
Dear sahabatku,
Kenalin aku punya sahabat namanya Ilham. Dia itu setia banget, tapi ya
gitu deh, kadang dia itu suka menghilang atau kadangkala dia muncul dengan
sendirinya secara tiba-tiba. Kalo sudah muncul dia biasanya suka nyolek-nyolek aku
untuk segera bangkit dan berdansa dengannya. Tapi jangan bertanya ya, aku
belajar dansa darimana. Itu butuh proses.
Sahabatku, si Ilham itu kadang muncul saat aku sendiri, saat aku
menjelang tidur, saat aku baca sms, saat aku dengerin musik, saat aku baca
buku, bahkan pada saat yang aku nggak suka pun kadang dia muncul. Ya, pada saat
aku lagi BAB pun dia kadang muncul. Upss..., jangan berpikiran piktor dulu ya.
Tapi memang inilah apa adanya aku ketika ketemu ilham.
Nah, klo pas si ilham ini nggak ada, aku suka mencari-cari kemana sih
dia. Setelah aku lakukan sedikit perenungan, sebenarnya ilham itu ada dekatku,
bahkan sebenarnya selalu ada didekatku, tanpa aku menyadarinya. Hanya saja,
mungkin ilham lagi tidur, sehingga kita tak sadar, dan aku hanya perlu
membangunkannya untuk tetap setia menemani kita.
Sahabatku, maukah kalian aku kenalkan dengan Ilham? Dia itu baik koq.
Untuk memanggilnya datang, nggak perlu pake sesajian atau harus ngeluarin duit
sepeserpun. Bahkan, kalo tadi aku bilang ilham suka muncul tiba-tiba, maka
tanpa sahabat sadari, ilham itu bisa muncul dihadapan kalian. Loh koq? Hantu
dong? Bukan, dia bukan hantu, tapi dia bisa dimana saja, pada saat kita
inginkan atau tidak kita inginkan. Yah, sedikit mirip sih sama hantu, tapi aku
yakin, si ilham ini nggak menakutkan buat kalian. Dia bisa bersama kita, pas di
angkot, pas lagi online, pas lagi ngerumpi, pas lagi JJS, dan pada saat apapun.
Jadi satu pesen aku, pada saat dia hadir, kalian harus siap-siap menjamunya,
menampungnya dan cobalah setia dengannya, karena nantinya kalian akan diajak
berdansa.
Sahabatku, sebenarnya aku belum lama kenal sama si ilham, dan bukan
aku satu-satunya orang yang kenal dengan Ilham. Bahkan tanpa aku kenalkan,
sebenarnya diantara kalian sudah ada yang kenal dengan dia lebih dulu. Tapi
seperti aku bilang tadi, kita hanya perlu menyiapkan ‘wadah’ saat dia muncul
tiba-tiba. Gimana cara menyiapkan wadah itu? Nanti akan aku bagi tipsnya. Tapi,
ngomong-ngomong, sahabat sekalian sudah kenal dan tahu belum dengan si Ilham?
Sahabatku, Ilham itu ada disamping kita, ilham itu ada di benak kita,
ilham itu ada dimana-mana, bahkan dia itu seperti sudah menyatu dengan kita. Buat
yang sampe hari ini belum kenal dia, SKSD aja alias sok kenal sok dekat gitu. Ya,
buat kalian yang hingga hari ini masih bermimpi jadi penulis, tanpa aku kenalin
si Ilham, kalian sudah kenal ilham, mungkin juga tanpa sadar. Dia sering kita
cari-cari, “dimana sih ilham?”, “belum dapat ilham neh!”, “ilham koq gak muncul-muncul
ya”, dan seterusnya. Padahal dia itu dengan setianya, sebenarnya ada disamping
kita. ILHAM MENULIS, itulah dia yang aku maksud.
Nggak percaya kalo ilham itu bisa datang kapan saja? Aku sudah
membuktikannya. Aku kasih conto beberapa aja ya.
