HIV-AIDS udah
fenomenal banget di seantero jagad. Bahkan nggak tanggung-tanggung badan dunia
PBB menetapkan tanggal 1 Desember sebagai hari AIDS se-Dunia, ya mungkin
sebagai bentuk keprihatinan kali ya?
Dan kita memang patut prihatin terhadap maraknya penyakit yang belum
ketemu obatnya ini. Sebab di negerinya si unyil ini aja, kasus HIV-AIDS nggak
kalah mengerikan. Menurut laporan Triwulan per 30 Juni
2010, Kementrian Kesehatan menunjukkan telah terjadi 21.770 kasus HIV-AIDS,
dengan 4.128 orang meninggal. Mungkin bisa jadi jumlah 21.770 itu jumlah yang
dikit kalo dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang 230 juta, berarti
hanya 9,4 per 100.000 penduduk terkena HIV-AIDS. Tapi sob, jangan diliat
datanya yang cuman segitu, sebab (1) bisa jadi ada jumlah yang nggak dilaporkan
atau terdeteksi di lapangan; (2) coba kalo diperhatikan trend angkanya tiap
tahun naik, sehingga ibaratnya seperti bola salju yang kian kesini, kian
membesar aja, dan siap-siap aja yang diem-diem bisa terlibas… hiiiii
naudzubillah min dzalik.
Meluruskan
benang kusut
Btw, dari tadi ngobrol HIV-AIDS, udah pada tahu belum dengan yang
namanya HIV-AIDS? Kalo belum tau, coba kita kasih paparan singkat. HIV merupakan singkatan dari ’human immunodeficiency
virus’. HIV merupakan retrovirus yang menjangkiti sel-sel sistem
kekebalan tubuh manusia (terutama CD4 positive T-sel dan macrophages–
komponen-komponen utama sistem kekebalan sel), dan menghancurkan atau
mengganggu fungsinya. AIDS adalah singkatan dari ‘acquired immunodeficiency
syndrome’ dan menggambarkan berbagai gejala dan infeksi yang terkait
dengan menurunnya sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV telah ditahbiskan sebagai
penyebab AIDS. Intinya AIDS adalah jenis penyakit menular yang mematikan, dan belum
ada obatnya.
Oiya Sob, kayaknya disini kita perlu luruskan persepsi seputar
HIV-AIDS, biar kita bisa menyikapi dengan bijak, nggak terjebak dengan opini
dan bisa mengambil ibroh/pelajaran berharga darinya. Pertama: soal penyakit
HIV-AIDS itu sendiri; Kedua: soal ODHA; Ketiga: soal safe sex yang katanya
sebagai solusi.
Pertama: penyakit atau sakit, dilihat dari segi datangnya sakit bisa
dikategorikan jadi 2. Ada sakit/penyakit yang bisa karena ulah kita sendiri,
misalnya karena kita jorok, atau salah makan, trus akhirnya kita sakit perut
atau diare, dan seterusnya. Ada juga penyakit/sakit yang datang sendiri, mungkin
sebagai bentuk ujian kesabaran, kalo yang ini banyak contohnya, nggak usah
disebutin udah pada tahu. Nah, kalo soal AIDS dari segi datangnya penyakit,
emang itu penyakit datang dari Allah. Tapi kalo melihat dari segi penularannya,
ini yang jadi bahan pikiran kita. Sebab AIDS atau virus HIV, menurut beberapa
penelitian dan data yang ada, penyakit ini penularan yang paling efektif adalah
hubungan seks (heteroseksual maupun homoseksual), jarum suntik atau transfusi
darah, dan sejenisnya. Sehingga predikat “baik-buruk” atau “terpuji-tercela”
nggak bisa secara otomatis ditempelkan begitu aja kepada mereka yang terkena
AIDS atau penyakit itu sendiri. Kalo AIDS itu membawa bencana itu iya, tapi
kalo yang terkena AIDS, tertular AIDS itu kudu dibedakan. Karena bisa jadi
orang yang sehat bisa terkena AIDS karena gara-gara salah pake jarum suntik,
atawa transfusi darah tadi. Yang memang pantas dapat cap “buruk”, “tercela”
adalah mereka para pelaku, mulai dari para WTS, lelaki hidung belang, germo,
dan seterusnya. Bagi mereka nggak ada alasan memberi cap “baik” dan “terpuji”
hanya karena alasan mereka sedang mencari uang dan kesenangan. Apalagi ngasih
label yang bias “pekerja seks”, seakan-akan mereka emang murni pekerja,
sehingga boleh-boleh aja, nggak dosa dan haram. Hemmm.. payah.
Kedua: seringkali ODHA (orang dengan HIV-AIDS) dijadiin “tameng”
oleh mereka yang katanya pejuang HIV-AIDS. Mereka justru menjadikan ODHA
sebagai “alat” untuk mengkampanyekan seks bebas. Kalo memang ODHA itu tahu
bahwa dirinya terinsfeksi virus dan masih aktif menularkan penyakit tersebut,
maka ODHA semacam itu nggak ada ampun bagi dia. Sementara kalo ada ODHA yang
nggak tahu apa-apa, misalnya bayi yang tertular dari ortunya, maka bagi bayi
semacam itu kita perlu mengasihani. Ya, sebagai orang yang terkena musibah,
kita tetap prihatin dan care terhadap mereka. Tapi “memanfaatkan” ODHA untuk
tetap melegalkan seks bebas, ini yang nggak bener.
