"Valentine adalah trademark nya remaja
yang tengah gandrung dengan cinta kasih. Itu adalah sesuatu yang positif asal,
penerapannya sesuai dengan sunnah nabi dan 'ulama salafussalih. Daripada
mengkafirkan orang, atau rame-rame membid'ahkan ajaran lain, kan lebih baik
mempererat tali silaturahim dengan kasih sayang, dan itu sesuai dengan konsep
Islam Rahmatallil'alamin …“toh wali songo pun tidak 'ujug-ujug' menghapus
ajaran kapitayan, tapi dilakukan konversi kedalam ajaran islam. Mari kita sama-sama
melakukan Konversi Valentine Day kepada bentuk yang Positif, sehingga Valentine
Day menjadi budaya Remaja yang Islamy.”
Bantahan:
1 Kata “jangan atau nggak usah dilarang”
sebagai bentuk keputusasaan dari perjuangan melawan V-day. Kata “jangan dilarang”, ketika ada usaha
sebagian pihak melawan V-Day, adalah bentuk provokasi halus untuk melemahkan
perjuangan anti V-Day.
2
Membungkus V-Day biar keliatan Islamy, atau mencarikan dalil agar V-Day terasa ada di dalam Islam. Ide ini nggak lebih mencampuradukkan antara kebenaran dengan kebatilan. Membungkus V-Day dengan Islam hanya akan menjadi deretan pembenaran atas sebuah kesalahan atau keburukan.
Membungkus V-Day biar keliatan Islamy, atau mencarikan dalil agar V-Day terasa ada di dalam Islam. Ide ini nggak lebih mencampuradukkan antara kebenaran dengan kebatilan. Membungkus V-Day dengan Islam hanya akan menjadi deretan pembenaran atas sebuah kesalahan atau keburukan.
3
. Kalo masih ada yang ngoceh “bikin V-Day jadi positif dan penerapannya sesuai dengan sunnah nabi dan 'ulama salafussalih” itu adalah omong kosong. Mana bisa V-Day yang notabene ajaran kebatilan, diterapkan dengan cara sunnah nabi? Sunah nabi yang mana, Mas? Mencampuradukkan Islam dengan V-Day sama halnya menyatukan racun dengan madu dalam satu gelas. Meski dikasih label madu, tetep aja didalamnya ada racun, dan hanya orang yang kurang waras mau menyantapnya.
. Kalo masih ada yang ngoceh “bikin V-Day jadi positif dan penerapannya sesuai dengan sunnah nabi dan 'ulama salafussalih” itu adalah omong kosong. Mana bisa V-Day yang notabene ajaran kebatilan, diterapkan dengan cara sunnah nabi? Sunah nabi yang mana, Mas? Mencampuradukkan Islam dengan V-Day sama halnya menyatukan racun dengan madu dalam satu gelas. Meski dikasih label madu, tetep aja didalamnya ada racun, dan hanya orang yang kurang waras mau menyantapnya.
4
Kalo ada tuduhan menyudutkan Islam
nggak toleran misalnya, biasanya kita yang muslim udah menyiapkan tameng
membela diri dan berkompromi dengan para penuduh itu, dan mengatakan “ah, islam
itu sangat toleran koq”. Yang begini ini diistilahkan defensive apologetic. Ketika ada yang bilang kalo ajaran V-Day itu
bertentangan dengan Islam, karena sama aja mengikuti ajaran orang kafir, dan
nggak ada tuntunannya dalam Islam alias bid’ah. Maka para pembela V-Day
udah menyiapkan jawaban defensive apologetic-nya dengan mengatakan
“nggak usah begitu, Islam itu khan ajaran yang rahmatan lil ‘alamin berarti senafas
dengan V-Day yang mengajarkan kasih sayang”
5
Tentang dakwah Wali Songo. Sejarah tentang dakwah wali songo musti ditanyakan validitasnya. Ini penting banget lho sobat, karena emang seringkali dakwah wali songo dijadikan dalih untuk menerima adat kebiasaan menjadi suatu yang islamy. Bias juga bisa muncul akibat kesulitan menyeleksi sumber data—yang dalam ilmu sejarah adalah periwayatan. Semakin jauh jarak waktu antara peristiwa dan sejarahwan, semakin luas daerah yang akan ditulis, dan semakin banyak orang yang terlibat, akan semakin sulit untuk dipilih mana riwayat yang akurat dan mana yang tidak. Jangankan menulis seluruh peristiwa di masa itu (yang belum tentu saat peristiwa terjadi, langsung ada yang menulisnya) pada zaman modern saja, dengan alat-alat komunikasi yang sangat canggih, berita tentang seorang selebriti saja bisa sangat bias. (disadur dari buku "Rapor Merah Valentine's Day, karya Luky B Rouf, follow @LukyRouf )
Tentang dakwah Wali Songo. Sejarah tentang dakwah wali songo musti ditanyakan validitasnya. Ini penting banget lho sobat, karena emang seringkali dakwah wali songo dijadikan dalih untuk menerima adat kebiasaan menjadi suatu yang islamy. Bias juga bisa muncul akibat kesulitan menyeleksi sumber data—yang dalam ilmu sejarah adalah periwayatan. Semakin jauh jarak waktu antara peristiwa dan sejarahwan, semakin luas daerah yang akan ditulis, dan semakin banyak orang yang terlibat, akan semakin sulit untuk dipilih mana riwayat yang akurat dan mana yang tidak. Jangankan menulis seluruh peristiwa di masa itu (yang belum tentu saat peristiwa terjadi, langsung ada yang menulisnya) pada zaman modern saja, dengan alat-alat komunikasi yang sangat canggih, berita tentang seorang selebriti saja bisa sangat bias. (disadur dari buku "Rapor Merah Valentine's Day, karya Luky B Rouf, follow @LukyRouf )
Buat yang mau menyiapkan diri dan orang2 di sekitarnya untuk menjadi pemimpin perubahan..