Pada saat aku terima dan baca sms, aku bisa ketemu ilham jadilah
tulisan http://lukyrouf.blogspot.com/2011/08/normal-0-false-false-false-in-x-none-ar_26.html
(aku search di google “sms pagi itu”, urutan lampiran ke-3)
Waktu itu, aku sedang menjelang tidur, tiba muncul ilham untuk nulis
ini ... http://adivictoria1924.wordpress.com/2010/05/23/ada-apa-dengan-syabab-aads/
(searc google “ada apa dengan syabab”, urutan lampiran ke-1)
Pas nonton teve lihat film spidermen, muncul http://lukyrouf.blogspot.com/2012/03/saat-kita-akan-kalah.html
(aku search di google “saat kita akan kalah, urutan lampiran 1)
Lagi online ada yang curhat, jadilah ... http://chirpstory.com/li/27452
(aku search di google “ada surat merah jambu di inboxmu” urutan
lampiran 1)
Dan seterusnya....
Untuk kalian, buktikan saja sendiri nanti. Hanya saja, sekali lagi,
pada saat dia muncul, jangan sia-sakan kesempatan itu, kita perlu tampung,
wadahin dia. Ini beberapa tips dari aku:
(1) Bawa notes. Biasanya saya suka, pake buku kecil, semacam
notes, jadi kalo istilah saya ‘menabung kosakata’. Bisa jadi pas di angkot, ada
orang nyeletuk, ngeluarin kosakata yang bagus, yang wah, yang aneh, atau yang
apalah, bisa kita ingat atau kalo saya biasanya saya catet di notes tersebut.
(2) Baca lagi tulisan sendiri. Cobalah untuk membaca tulisan
yang pernah kita buat, entah itu puisi, cerpen atau status fb sekalipun. Iya,
bisa aja dari satu kata atau kalimat, memunculkan banyak ide. Kalo dalam
istilah fotografi, namanya ‘enggel’, ya satu obyek bisa dilihat dari banyak
sudut pandang. Itulah perlunya membaca lagi tulisan-tulisan kita
(3) Ngobrol dengan orang. Mencobalah untuk keluar rumah, ngobrol
dengan orang, sekalian berdakwah gitu. Dari situ, biasanya saya suka muncul
ide-ide ‘nakal’ dan ‘nyleneh’. Salah satunya saya tampung di buku saya “santri
emperan”. http://buku.tokobagus.com/remaja/buku-bagus-santri-emperan-10544767.html
(4) Ngobrol sesama penulis. Terus terang, saya seringkali
ditanya “mas, menulis itu kayak gimana sih?”, saya biasanya suka enteng
menjawabnya “menulis itu ngomong”, dan setelah saya ngobrol dengan beberapa
teman penulis, memang menulis itu ngomong. Ngomong sama kertas, ngomong sama
komputer atau lepy. Ya, seperti ngomong, keluarin dulu aja semua uneg-uneg,
apalagi kalo nulisnya di kompi, bisa di delete, di copy, paste dan seterusnya.
(5) Baca buku. Ya, ini kayaknya semua penulis harus sepakat
bahwa kalo pengin jadi penulis atau keluar ilham menulis, rajin-rajin baca
buku. Bukan karena kebetulan, tapi harus dengan sengaja bahkan dijadwalkan.
Jadikan habits, misalnya satu hari 2 halaman, selesaikan satu buku, baru pindah
ke buku yang lain, kecuali kalo memang dapat tugas menulis dan harus baca buku2
tertentu.
Ok, sahabat semuanya, itu sedikit tips dari aku, mungkin
sahabat-sahabat yang lain bisa menambahi tipsnya.
Selamat bertemu dengan ilham, berkenalan dan berdansalah dengannya. Asyik
koq J [LBR]
Beruntung orang yang suka membaca buku. Mereka yang gemar
membaca buku akan terbuka wawasannya, tidak kuper dan cupet pandangan. Mereka
akan mendapatkan informasi selain yang dipikirkannya selama ini, begitu juga referensi
dan pengetahuannya akan bertambah luas. Inilah sebenarnya investasi berharga
sebagai modal untuk mengarungi kehidupannya. Orang yang menyukai aktivitas
membaca, biasanya mereka tidak akan terjebak dalam pola berpikir sempit ketika
menghadapi problem-problem penting yang terjadi di dunia. Dalam kehidupan nyata
juga berpeluang besar punya potensi dan kecenderungan yang bijak dalam
mensikapi kejadian-kejadian keseharian di sekitarnya.
