simultan dilakukan, di sekolah, di majelis taklim, di khotbah, de es te, maka masyarakat akan terbiasa karenanya.

Kita buktiin secara realitas gimana sebenarnya Islam atau kaum muslimin nggak bisa lepas dari politik. Kita ambil satu realitas aja dulu. Coba perhatiin ketika nggak sedikit orang yang mau ngebahas politik, tapi pada saat bersamaan banyak orang terjun di dunia politik, ini pertama. Kedua, realitanya kita hidup di sebuah negeri, yang udah pasti negeri yang kita huni ini, mengaturnya dengan sistem politik. Ketiga, kalo kita didholimi oleh penguasa atau pemegang kebijakan sebuah negeri, maka apa kita diam aja? Apa kita membiarkan mereka senantiasa menganiaya kita? Nggak khan? Nah, ketika kita mengkoreksi, menyerukan amar makruf, nahyi munkar, agar penguasa lebih peduli kepada rakyat, itu adalah masalah politik. Dan muasih buanyak realitas laen yang nggak bisa kita pungkiri, kalo kita diatur dengan sistem politik. Lalu dari sisi mana kita akan mengelak dari politik? 

Ketika menjelang pemilu, biasanya pemerintah dengan perangkatnya akan menerapkan mekanisme biar rakyat menggunakan hak pilihnya. Tapi di sisi lain, diliat dari sisi rakyat, mereka ternyata (sebagian) punya “sikap politik” untuk tidak memilih alias golput alias golongan putih. Nah, dari sini aja udah kebukti, baik yang dulunya mereka anti politik atau nggak ngerti politik, tapi akhirnya toh kudu berurusan dengan politik. Terbukti khan kalo politik emang nggak bisa dipisahkan dari kehidupan. [LBR]

1 komentar

Leave a Reply

Hak Cipta Hanya Milik Allah lukyrouf.blogspot.com Dianjurkan untuk disebarkan Designed by lukyRouf