Ketiga: upaya dari mereka yang katanya pejuang HIV-AIDS, mempromokan
yang namanya “safe-sex” alias seks aman. Cara yang paling sering mereka lakukan
adalah dengan kondomisasi, baik itu ngasih kondom gratis, atau adanya ATM
Kondom. Kondom adalah sejenis alat kontrasepsi atau semacam “bendungan” yang
dipergunakan oleh suami-isteri yang tidak menginginkan anak atau alias nggak
mau hamil. Jadi kalo menelusur dari pembahasan pertama tadi, bahwa “pekerja
seks” itu adalah pekerjaan yang haram, trus menjadi lelaki hidung belang alias
selingkuh itu adalah perbuatan tercela, maka perbuatan melindungi mereka dengan
dalih “safe seks” itu juga perbuatan yang kurang ajar. Sama aja ada maling,
dilindungi dan dibilang ini bukan maling, trus difasilitasi, khan parah tuh?
Makanya Sob, buat kamu yang selama ini kemakan opini yang
dibikin-bikin itu, segera sadar dan bangkit membela atau memperjuangkan solusi
yang benar dan tuntas penyakit HIV-AIDS. Jangan latah dan atau malah menjadi
pejuang pembela yang keliru. Catet ya !
Menuntaskan
Secara Sistemik
Islam sebagai agama terakhir yang membawa rahmat seluruh alam, tentu
saja bisa menyelesaikan setiap persoalan, termasuk persoalan di masa kini
berupa HIV-AIDS. Seperti tadi udah diungkap bahwa AIDS itu termasuk jenis “penyakit
kelamin”, sehingga sangat mungkin terjadi penularan kalau ada interaksi antar
manusia. Bukan berarti nggak boleh interaksi/ berhubungan dengan manusia yang
lain, nggak mungkin lah seperti itu. Cuman kalo dilihat faktanya di sekitar
kita, interaksi antar lawan jenis itulah yang bermasalah. Kenapa kita katakan
“masalah”? Karena Islam mengatakan itu “masalah”. Ya, gimana nggak masalah,
kalo cara gaul di sekitar kita udah bebas dan liar.
Yang remaja doyan pacaran, kalo udah pacaran udah nggak bisa tahan diri.
Mulai dari kissing, sampai intercourse (making love) pun mereka lakukan. Yang
putri rela jadi ayam abu-abu, ayam kampus, atau kupu-kupu malam alias pelacur.
Yang lain malah ada yang jadi gigolo, homoseks, lesbi dan seterusnya.
Sementara yang udah married
keranjingan main seks diluar, baik dengan pelacur maupun punya
selingkuhan di kantor. Para mucikari, rumah bodir, prostitusi masih marak di
negeri ini dan cenderung dipertahankan. Maka kalo interaksi macam gitu masih
dipertahankan, maka omong kosong banget kalo kita bisa menyelesaikan masalah
AIDS, karena aktivitas macam di atas itulah, sumber penularan AIDS. Meskipun
mereka mengajukan solusi “seks aman”, itu ibaratnya hanya tambal sulam, nggak
menyelesaikan masalah pokok, malah bisa jadi timbul masalah baru dan memperbesar
masalah. Buktinya trend data penyakit AIDS semakin naik, bukan malah turun.
Maka pergaulan bebas atau interaksi di tengah-tengah kita, itu yang
jadi konsen untuk dirubah. Dirubah dengan apa? Ya, jelas dengan seperangkat
aturan Islam, diantaranya harus dipatuhi rambu-rambu berikut: (1) Jangan
mendekati zina: “Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu
adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isra 32)
(2) tidak berduaan alias tidak boleh pacaran "Janganlah
sekali-kali seorang laki-laki berkhalwat dengan seorang wanita, kecuali wanita
itu disertai mahramnya." (HR Bukhari dan Muslim). (3) tidak
menggoda dengan dandanan dan pakaian: “Wanita yang berpakaian tapi telanjang, mereka
melenggak-lenggokkan tubuhnya dan kepalanya bagai punuk unta yang miring,
mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mendapatkan keharumannya, meskipun
harum surga itu dapat dicium dari jarak sekian dan sekian.”(HR Muslim). (4) menjaga iffah dengan pakaian islamy: “Hai Nabi katakanlah kepada
isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin:
"Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-nya ke seluruh tubuh mereka".
Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka
tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang."(QS. al-Ahzab 59).
Berikutnya faktor “orang”nya, dalam hal
ini lebih ke mindset (cara berpikirnya). Yup, cara berpikir kebanyakan manusia
dewasa ini dalam memandang arti kebahagiaan dan kemuliaan adalah teraihnya
banyak materi alias kaya, disanjung banyak orang alias terkenal, dan
sejenisnya. Para remaja kalo ditanyai kenapa pacaran atau kenapa suka
dipacarin, maka alasan yang paling ngena adalah “just having fun”. Mereka yang
jadi ayam kampus, kupu-kupu malam, alasannya jadi seperti itu karena pengin
tajir, duitnya bejibun, kalo udah duitnya banyak, mau apa aja bisa kebeli. Para
lelaki hidung belang, karena yang dikejar hanya kesenangan, maka merasa “nggak
puas” dengan istri di rumah, lari lah ke pelacur atau ke istri simpanan. Begitu
seterusnya.
Bagi seorang muslim arti kebahagiaan
adalah teraihnya ridhlo Allah, sementara ridlo itu bisa nyampe ke kita, kalo di
setiap melakukan aktivitas selalu sesuai dengan syariat-Nya, dan Ikhlas
karena-Nya. Jelas banget bahwa pacaran itu kredit zina, maka Allah nggak akan
ridlo kalo kita ngelakuin perbuatan itu. Allah bakal murka kalo para wanita
keliaran keluar rumah tanpa menutup aurat, bahkan untuk melakukan pekerjaan
yang haram, berupa melacurkan diri, dan seterusnya. Karena bagi muslim, hidup
tidak hanya berhenti di dunia, tapi berlanjut ke akhirat, justru disanalah kita
akan mempertanggungjawabkan semuanya. Maka amal/aktivitas kita ketika dunia,
harus senantiasa terikat dengan syariat-Nya, menjalankan segala perintah dan
menjuhi segala laragan, alias ketakwaan itulah patokan kita. Allah SWT
berfirman: “Sesungguhnya
kalau mereka beriman dan bertakwa, (niscaya mereka akan mendapat pahala), dan
sesungguhnya pahala dari sisi Allah adalah lebih baik, kalau mereka mengetahui.”