Tapi, bagi orang yang ingin berbuat lebih dan mau berbagi
ilmu kepada orang lain, membaca saja tak cukup. Mereka perlu memiliki
ketrampilan lagi yaitu ketrampilan meresensi buku (berbagi bacaan). Sebelum
melangkah kepada teknik ringkas meresensi buku, ada beberapa hal penting
mengapa resensi perlu dibuat. Tujuannya, diantaranya sebagai berikut,
1. Membantu pembaca (publik) yang belum berkesempatan
membaca buku yang dimaksud (karena buku yang diresensi biasanya buku baru) atau
membantu mereka yang memang tidak punya waktu membaca buku sedikitpun. Dengan
adanya resensi, pembaca bisa mengetahui gambaran dan penilaian umum terhadap
buku tertentu. Setidaknya, dalam level praktis keseharian, bisa dijadikan bahan
obrolan yang bermanfaat dari pada menggosip yang tidak jelas juntrungnya.
2. Mengetahui kelemahan dan kelebihan buku yang
diresensi. Dengan begitu, pembaca bisa belajar bagaimana semestinya membuat
buku yang baik itu. Memang, peresensi bisa saja sangat subjektif dalam menilai
buku. Tapi, bagaimanapun juga tetap akan punya manfaat (terutama kalau
dipublikasikan di media cetak, karena telah melewati seleksi redaktur). Lewat
buku yang diresensi itulah peresensi belajar melakukan kritik dan koreksi
terhadap sebuah buku. Disisi lain, seorang pembaca juga akan melakukan
pembelajaran yang sama. Pembaca bisa tahu dan secara tak sadar akan menggumam
pelan “Oooo buku ini begini.... begitu” setelah membaca karya resensi.
3. Mengetahui latarbelakang dan alasan buku tersebut
diterbitkan. Sisi Undercovernya. Kalaupun tidak bisa mendapkan informasi yang
demikian, peresensi tetap bisa mengacu pada halaman pengantar atau prolog yang
terdapat dalam sebuah buku. Kalau tidak, informasi dari pemberitaan media tak
jadi soal.
4. Mengetahui perbandingan buku yang telah dihasilkan
penulis yang sama atau buku-buku karya penulis lain yang sejenis. Peresensi
yang punya “jam terbang” tinggi, biasanya tidak melulu mengulas isi buku apa
adanya. Biasanya, mereka juga menghadirkan karya-karya sebelumnya yang telah
ditulis oleh pengarang buku tersebut atau buku-buku karya penulis lain yang
sejenis. Hal ini tentu akan lebih memperkaya wawasan pembaca nantinya.
5. Bagi penulis buku yang diresensi, informasi atas buku
yang diulas bisa sebagai masukan berharga bagi proses kreatif kepenulisan
selanjutnya. Karena tak jarang peresensi memberikan kritik yang tajam baik itu
dari segi cara dan gaya kepenulisan maupun isi dan substansi bukunya.
Sedangkan, bagi penerbit bisa dijadikan wahana koreksi karena biasanya
peresensi juga menyoroti soal font (jenis huruf) mutu cetakan dsb.
Nah, untuk bisa meresensi buku, sebenarnya tidak sesulit
yang dibayangkan sebagian orang. Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan siapa
saja yang akan membuat resensi buku asalkan mereka mau. Diantaranya;
A. Tahap Persiapan
1. Memilih jenis buku. Tentu setiap orang mempunyai hobi
dan minat tertentu pada sebuah buku. Pada proses pemilihan ini akan lebih baik
kalau kita fokus untuk meresensi buku-buku tertentu yang menjadi minat atau
sesuai dengan latarbelakang pendidikan kita. Hal ini didasarkan pada kenyataan
bahwa seseorang tidak mungkin menguasai berbagai macam bidang sekaligus. Ini
terkait dengan ” otoritas ilmiah”. Tidak berarti membatasi atau melarang-larang
orang untuk meresensi buku. Tapi, hanya soal siapa berbicara apa. Seorang guru
tentu lebih paham bagaimana cara mengajar siswa dibandingkan seorang tukang
sayur.
2. Usahakan buku baru. Ini jika karya resensi akan
dipublikasikan di media cetak. Buku-buku yang sudah lama tentu kecil
kemungkinan akan termuat karena dinilai sudah basi dengan asumsi sudah banyak
yang membacanya. Sehingga tidak mengundang rasa penasaran. Untuk buku-buku lama
(yang diniatkan hanya sekedar untuk berbagi ilmu, bukan untuk mendapatkan
honor) tetap bisa diresensi dan dipublikasikan misalnya lewat blog (jurnal
personal).