klik disini http://www.4shared.com/document/JGfKJXdm/be_teenager_be_leader.html
klik disini http://www.4shared.com/document/JGfKJXdm/be_teenager_be_leader.html
- Pendidikan Pergaulan & Reproduksi Islam For TEENS only
- Kenapa sih kita Harus ikut pelatihan ini ??
- Karena kalian adalah R-E-M-A-J-A!!
- Ada apa sih dengan remaja?
Di ujung gang sempit dan bau, seorang pemuda ceking terkulai lemas. Matanya melotot dan berwarna merah, mulutnya berbusa. Di sampingnya tergeletak botol minuman keras merek terkenal yang isinya sudah ludes diminum. Ia pingsan dan menjadi tontonan banyak orang. Di sudut terminal angkutan kota terjadi keributan Seorang anak dipukuli rame-rame oleh belasan anak lainnya. Dilihat dari penampilannya, mereka adalah pelajar. Sebab, masih melekat seragam sekolah di badannya. Itu artinya mereka masih "bau kencur", tapi level nekatnya udah tinggi. Bagi mereka, kenekatan adalah harga mati untuk dimiliki dalam situasi dan kondisi seperti itu.
Saat liburan kemarin, puluhan bahkan ratusan anak ngadak-ngadak jadi "gembel". Ngakunya sih anak punk. Mereka anti kemapanan, anti formalitas, dan yang jelas mereka ingin punya kebebasan dengan caranya sendiri. Aduh, banyak banget tuh temen remaja yang begitu. Selain itu ada juga kelompok yang masih sodaraan ama punk, yaitu skinheads Aliran yang "berkiblat" ama Nazi ini konon lebih brutal dan rasis (benci ama kelompok tertentu) dibanding punk lainnya. Di negara asalnya, kelompok yang biasa disebut Skinheads Nazi ini emang sangat berbahaya. Pokoknya kalo gerombolan si kepala plontos ini berada di jalanan. Semua orang merasa kudu minggir. Sebab, jangan-jangan bakal disepak kalo nggak mau minggir. Kelompok ini rasis banget. Prinsipnya, selain suku bangsa Arya—nenek moyangnya orang-orang Jerman—harus ditumpas. Iiihh, ngeri banget. Kalo sampai ada di negeri ini, ih, amit-amit deh, meskipun tampang mereka imut-imut.
Beberapa contoh tadi cukup memberikan gambaran kepada kita, bahwa dunia remaja sekarang makin tambah rame. Gimana nggak, sepertinya beragam model gaya hidup seperti gelombang. Datang bersusulan dan menjadi tren anak muda sekarang. Aneh bin ajaib. Sebagian besar teman remaja kena sihir dan tergoda mengamalkannya. Di sekolah, di kampus, di mal, di pasar tradisional, sampe di jalanan, banyak remaja yang bak layar kaca. Korban iklan. Mereka latah ikutan tren yang ia lihat di televisi. Hidupnya nyantai. Malas belajar. Hobinya ngeceng. Napsu belanjanya gede. Dan nggak heran pula bila model remaja sekarang bener-bener bikin ketar-ketir. Yang menonjol adalah aktivitas salah, bukan amal shaleh. Kalo begitu, kita jadi ingin bertanya, masihkah remaja kita punya idealisme?
Wah? Sulit menemukan remaja yang bener-bener idealis. Yang menjadikan dalam hidupnya penuh kreativitas dan produktivitas. Menghasilkan karya yang berguna buat bangsa dan negara. Suer, bener-bener sulit menemukan sosok remaja yang ideal kayak begitu. Anehnya, kini kita malah menemukan sosok remaja yang seneng hura-hura. Nggak mau kerja keras. Belajar susah, dikasih tugas ogah, yang kreatif bisa dihitung dengan jari. Dan yang bikin kelas "hidup" orangnya cuma itu-itu aja. Pantas aja bila yang rame dijejali pengunjung adalah kantin, kafe, diskotik, dan mal. Sementara perpustakaan, masjid, dan mushola sekolah bener-bener sepi. Masjid aja baru akan "laku" kalo pas jumatan aja, atau paling banter sekadar tempat melepas lelah. Aduh, begini amat, ya?