(QS.
Al Baqarah 103).
“Kehidupan
dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan mereka memandang
hina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu
lebih mulia daripada mereka di hari kiamat. Dan Allah memberi rezeki kepada
orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas” (QS. Al Baqarah
212).
“Dan
tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan
sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa.
Maka tidakkah kamu memahaminya?” (QS. Al An’aam 32)
“Sesungguhnya
orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa
di antara kamu.” (QS.
Al Hujurat 13)
Faktor berikutnya, justru ini yang nggak
kalah pentingnya adalah faktor “sistem”. Ya, sistem Negara itu ibaratnya
“orang tua” bagi masyarakat yang hidup didalamnya. Sistem Negara lah yang
mengasuh, melindungi, dan melayani warga negaranya. Kalo sistemnya rusak alias
nggak bisa ngasih pelayanan, perlindungan, maka sudah bisa dipastikan, warga
negaranya akan ikut rusak. Untuk itu dibutuhkan sistem yang bisa ngasih solusi
tuntas sekaligus ngasih proteksi buat umat agar tidak timbul penyakit-penyakit
baru selain AIDS.
Nah, sistem negara itu tercermin dalam aturan atau undang-undangnya,
sehingga harus ada undang-undang yang bisa menghukum dengan tegas para pelacur
berikut mucikarinya, karena mereka termasuk biang muncul dan berkembangnya
penyakit AIDS. Artinya Negara harus menutup peluang apapun yang bisa
memunculkan tertularnya penyakit AIDS itu. Sehingga solusi safe sex, jelas
harus dibuang jauh-jauh. Sementara di sisi yang lain, harus ada perhatian dari
Negara terhadap nasib rakyatnya, agar mereka tidak memilih pekerjaan sebagai
pelacur, sehingga kesejahteraan rakyat terjamin. Yang muda pun dijamin oleh Negara
agar bisa menikah dengan mudah, serta mendapat pekerjaan atau penghasilan agar
bisa cepet nikah.
Well, semua itu hanya bisa
direalisasikan oleh Islam. Atau semua itu dijawab oleh system Islam, mulai dari
masalah hukum sampai masalah kesejahteraan (mungkin lain kali akan kita
jabarkan masalah ini). Fakta penerapan syariah Islam mulai di masa Rasulullah
Saw hingga tahun 1924, bisa membukitkan dan menjawab hal itu. Selama 1300
tahun, sejarawan mencatat “hanya” terjadi 200 kasus kriminal, ini sekaligus membuktikan
bahwa system yang asalnya dari Allah tidak akan pernah diragukan bisa
menyelesaikan masalah: “Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan
(hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang
yakin?” (QS Al Maidah 50).
Wallahu’alam bis
showab. [LBR]
Ini bukan kisah cinta Rano Karno dan Yesi Gusman dalam film, bukan pula cerita roman picisan. Tapi kita lagi ngomongin ABG atau sobat remaja yang ketika jadi anak baru di sekolah. Anak-anak SMA mereka mulai mengenal cinta, meski nggak sedikit yang udah kenal sebelumnya, tapi masa SMA-lah untuk mewujudkan impian tentang cinta (taileee..)
Ngomongin soal cinta, kayak ngomongin pelangi. Iya, kelihatannya hanya terdiri dari 3 warna, tapi sebetulnya berjuta warna tertebar disana, sehingga begitu indahnya pelangi itu. Ngerumpi masalah cinta nggak ada ujungnya, apalagi kalo yang ngomongin adalah anak sekolah seusia kamu. Dijamin jadi obrolan yang spesial bin seru. Ketambah bagi yang baru kenal makhluk bernama cinta. Serasa menemukan alam baru. Alam yang belum pernah dijamah sebelumnya, nggak salah kalo bisa terbawa dalam mimpi.
Macamnya cinta yang diidap teman kita itu beragam juga, ada cimot (cinta monyet), cinlok (cinta lokasi), cileduk (cinta lewat dukun) dan cimplung alias cinta kecemplung, soalnya pas ketemu doi pujaannya, kecemplung di got depan sekolahan (heheee…rasain loe)
Cinta : Sesuatu Yang Terindah
Konon, cinta itu rasanya kayak permen, asem, manis, asin, kecut, sampe pedes. Seru banget ya? Apalagi kalo yang jatuh cinta itu remaja yang masih pada sekolah. Semakin heboh sekaligus menggelikan. Lho, kok bisa? Ya iyalah, biasanya tuh teman remaja suka malu-malu kucing. Sebab, bagi yang jatuh cinta pertama kali adalah pengalaman yang mendebarkan, bisa-bisa bakalan dicatat dalam lembaran sejarah kehidupan kamu. Soalnya, emang seru sih. Tul nggak?
Sobat remaja, anak remaja mana sih yang awalnya nggak malu ama kucing ehh maksudnya malu-malu kucing kalo ketemu kecengannya? Bagi yang emang malu-malu kucing, beraninya cuma ngincer doang. Pas ketemu orangnya, nunduk aja, dikiranya lagi nyari kancing baju yang jatuh. Trus, kalo jauh pengennya deket terus. Eh, begitu doi dekat kita, malah dak-dik-duk, Walah! Sebagian lagi malah jual mahal. Pura-puranya sih, nggak suka. Padahal, maunya, pengen disapa. Uh …Dasar!
Bagi teman kamu yang lagi dilanda kasmaran, kadang cuma denger suaranya atawa papasan di perpus aja suasana hatinya udah semriwing. Saking senangnya tentu. Apalagi kalo kemudian doi ngajak jalan-jalan ke kantin or sekadar duduk-duduk di taman sekolah. Ditanggung anti manyun deh. Dan biasanya langsung sregep menyambut rayuan tersebut.