3. Membuat anatomi buku. Yaitu informasi awal mengenai
buku yang akan diresensi. Contoh formatnya sebagai berikut;
Judul Karya Resensi
Judul Buku :
Penulis :
Penerbit :
Harga :
Tebal :
B. Tahap Pengerjaan
1. Membaca dengan detail dan mencatat hal-hal penting.
Ini yang membedakan antara pembaca biasa dan peresensi buku. Bagi pembaca
biasa, membaca bisa sambil lalu dan boleh menghentikan kapan saja. Bagi seorang
peresensi, mesti membaca buku sampai tuntas agar bisa mendapatkan informasi
buku secara menyeluruh. Begitu juga mencatat kutipan dan pemikiran yang dirasa
penting yang terdapat dalam buku tersebut.
2. Setelah membaca, mulai menuliskan karya resensi buku
yang dimaksud. Dalam karya resensi tersebut, setidaknya mengandung beberapa
hal;
• Informasi(anatomi) awal buku (seperti format diatas).
• Tentukan judul yang menarik dan “provokatif”.
• Membuat ulasan singkat buku. Ringkasan garis besar isi
buku.
• Memberikan penilaian buku. (substansi isinya maupun
cover dan cetakan fisiknya) atau membandingkan dengan buku lain. Inilah
sesungguhnya fungsi utama seorang peresensi yaitu sebagai kritikus sehingga
bisa membantu publik menilai sebuah buku.
• Menonjolkan sisi yang beda atas buku yang diresensi
dengan buku lainnya.
• Mengulas manfaat buku tersebut bagi pembaca.
• Mengkoreksi karya resensi. Editing kelengkapan karya,
EYD dan sistematika jalan pikiran resensi yang telah dihasilkan. Yang
terpenting tentu bukan isi buku itu apa, tapi apa sikap dan penilaian peresensi
terhadap buku tersebut.
C. Tahap Publikasi
1. Karya disesuaikan dengan ruang media yang akan kita
kirimi resensi. Setiap media berbeda-beda panjang dan pendeknya. Mengikuti
syarat jumlah halaman dari media yang bersangkutan adalah sebuah langkah yang
aman bagi peresensi.
2. Menyertakan cover halaman depan buku.
3. Mengirimkan karya sesuai dengan jenis buku-buku yang
resensinya telah diterbitkan sebelumnya. Peresensi perlu menengok dan memahami
buku jenis apa yang sering dimuat pada sebuah media tertentu. Hal ini untuk
menghindari penolakan karya kita oleh redaktur.

1. Hoby Membaca
Membaca
tentu bukan asal baca, apalagi membaca apa saja. Kita perlu menetapkan skala
prioritas apa yang kita baca sesuai dengan kebutuhan kita. Misalkan Anda
seorang muslim, dalam satu bulan minimal tiga jenis buku yang perlu dibaca.
Buku tentang keagamaan, buku sesuai dengan latarbelakang pendidikan dan buku
yang sesuai dengan minatnya. Dengan skala prioritas tersebut otak kita tidak
dijejali beragam informasi yang justru membuat kita pusing, tapi informasi yang
sesuai dengan kebutuhan kita sebagai seorang penulis nantinya.
2. Suka Kliping
2. Suka Kliping
Kliping
tak hanya soal gunting menggunting koran. Jaman sekarang, kliping bisa berupa
data digital. Yah, semua orang tahu, kita tinggal mengunduh materi-materi
sesuai dengan kebutuhan kita melalui jejaring dunia maya. Ingat, jangan
terjebak untuk mengoleksi banyak informasi yang sebenarnya tidak kita butuhkan.
Sekali lagi tetapkan prioritas untuk mengkoleksi informasi sebaga bahan mentah
untuk karya yang akan kita buat kelak. Kliping gunanya hanyalah untuk menambah
khasanah karya kita, yang paling penting tetap orisinalitas ide kita dalam
sebuah karya.
3. Miliki Diary
3. Miliki Diary
Diary
(catatan harian) perlu dimiliki oleh (calon) penulis. Diary akan melatih orang
untuk jujur pada diri sendiri. Menuliskan sepenggal goresan spontanitas apa
yang dirasakan. Kelak menulis secara jujur akan sangat berguna bagi karier
kepenulisan. Sebab, bisa mengantarkan penulis untuk menulis dengan hati. Yah,
harapannya ketika orang menulis dengan hati, pesannya akan sampai ke hati juga.
Mulia sekali bukan penulis yang seperti ini.
4. Punyai Buku Sakti
Berbeda
dengan diary. Buku sakti adalah bank data. Berisi kutipan buku-buku yang pernah
kita baca, hasil-hasil penelitian dan juga momen-momen penting yang terjadi di
dunia. Untuk apa buku sakti ini perlu kita miliki? Yah, seperti papatah
mengatakan the palest ink is better than the best memory (tinta yang kabur
sekalipun masih lebih baik daripada ingatan yang tajam). Ketika kita ingin
menulis sebuah karya, untuk memperkaya khasanah kita tinggal membuka bank data
tersebut. Misalnya ketika akan menulis artikel berjudul “Televisi itu Candu”,
untuk memperkayanya, kita tinggal membaca rangkuman dan kutipan buku terkait
televisi yang pernah kita baca beserta hasil-hasil penelitian terkait
dengannya. Adanya buku sakti ini sebenarnya adalah usaha sebuah manajemen
karier kepenulisan agar lebih tertata dengan baik.
5. Bikin Blog
5. Bikin Blog
Blog
ibarat tabungan karya. Memang lebih bagus kalau blog kita itu spesifik dalam
arti wadah menuliskan hal-hal yang tidak beragam. Satu tema saja. Dengan
begitu, ketika kita menuliskan karya dalam blog kita, sesungguhnya adalah
sedang menabung. Kita menabung karya yang punya potensi kelak disulap menjadi
sebuah buku. Selain itu, memiliki blog juga bisa sebagai ajang latihan kita
dalam menuliskan karya. Disana tulisan kita akan mendapat respon dari pembaca.
Dengan demikian menjadi sebuah pembelajaran dan masukan tersendiri agar kelak
kita bisa berkarya lebih baik lagi.
6. Gabung Milis Kepenulisan
Milis
adalah forun diskusi di dunia maya. Kita bisa mengikutinya, banyak sekali milis
tentang dunia kepenulisan. Misalnya milis terbesar kepenulisan seperti penulislepas@yahoogroups.com,
forum_lingkarpena@yahoogroups.com, apresiasi-sastra@yahoogroups.com dsb. Dengan
bergabung dengan milis kepenulisan, kita bisa mendapat banyak informasi yang
mendukung karier sebagai penulis seperti kiat-kiat kepenulisan, bedah karya
maupun beragam informasi lomba kepenulisan di mana kita juga bisa berkiprah di
dalamnya.
7.
Kunjungi Perpustakaan dan Toko Buku
Kemana
orang berlibur? Bisa ke pantai, mall, tempat-tempat wisata dsb. Tapi bagi orang
yang ngebet pingin jadi penulis, liburan bisa digunakan untuk mengunjungi
perpustakaan. Disana kita bisa refresing sekaligus menambah wawasan bagi otak
kita. Ke toko buku juga perlu, selain kita bisa membaca sekilas buku-buku yang
ada. Kita juga bisa mendapatkan inspirasi judul-judul buku yang laris manis di
pasaran. Selanjutnya, kita berharap bisa memunculkan karya atau buku-buku yang
digemari masyarakat pula.
8. Datangi Acara Kepenulisan
Penting
sekali yang ini. Dengan mendatangi acara kepenulisan, terutama acara bedah
buku, kita akan banyak mendapatkan ilmu. Biasanya adalah ilmu tentang proses
kreatif sang pengarang buku. Bagaimana lika-likunya, mulai dari mendapatkan
inspirasi, proses penulisan, mencari penerbit, sampai menyaksikan bukunya bisa
dibaca orang lain dan barangkali bisa best seller, dicetak berulang-ulang.
Dengan mengetahui cerita tersebut, kita juga bisa melakukan hal yang sama.
Menjadi penulis “hebat”. Tentu dengan cara yang berbeda.
9.
Ikuti Komunitas Kepenulisan
Ikut
komunitas kepenulisan itu perlu. Dengan mengikuti komunitas kepenulisan kita
bisa berbagi pengalaman dalam berkarya. Begitu juga bisa saling memberikan
kritikan dan masukan pada karya yang dibuat anggota. Dengan begitu akan matang
sebelum karya benar-benar dikirimkan ke berbagai media maupun penerbit. Dengan
ikut komunitas pula akan memberikan semangat kepada kita untuk berkarya.