"Cinta itu anugerah, maka berbahagialah. Sebab kita sengsara, bila tak punya cinta". Kamu pasti inget ama penggalan lirik tembang Doel Soembang itu. Dan, so pasti setuju juga kalo rasa cinta itu adalah anugerah terindah yang kita miliki. Nggak kebayang deh, kalo kita nggak punya rasa cinta. Mungkin nggak jauh bedanya ama patung pak polisi di perempatan jalan itu. Nggak salah, kalo mbak Melly Guslaw wanti-wanti agar kita jangan pernah menyanjung cinta bila tak mengerti maknanya cinta, yang dilantunkan lewat gita "Hanya" dalam album OST A2DC. Tapi, tahukah kita maknanya cinta?
Tatkala Allah Swt. menciptakan manusia sebagai makhluk yang terbaik. Allah pun mengkaruniakan kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi agar manusia bisa hidup dan nggak punah sebelum hari kiamat. Ada kebutuhan jasmani (hajjatul 'udlawiyah) seperti rasa lapar, haus, tidur atau pengen buang air. Kebutuhan ini mutlak harus dipenuhi. Kalau nggak, badan kita bakal protes dan bisa sampai pada kondisi yang "mengundang" malaikat Ijrail.
Ada juga yang disebut kebutuhan naluri (hajjatul gharaa'iz). Terdiri dari naluri beragama (gharizatun tadayyun), naluri mempertahankan diri (gharizatu al-baqa) yang berbentuk rasa takut, atau pengen popular. Ada juga naluri melestarikan keturunan (gharizatun nau') yang berwujud rasa cinta. Kalo kebutuhan ini nggak dipenuhi, perasaan kita jadi resah dan gelisah. Tapi badan kamu nggak akan protes. Persis perasaan kamu waktu lagi nungguin jawaban dari doi. Kalo ternyata cinta kamu sebatas mimpi alias bertepuk sebelah tangan, biasanya kamu cuma uring-uringan terus kamu berdalih "cinta kan tak harus memiliki". Padahal dalam hatinya gondok buanget, serasa kompor meledug. Kasiaan deh
Kalo Cinta Jangan Maksiat !!!
Bagi yang udah punya 'jam terbang' tinggi di dunia cinta, rasanya nggak cukup and nggak puas, kalo cinta cuma dirasain di hati. Lho Kenapa? Sebab, bagi sebagian sobat remaja, biar cinta tambah oke kudu diwujudkan dalam bentuk aktivitas yang lebih kreatif. Apa jawabannya? PACARAN. Betul 100!!! Banyak teman kita yang menempuh jalur itu. Katanya sih, pacaran adalah wujud ekspresi cinta dalam diri kita. Tanpa pacaran, cinta itu ibarat sayur tanpa garam. Hambar. Begitu komentar para aktivis pacaran.
Ritual orang pacaran biasanya, diawali masa perjuangan PDKT. Benci dan rindu jadi satu. Trus, ada aksi "nembak pujaan hati". Mengikat janji setia menjalin cinta kasih hingga ujung waktu nanti (cieeee…). Yang berarti lampu hijau buat jalan bareng alias pacaran sebagai episode terakhir upaya mencari cinta bak arjuna udah kesampean.
Tapi, kayaknya nggak semua setuju ama gaya pacaran remaja sekarang. Banyak pro dan kontra yang cukup bikin kepala kita pusing tujuh belas koma tiga puluh empat keliling lapangan bola (makin pusing khan?). Bukannya dapet jalan terang, malah bikin remaja ngambil kesimpulan sendiri. Pokoke, pacaran itu boleh dan itu keputusan yang nggak bisa diganggu gugat. Titik! Wah Gaswat dong Men!?!
Tren orang pacaran, kayaknya udah mendarah daging dan berurat akar di negerinya si Unyil ini. Seakan nggak bisa di-delete dari kehidupan remaja kita. So, istilah pacaran dan segala kembarannya udah populer. Sepopuler album '07 Des'-nya Sheila on Tujuh. Lucunya lagi friend, ada gaya pacaran Islami. No kiss no touch. Aneh-aneh aja, emangnya jalan bareng atawa nonton bareng, bisa dibilang islami juga? Asal!
Lebih celakanya, banyak yang menobatkan pacaran sebagai simbol pergaulan modern. Kamu baru dianggap dewasa en gaul kalo udah punya doi. Kalo belum punya, siap-siap aja dinobatkan jadi pejabat, alias pemuda jaman batu. Dan itu bisa bikin kamu manyun en berjuang dengan semangat '45 ngegaet sang dambaan hati, belahan jiwa (upss..) Sampe harus ngorbanin uang SPP biar bisa mentraktir doi di kantin sekolah.
Sobat muslim, ada juga teman remaja yang pacaran beralasan bahwa doi butuh seseorang yang bisa ngertiin dan merhatiin dia. Pokoknya, yang lebih dari sekadar temen, yang bisa mompa semangat bak cheerleader waktu kamu lagi putus asa, bisa jadi tempat berbagi rasa dan masalah, atau paling pasnya, buat ajang seleksi cari pasangan hidup.
Tiap remaja membutuhkan orang dekat yang bisa mengingatkan dan membimbing tanpa harus menggurui. Dan biasanya teman sebaya atau lawan jenis berada di urutan pertama (emangnya klasemen) sebelum orang tua atawa guru. Tapi kayaknya alasan-alasan temen kamu itu terlalu dicari-cari aja, biar dilegalisasi sekolah, keluarga dan lingkungan. Buktinya pacaran cuma jadi ajang baku syahwat. Nggak hanya jalan bareng, tapi malahan remaja sampe rela 'tidur bareng'. Naudzubillah min dzalik!