Biasanya kita akan terpacu dan bersemangat berkarya ketika ada salah satu
anggota yang karyanya bisa tembus ke media massa maupun bukunya diterbitkan.
10. Angkat Mentor Inspiratif
10. Angkat Mentor Inspiratif
Siapa
mentor inspiratif itu? Dia adalah penulis favorit kita. Kita perlu mengangkat
mentor walaupun tanpa kontak dengannya. Cukup kita mengakrabi karya-karyanya.
Mentor ini gunanya dalam soal gaya menulis maupun bercerita. Bukan hal yang
haram ketika kita mengikuti gaya menulis seseorang. Yang penting kita tetap
punya ide orisinil tersendiri. Adanya mentor yang kita angkat sendiri ini akan
membantu kita. Misalnya, akan menulis novel inspiratif, kita perlu mengangkat
Paulo Choelo sebagai mentor. Ini sekedar contoh saja. Jadi karya kita nantinya
berbau karya dia dalam soal gaya kepenulisan.

Ide atau gagasan sebuah cerita menjadi sebuah dasar atau jiwa dari cerita itu sendiri. Yang membedakan antara skenario dan bentuk tulisan yang lainnya hanyalah dari struktur dan tetek bengeknya saja.
Sebuah cerita yang bagus, tanpa premis yang kuat akan terasa hambar. Premis dalam sebuah skenario biasanya lebih difokuskan pada tokoh utama. Premis kadang dianggap pula sebagai sebuah KONSEP, konsep sentral atau ide cerita dalam penulisan skenario.
Sebagai contohnya begini dan biar gampangnya, saya ambil contoh DIVA saja yang diterbitkan oleh LPPH, yang ceritanya akan dibuat skenario.
Premisnya : Bagaimana seorang ibu yang ingin anaknya menjadi seorang bintang demi mengikuti ambisi masa lalunya yang tertunda, sementara si anak sebenarnya tidak mau menjadi bintang.
Premis biasanya diarahkan dalam konflik. Dalam konflik DIVA ada dua pilihan. Terus menjadi bintang demi ibunya atau dia menolak mentah-mentah dengan segala resikonya.
Nah, dari contoh di atas, premis atau ide cerita yang sederhana itu mengarah pada dua konflik dalam diri tokoh utama. Dari sinilah skenario mulai berproses dengan bagan yang biasa kita kenal :
BASIC IDEA -- BASIC STORY -- SINOPSIS -- TREATMENT -- SKENARIO
Premis mengarah menjadi basic idea (BI), yang merupakan gagasan lebih lanjut dari premis terhadap skenario yang akan kita buat. Dalam BI ini belum ada gambaran tentang cerita, tokoh bahkan adegan demi adegan yang akan kita buat. BI saya anggap perlu, karena ini diperlukan untuk menjaga agar arah cerita tetap berada di jalannya.
Contoh BI yang kita angkat dari premis di atas :
Pada saat ini, begitu banyaknya pemilihan bintang iklan, menjadi penyanyi, menjadi bintang sinetron, menjadi model yang banyak ditayangkan di televisi. Semua berlomba mendapatkannya. Lalu kadang, bila salah satu gugur, akan terjadi saling peluk antara laki-laki dan perempuan, kadang pula saling cium pipi dengan bertangisan entah pura-pura atau benaran. Kadang, ada orangtua yang memaksakan kehendaknya agar anaknya menjadi bintang.
Nah, dari sini kita sudah bisa membayangkan arah skenario yang akan kita buat. Tapi kita belum memiliki acuan yang nyata, bahkan cerita secara garis besarnya pun belum kita punya.
Berangkat dari BI, kita mengarah pada Basic Story (BS). Di dalam BS inilah kita mencoba membuat arahan cerita yang sedikit lebih jelas. Terutama tentang tokoh utama, tokoh pembantu dan tokoh-tokoh lainnya yang diperlukan. Juga kemana arah cerita yang akan kita buat.
Contoh BS kita angkat dari BI
Diva (17 tahun), siswi SMU kelas 2, lebih suka berlatih karate atau naik gunung dari pada menjadi seorang bintang. Tetapi ibunya terus memaksa. Ibunya ingin memenuhi ambisi masa lalunya yang tertunda karena telah dilarang oleh orangtuanya. Diva terpaksa mau menuruti keinginan ibunya demi menyenangkan ibunya, walau dia harus menekan rasa tidak sukanya. Nora, sepupu Diva, ternyata meledek dan menghina ibu Diva yang dianggap miskin. Nora sendiri merasa yakin dia akan menjadi bintang. Diva yang awalnya tidak mau menjadi bintang, akhirnya berusaha keras untuk menjadi bintang. Berhasilkah Diva? Apa yang akan diperbuat Nora?
Nah, secara sederhana BS sudah kita dapatkan. Kita bisa mendapatkan arahan cerita yang lebih lengkap dari sebelumnya.
Setelah BS kita lalui, kita mulai membuat sinopsis. Berbeda dengan sinopsis cerpen atau buku, sinopsis skenario harus dibuat jauh lebih lengkap. Dalam sinopsis skenario, urutan cerita sudah mulai terbentuk, meski belum final. Fungsinya, bila kita hendak mempresentasikan kita sudah punya gambaran utuh cerita.
Biasanya dalam sinopsis diutamakan menceritakan :
- tokoh utama dan tokoh pembantu
- peristiwa dan waktu kejadian
- main story dan side story
- motivasi tokoh
- hambatan-hambatan yang dialami tokoh utama
- jalan keluar dari setiap masalah dan hambatan serta apa yang dilakukan para tokoh
- ending atau penutup dari akhir cerita
Gimana? Cukup mudah, kan? Sekali lagi, saya katakan, pembelajaran ini untuk penulis skenario pemula.
Oke, kita lanjutkan lagi, sekarang kita masuk tentang treatment.
Yang dimaksud dengan treatment adalah sebuah arah atau sketsa yang lebih jelas untuk menuju ke skenario. Di sini susunan cerita sudah terbentuk secara nyata, dimulai dari awal cerita sampai akhir, pergerakan tokoh, kejadian demi kejadian dikemukakan dengan jelas. Sehingga dramatik cerita nampak nyata dan tidak kabur.
Dalam menulis treatment, dialog sama sekali belum dibuat, karena treatment adalah arahan scene by scene yang menceritakan apa yang terjadi dan bagaimana kelanjutan dari scene by scene menuju ending.
Treatment diperlukan, karena selain kita sudah dapat menangkap dan menilai daya tarik cerita secara utuh (juga memudahkan untuk mengoreksinya sebelum membuat skenario), dalam presentasi pun kita dengan mudah menceritakan apa yang ingin kita buat.
Kita harus pahami dulu tentang segala teknis penulisan skenario.
Tentang Setting.
Biasanya di tulis EXT atau INT (Exterior atau Interior) yang menandakan di mana kejadian yang kita tulisan itu terjadi.
Lalu ada tempat yang akan kita tuliskan. Hingga jadinya.
01. Ext - Ruang Kelas
Tentang waktu
Ini perlu dilakukan untuk mengingatkan, kapan kejadian itu terjadi. Hingga jadinya begini :
01. Ext - Ruang Kelas - Pagi
Tentang Pemain
Ada juga skenario yang memerlukan pemainnya dituliskan, dengan maksud, agar yang membaca segera tahu siapa yang bermain dari scene by scene, hingga ketika membuat breakdown, astrada tidak kesulitan lagi untuk mengetahui siapa pemainnya. Tapi tidak semua menerapkan gaya seperti ini.
01. Ext - Ruang Kelas - Pagi
Pemain : Titi, Imel, Agus
Keterangan :
01. Menunjukkan scene pertama, untuk selanjutnya, 02 - ...
Ext. Menunjukkan keterangan di luar
Ruang Kelas. Menunjukkan keterangan ruang kelas, karena ada Ext, maka kejadian itu berada di luar ruang kelas. Bila berada di dalam, maka akan ditulis Int.
Pagi. Menunjukkan kapan peristiwa itu terjadi.
Hal teknis lainnya adalah seputar tetek bengek soal skenario. Misalnya, Cut To. Intercut, dissolve, Voice Over dan lainnya yang dengan mudah bisa kita pelajari. Untuk teknis yang ini silakan membaca buku-buku panduan skenario yang sudah ada.
Yang saya inginkan dalam pembelajaran ini, adalah sisi yang mudah dan sederhana tanpa diribetkan oleh masalah-masalah teknis. Jadi pointnya tetap :
BASIC IDEA -- BASIC STORY -- SINOPSIS -- TREATMENT -- SKENARIO
Sumber: Dokumen FLP