Islam nggak hanya menuntut aspek keyakinan, tapi Islam juga mementingkan aspek amaliyah (action). Kalo orang ngaku beriman, gampang sekali, mungkin preman, artis bahkan koruptor bisa juga ngaku beriman. Tapi Islam juga butuh bukti dari apa yang sekedar kamu ucapkan. Itulah yang disebut Islam, nggak cuman sekedar abang-abange lambe alias lips service doang. Karena itu, di dalam banyak ayat al Qur’an kata-kata amanu (baca: iman) selalu digandeng dengan amalun sholihun (baca: amal sholeh).
وَبَشِّرِ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ كُلَّمَا رُزِقُوا مِنْهَا مِنْ ثَمَرَةٍ رِزْقًا قَالُوا هَذَا الَّذِي رُزِقْنَا مِنْ قَبْلُ وَأُتُوا بِهِ مُتَشَابِهًا وَلَهُمْ فِيهَا أَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ وَهُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (٢٥)
”Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezki buah-buahan dalam surga-surga itu” (QS. Al Baqarah 25)
وَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَيُوَفِّيهِمْ أُجُورَهُمْ وَاللَّهُ لا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ (٥٧)
”Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, Maka Allah akan memberikan kepada mereka dengan sempurna pahala amalan-amalan mereka; dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (QS. Ali Imron 57)
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ عَظِيمٌ (٩)
”Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan yang beramal saleh, (bahwa) untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al Maidah 9)
وَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لا نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلا وُسْعَهَا أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (٤٢)
”Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh, Kami tidak memikulkan kewajiban kepada diri seseorang melainkan sekedar kesanggupannya, mereka Itulah penghuni-penghuni surga; mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al A’araf 42)
Dan masih banyak lagi ayat-ayat serupa yang intinya emang menyebutkan kalo iman dengan amal sholeh itu selalu lengket. Sampe-sampe muncul di tengah masyarakat sebuah idiom yang udah disepakati ”jangan cuman janji, tapi butuh bukti”. Nah, kira-kira seperti itulah konsekuensi dari beriman itu, butuh bukti berupa action, bukan omdo alias omong doang.
Oya dari tadi ngomong amal shalih, tapi udah pada tahu belum amal sholeh itu apa? Amal sholeh, bukan amal atau aktivitas yang dilakuin ama Sholeh atau anaknya Pak Sholeh. Ust. Fauzie Sanqarth, dalam kitabnya Taqarrub Ilallah, menjelaskan yang dimaksud amal sholih, jika perbuatan itu mengandung 2 unsur yakni benar sesuai ketentuan syariat dan ikhlas, diniatkan mencari ridlo Allah. Kalo amal atau perbuatan yang kita lakuin nggak mengandung 2 unsur itu, nggak tergolong amal sholeh. Misalnya neh, kamu pergi sholat ke masjid, cara sholat kamu udah bener, mulai dari takbiratul ikhram sampe salam, tapi kamu ngelakuin itu karena pengin diliat cowok sebelah rumah. Wah, yo wisss, bablas amale, tinggal bekasnya, yang itu namanya nggak ikhlas.
Atau contoh sebaliknya, misalnya kamu penginnya sholat karena sadar diperintah oleh Allah dan Ikhlas karena mencari ridhlo Allah. Tapi cara kamu ngelakuin sholat nggak bener. Misalnya, kamu nggak pake mukena atau rukuh yang itu sebagai penutup aurat wanita ketika shalat. Maka apa jadinya sholat seperti itu? Ya, udah pasti jawabannya, sholatnya nggak syah, karena nggak sesuai rukun dan syarat syahnya sholat.
So, kudu digabung tuh, antara amanu dengan amalun sholihun. Nggak bisa kamu hanya sekedar dibiarin ngobral “aku beriman”, tapi Allah sebagai yang berhak menilai kita, Dia butuh bukti kongkret, kongkret, dan kongret.
Nah, dalam soal jilbab juga sama saja. Buat kamu para muslimah, kalo udah pake jilbab dan kerudung, alangkah sayangnya jika hanya sekedar simbol. Ya, dia bukan sekedar simbol melainkan identitas muslimah sejati. Makanya, kalo kamu berkerudung dan pake jilbab, biar bisa disebut amal shalih, mustinya kudu memenuhi syarat Ikhlas dan Benar. Memakainya bukan karena ngikuti mode atau tren, bukan pula karena malu ama tetangga, juga bukan karena disuruh ama pacar kamu, atau kepaksa pake kerudung karena itu pakaian wajib sekolah, atau ”karena-karena” yang lain. Tapi alasan kamu cuman satu memakai kerudung karena diperintahkan oleh Allah dan demi meraih ridho-Nya.
Trus, yang ngak boleh ketinggalan juga, kaifiyah atau tata cara pake kerudung dan jilbab kudu benar sesuai syariat, nggak asal aja (lihat QS. An-Nur 31, QS Al Ahzab 59). Insya Allah kalo kamu pake kerudung dan jilbab dengan dua syarat tadi, digaransi bakal bisa bertahan, meski ada upaya keras menggoyahkan keyakinan kamu untuk menanggalkan jilbabmu. Mohon dengan sangat pada Allah, agar diteguhkan diri dan pendirianmu untuk taat. Taat, harga mati !
Ada Apa Dengan Jilbab Artis?
Maksudnya begini neh. Kalo kebetulan kamu ngedapatin ada artis TS atau mungkin menyusul dibelakangnya seleb yang lain, nggak berjilbab lagi. Maka, bukan berarti fakta itu bisa kamu jadikan dalil atau alasan bahwa kamu bisa dan boleh berbuat kayak gitu juga.
Sebab ciri masyarakat yang pemikirannya rusak dan kacau adalah ketika menjadikan fakta-fakta kayak gitu sebagai upaya untuk membenarkan perbuatannya sendiri. Pada tahap yang paling parah, masyarakat model gitu, akan jadi masyarakat yang skeptis, memandang kita tidak bisa melakukan perubahan di masyarakat, dan biarkan aja masyarakat apa adanya seperti ini. Waks!?
Makanya, kebiasaan seperti itu udah berlaku umum di masyarakat. “Artis anu aja seperti itu”, “Itu anaknya pak haji anu aja ngelakuin gitu,”, biasanya kayak gitu ocehan mereka. Padahal kalo fakta model gitu dijadikan alasan atau dalil maka tentu aja akan merubah syariat itu sendiri. Kalo misalnya contoh yang lain, saking banyaknya pasangan suami-isteri yang bercerai, apa kemudian pacaran jadi suatu hal yang legal? Atau yang lebih ekstrim, karena banyaknya orang yang meninggalkan sholat, terus apa akhirnya hukum sholat jadi nggak wajib? Tentu bagi seorang muslim yang masih komitmen pada aqidah dan syariat, akan menjawab, Tidak.
Di dalam Al-Qur’an kita diajari untuk mengukur benar-salah, baik-buruk, terpuji-tercela, seperti firman-Nya:
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ (٧)
”... apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.” (QS. Al Hasyr 7)
”... dan Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (QS. Al Maidah 44)
”...Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim” (QS. Al Maidah 45).
”...Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik” (QS. Al Maidah 47)
”... Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat diantara kamu. (QS. Al Maidah 48)
”....Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. ..” (QS. Al Maidah 49)
Orang yang tidak memutuskan perkara menurut hukum Allah, ada tiga macam: (1) Karena benci dan ingkarnya kepada hukum Allah, orang yang semacam ini kafir (surat Al Maa-idah ayat 44). (2) Karena menurut hawa nafsu dan merugikan orang lain dinamakan zalim (surat Al Maa-idah ayat 45). (3) Karena Fasik sebagaimana ditunjuk oleh ayat 47 surat ini.
Ingat gals, ini persoalan hukum, nggak bisa kita serampangan aja menentukan boleh-tidak, benar-salah, tapi kudu ada ’alat ukur’ yang nggak diragukan kebenarannya, apalagi kalo bukan Al-Qur’an dan Al Hadits. Sehingga sekali lagi, ukuran benar-salah, baik-buruk bukanlah fakta, seperti fakta selebritis yang melepaskan jilbabnya. Malah sebaliknya, fakta itu kudu diukur dengan Al-Qur’an dan Al Hadits, dengan pertanyaan yang sama, Benar-Salah, Boleh-Tidak?
Logikanya kayak gini neh, perhatikan! Kalo misalnya kamu beli sepatu, trus ternyata ukuran sepatu kamu nggak pas dengan kaki kamu. Kira-kira yang diganti sepatunya atau kaki kamu? Kalo kamu emang nggak o’on, ya pastilah yang diganti sepatunya. Kenapa? Karena yang jadi ukuran itu adalah kaki kamu (bukan sepatunya), dan juga keadaan kaki kamu itu udah standar kayak gitu. Nggak bisa khan kaki kamu yang ngikutin besar-kecilnya sepatu kamu?
Nah sobat, demikian halnya dengan fakta artis TS, TU, atau DH tadi misalnya, nggak bisa kamu jadikan dalil untuk membenarkan perbuatan kamu, baik yang udah berkerudung maupun yang belum. Mustinya, fakta seperti itu, standarnya dikembalikan kepada Al-Qur’an dan Al-Hadis, benar nggak, boleh nggak, dosa kagak?
Dan ternyata, menurut Al-Quran sendiri pakaian jilbab dan kerudung adalah pakaian yang musti dipake kaum wanita (QS. Al-Ahzab 59, An-Nuur 30). Bagi perempuan baligh yang nggak mengenakannya ketika diluar rumah atau berhadapan dengan non mahram, pasti dosa. Nggak mau khan kamu terus-terusan nanggung dosa karena nggak berjilbab dan berkerudung?
Makanya buruan berjilbab deh, trus abis gitu, jangan pernah lagi menjadikan fakta aktris seperti TS, DH, TU atau selebritis lain sebagai standar benar-salah. Sebab kalo hukum Islam musti ngikutin fakta, wah bisa gaswat tuh, semua hukum yang udah ditulis dalam Al-Qur’an bisa keganti ama hukum bikinan manusia. Ya nggak?
Oya, kalo sobat tahu, justru mundurnya kaum muslimin saat ini, salah satunya karena menjadikan fakta sebagai sumber hukum, seperti yang disampaikan Taqiyudien dalam kitab Mafahim. Janganlah kita jadikan fakta-fakta yang rusak sebagai rujukan kita dalam berbuat. Nggak mau dong terperosok kedua kalinya, di lubang yang sama? Keledai aja ngga mau, apalagi kita ?! Yuukkk....
(dikutip dari buku Muslimah Semesta, Alga-Luky, Al Azhar Fresh Zone Publishing)
Televisi, koran, majalah lagi pada rame bin ribut memberitakan soal pornografi maupun pornoaksi. Ya, wajar aja kalo para pemilik media itu gerah dengan adanya isu pornografi. Sebab mereka, boleh dibilang adalah selama ini pihak yang paling getol menayangkan porno-pornoan itu.
Misal aja di televisi, tayangan porno maupun aksi porno bukan barang baru lagi. Dulu pernah ada goyang ngebor yang diprakarsai Inul Darahnista, yang akhirnya diterusin para pengekornya, seperti Uut permatasari, Anisa Bahar, Dewinta Bahar Dewi Persik, de es be. Trus di dunia sinetron atawa film juga nggak sedikit yang berbau porno. Kita bisa liat, Komedi Tengah Malam miliknya Lativi, Komedi Nakal punyanya Trans TV, atawa film Burun Cium Gue.
Di koran, majalah atau tabloid, nggak terbilang juga gambar syur yang mengelontorkan iman kita. Dulu Sophia Lajubah pernah gambar seronok di majalah Popular. Di negerinya anak singkong ini, majalah waralaba bikinan orang bule, juga ada yang mengusung pornografi, sebut aja majalah FHM, dan yang akan datang majalah Playboy. Di Surabaya, pas lagi rame-ramenya penggrebekan media pornografi, telah ditangkap Singgih Sutoyo pengusaha tabloid pornografi yang berdiri dibawah payung PT. Top Media Group, yang memproduksi tabloid TOP, Buah Bibir dan Online, semuanya nggak ada gambar atawa foto yang nggak porno. (kompas, 10/02/’06)
Meski nggak semua media, mengusung pornografi dan pornoaksi, tapi hampir bisa dipastikan kalo emang bener porno-pornoan itu dihapus di negeri ini. Wah, alamat deh, pasti ada beberapa media yang gulung tikar, atau paling nggak ratingnya akan turun, atau emang nggak punya tayangan yang istimewa lagi buat pemirsa.
Dan itu juga sih, yang biasanya dijadiin alasan para pengusaha atawa yang membela kepentingan pengusaha. Kalo perusahaan atau media itu ditutup, lalu mau dikemanakan tuh para karyawannya. Itu biasanya alasan mereka menolak dilikuidasinya lembaga porno. Kayak dulu yang pernah terjadi pada Inul, ketika orang rame-rame menghujat goyang ngebornya, tapi masih ada sedikit pembelaan dari teman sesama artis, atawa para pengacara dengan dalih bahwa itu sumber mata pencaharian Inul. Nah kalo ditutup, dimana Inul cari makan? Kira-kira seperti itu pembelaannya.
Buat yang masih ngotot dengan alasan macam gitu, kita wajib ngasih tahu ke dia bahwa kalo orang gila yang kerjaannya ngambilin makanan dari tong sampah aja, udah dijamin rizkinya oleh Allah. Apalagi ning Inul Darahnista. Tul nggak?
Simbiosis Mutualis
Pernah dengar istilah itu? Kalo waktu sekolah dulu, teori itu digambarin adanya kerbau dengan burung pipit yang ada di pundaknya kerbau. Si kerbau merasa butuh si burung untuk nyariin kutu di tubuhnya, sedang burung pipit juga butuh makan, salah satunya kutu kerbau tadi.
Well, persis deh ama diskripsi diatas. Simbiosis mutualisme tengah terjadi antara pengusaha, artis dan konsumen alias penikmat media. Para pengusaha media, ngerasa butuh artis yang mau tampil seoronok, karena itu yang bisa ngedatangin uang dengan cepat n bejibun. Contohnya kayak Singgih Sutoyo waktu ditanyai kenapa berbisnis media porno, doi ngejawab kalo keuntungan berbisnis media porno 30 juta per sekali cetak. Gile khan?
Oya, selain para pengusaha yang butuh artis. Si artis pun juga butuh pekerjaan khan? Nah, tempat yang nyaman dan nggak perlu modal yang berat-berat amat, khan jadi model atawa artis porno. Iya khan, coba perhatiin, untuk jadi model bintang pornografi khan nggak perlu sehelai pakaian, yang itu berbeda kalo mau jadi artis sinetron atawa film biasa. Paling nggak wajah jadi ukuran utama dan kudu pake pakaian.
Dan, jangan lupa lho, ada yang ngerasa butuh atau yang ngerasa diuntungkan dengan adanya bisnis pornografi dan pornoaksi adalah konsumen, mungkin salah satunya adalah kita. Ya iyalah, pembaca atau pemirsa persis kayak ikan dikasih umpan. Kalo tiap hari, tiap jam atau bahkan tiap detik, iman kita yang pas-pasan itu digoda dengan tayangan porno, maka wassalam deh. Bablas imane, tinggal Imrone.
Makanya kalo ada yang masih ngerasa berat dengan dilibasnya media porno atau aksi porno, maka bisa dipastikan, merekalah yang selama ini memang penikmat media porno tersebut. Hayo, ngaku aja deh !?!
Trus, buat yang asal ngêcap mengatasnamakan kebebasan berekspresi, mending kita tanyain aja ke dia. Apa sih arti bebas menurut dia, apa bebas itu kayak yang dilakuin Amrik nguras kekayaan Afghan dan Irak dengan dalih menjaga perdamaian? Apa bebas itu kalo kamu buang hajat di tempat umum, trus nggak ada yang ngelarang? Bebas itu, apa kayak yang dilakuin media Denmark menampilkan cartoon Rasulullah Saw? Apakah bebas itu, kalo kamu sering gonta-ganti pasangan tidur? Apakah yang dinamakan kebebasan itu, seperti yang dilakuin Paparazi ketika memburu Lady Diana hingga tewas? Bebas itu apa kayak kamu yang nggak tahu malu beperilaku lesbi atau homo?
Well, kalo dari pertanyaan diatas, kamu jawab “Ya”. Itu artinya kamu punya standar ganda dalam mendefinisikan kebebasan, yang meneriakkan kebebasan, kalo keburu orang lain yang juga ingin menumpahkan kebebasan, kamu protes, itu khan nggak fear. Atau emang bisa jadi kamu adalah manusia hipokrit, disini kamu bilang ini kebebasan, tapi disono, karena banyak teman atau karena kamu diming-iming segebok dollar, lidahmu jadi pinter bersilat, sehingga dengan mudah kamu bilang itu juga kebebasan. Khan aneh tho?
Makanya diawal, musti didefinisikan dulu apa bebas itu dan siapa yang kudu mendefinisikan kebebasan. Jangan serampangan orang, dibiarin ngobral omongan tentang kebebasan. Bisa-bisa dia bilang kebebasan, eh ternyata malah kebablasan. Tul nggak?
Nggak Sekedar Budaya
Ada yang nyeletuk bilang kalo porno-pornoan itu nggak sesuai dengan adat bangsa ini, yang masih kuat memegang adat ketimuran. Menurutnya, pornografi atau pornoaksi sudah berbau kebarat-baratan. Jadi, nggak pas kalo budaya Barat itu kita contek untuk kita yang disini.
Kalo ada yang ngomêl seperti itu, mungkin ada benarnya juga. Tapi nggak 100% benar. Sebab apa yang disebut Barat atau Timur, seharusnya mewakili ideologi negara-negara yang disebut Barat dan Timur. Tapi kalo emang benar budaya Timur itu lebih sopan dari Barat, gimana dengan budaya Kamasutra yang dimiliki orang-orang Hindustan. Atau kalo kita teliti relief-relief candinya orang Budha atau Hindu yang ada di Indonesia, disitu terdapat gambar-gambar porno. Kita tahu banget khan, kalo candi itu dibikin udah ratusan taun yang lalu, bahkan sebelum negeri ini terbentuk. Nah lho !
Emang di negeri-negeri Barat kayak di Eropa pada abad yang udah baheula, pas jaman Victorian, udah ada pornografi. Bahkan dalam kamus fashion mutakhir, sebuah jenis beha kinky bernama Victorian Corsette pun dibuat dengan melihat semangat kultural Eropa pada jaman tersebut, Saat ini bangsa Eropa melihat pornografi sebagai sesuatu hal yang membosankan. Karena hakekat rasionalitas dan modernisme telah merambah kedalam berbagai bentuk termasuk pornografi, dimana semenjak jaman Victorian berakhir, orang bebas untuk membicarakan pornografi. Bisa kita lihat dari berbagai film Eropa, ambil contoh filmnya Bernardo Bertolucci seperti The Dreamers, ataupun The Sheltering Sky.
Di Amerika kita lihat film-film Amerika yang bahkan kalo kita mensurvey secara statistik maka kita akan mendapati bahwa Amerika merupakan negeri produsen film BF terbesar di dunia. Industri besar produsen film berlendir seperti Vivid Enterprise, Hustler, hingga yang indie label semacam Dogfart adanya di Amerika. Majalah produsen gambar porno seperti Playboy, Penthouse, Hustler, dll adanya juga di Amerika. Bahkan industri ketelanjangan yang memasarkan via internet juga terbesar berpusat di Amerika.
Tapi bukan berarti orang timur lebih baik dari semua itu. Selain contoh diatas, akhirnya orang Timur atau bahkan Indonesia sendiri udah bisa bikin film porno, atau VCD porno, kayak bandung lautan asmara atau anak ingusan. Industri seks yang nggak bisa dilepaskan dari pornografi juga berada di Indonesia, tepatnya di Gang Dolly (surabaya), dan Kanton (cina). Bahkan keduanya disinyalir omzetnya lebih gede dari distrik Harlem di Amsterdam Belanda, yang notabene punya orang Barat.
Nah sobat, amat sangat nggak tepat sekali, kalo kita mengukur pornografi-pornoaksi dengan budaya timur, atau membatasi masalah porno dari segi budaya aja. Sebab, emang faktanya ukuran atau standar itu absurd bin nisbi. Kalo ukuran porno itu cuman dibatasi oleh sekat budaya sebuah negara, maka itu akan sangat relatif. Karena seperti kita tahu juga bahwa budaya itu adalah hasil produk manusia. Maka akan sangat dipengaruhi oleh siapa yang bikin budaya tersebut.
Yang Bener, Ya Islam Dong !
Sobat, nggak ada yang bisa membantah kalo Islam itu agama Samawi, artinya Allah sendiri yang bertindak sebagai arsitek agama ini. Sebelum benar-benar terjadi hal-hal porno, Islam udah ngasih langkah preventif, persuasif atau kondusif. Langkah preventif nan persuasifnya bisa kita lihat dalam Al-Qur’an Surat al-Ahzab 59 dan an-Nur ayat 31 tentang perintah untuk berjilbab dan berkerudung bagi perempuan, biar nggak keliatan auratnya, yang meliputi seluruh tubuh, kecuali wajah dan telapak tangan.
Nggak cukup cuman itu, Islam memerintahkan untuk menundukkan pandangan (QS. an-Nur 30), padahal kita tahu kalo pandangan mata itu bisa jadi muqadimahnya perzinaan. Islam ngelarang pria dan wanita berduaan, bersepi-sepian tanpa disertai mahramnya. Dan juga Islam ngelarang aktivitas yang mendekati zina (QS. al-Isra 32).
Selain itu, Islam juga punya langkah preventif lainnya seperi QS.an-Nur ayat 58-59, yang isinya tentang “aurat” waktu, dimana ada waktu-waktu khusus yang dimiliki oleh seorang penghuni rumah bagi orang-orang asing, biar nggak selonong boy, masuk rumah tanpa izin. Waktu-waktu itu diantaranya sebelum sholat shubuh; menjelang dzuhur; setelah sholat Isya. Karena pada waktu-waktu itu, penghuni rumah mengenakan pakaian rumah atau emang sedang bobo’.
Di beberapa hadits nabi juga disebutkan, tentang adanya larangan wanita keluar rumah sehari semalam tanpa disertai mahramnya. Larangan bagi wanita, memakai perhiasan berlebihan. Larangan bagi wanita pake parfum berlebihan ketika di tempat umum. Dll.
Then, hal-hal diatas kita dapati dalam Islam dan nggak kita dapati di agama lain maupun ideologi lain, apalagi budaya selain Islam. Lagian, emang Islam bukanlah ajaran budaya. Islam adalah ideologi, way of life, jalan hidup bagi pemeluknya.
Jadi yang bener, dalam mengukur soal pornografi dan pornoaksi, kudu kita kembalikan ukurannya berdasar kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sebab cuman ukuran ini yang pas, yang nggak nisbi, nggak relatif, sebab aturan ini berasal dari Sang Maha Pencipta, Allah azza wajala. {toekangritikbelumati@yahoo.co.id}