Adanya globalisasi serta revolusi komunikasi dan informasi yang berlangsung pada paruh kedua abad ini, telah menjadikan dunia seakan-akan berubah menjadi sebuah dusun kecil yang terpencil. Akibatnya, hampir-hampir tidak ada satu rumah pun di dunia ini yang tidak dimasuki oleh arus informasi, baik informasi yang dapat dibaca maupun yang bersifat audio visual. Lebih dari itu, invasi media massa tersebut telah masuk langsung ke ruang-ruang keluarga, bahkan ke kamar tidur seorang remaja muslim lewat siaran televisi, film, atau melalui media internet.
Sebagaimana diungkapkan oleh Akbar S. Ahmed (1992), tidak ada ancaman yang lebih gawat terhadap eksistensi masyarakat Islam daripada ancaman serbuan media Barat. Pada hakekatnya, serbuan media Barat ini jauh lebih berbahaya dari masa kolonial di abad yang lalu. Bagi kaum muslimin, media Barat mengancam pada titik yang paling dasar dari kehidupan keluarga Muslim. Acara-acara media massa tersebut senantiasa secara langsung menjadi sarapan bagi anak-anak kita di waktu pagi, sekaligus hiburan mereka di waktu senggang. Sehingga baik disadari atau pun tidak. Perkataan mereka, kebiasaan mereka, canda tawa mereka, tidak akan jauh berbeda dengan apa yang mereka dengar, lihat dan saksikan di media massa, televisi misalnya. Secara tidak langsung juga, pola hidup dan tingkah laku mereka dibawah bimbingan media massa yang senantiasa menyertai dan melingkupi kehidupan mereka saban hari. Dan tentunya, sosok remaja muslim termasuk salah saru sasaran yang paling empuk sistem paradaban modern tersebut.
Kebebasan pergaulan antara pemuda dan pemudi, seks bebas, di peradaban sekarang sudah menggila. Semuanya jelas terekam dalam mode busana, iklan –yang lebih pada eksploitasi terhadap wanita--, hiburan, dan sampai ke cara berpikir mereka --yang lebih cenderung didominasi oleh piktor (pikiran kotor). Aktivitas seks pra nikah sudah mewabah dan menjalar bak virus yang mematikan. Pola hidup waqi’iyyin (titik tolak perbuatan atas dasar kebanyakan kenyataan yang tengah terjadi), permisiv (serba boleh) dan hedonis (kesenangan dan kenikmatan materi sebagai tujuan utama dalam hidup) melanda kebanyakan remaja kita.
Dan akibat kronis dari itu semua, sudah sangat terasa. Prahara seksual telah menjadi salah satu unsur nestapa peradaban manusia-manusia durjana. Manusia yang telah terdehumanisasikan, jiwanya semakin mengering akibat menebalnya berbagai pelanggaran terhadap syari’at Islam. Pelecehan seksual, pacaran (sebelum nikah), pornografi, selingkuh, prostitusi, pemerkosaan, dan aborsi, bukan lagi merupakan kasus satu dua. Tapi sudah menjadi hiasan peradaban abad kiwari.
Tawuran remaja bukan sekedar kasus satu dua lagi, tetapi sudah merupakan “trend” remaja-remaja SMU maupun SMP. Bahkan mahasiswa yang kita anggap sudah matang cara berfikir dan bertindaknya, beberapa waktu yang lalu, juga ikut-ikutan tawuran. Sungguh-sungguh sangat memalukan!
Nggak murni salah remaja
Tentu saja mereka tak sepenuhnya bisa disalahkan. Masalah utamanya, mereka terus dirangsang oleh pesan-pesan yang salah dari lingkungan mereka. Pembawa acara stasiun televisi MTV, misalnya, menyapa audiens mereka dengan, ''Hai, Anak Nongkrong!'' Nongkrong tentu saja adalah kegiatan tidak produktif dan tidak mendorong orang untuk kreatif, tapi gaya itulah yang justru dilekatkan pada kaum muda. Banyak majalah atau program televisi dan radio yang ditujukan pada remaja juga mendorong kaum harapan bangsa itu untuk memprioritaskan rekreasi.
Nah, karena dirangsang untuk tidak produktif itulah, maka akhirnya remaja menjadi malas untuk berkreasi. Boro-boro kreatif dan produktif, generasi harapan bangsa ini malah menjadi plagiator ulung. Tak punya idealisme. Padahal idealisme itu ibarat darah yang senantiasa mengalir dalam tubuh kita. Bicara idealisme, adalah bicara tentang hidup dan mati, tentang harga diri, tentang sikap, dan tentang tujuan dan target kita dalam hidup ini. Bayangin aja, bila orang sama sekali nggak punya idealisme, hidupnya nggak karuan. Ibarat orang bepergian tapi nggak tahu harus pergi ke mana. Pokoknya di mana banyak orang turun dari kendaraan, ia akan ikutan turun. Nggak peduli itu di mana dan akan ngapain. Jadi, boro-boro bisa menentukan cara-cara untuk mewujudkannya, lha wong dia sendiri nggak tahu harus ke mana. Idih, kasihan banget ya? Itulah sebabnya, kita kudu punya idealisme. Terlepas dari benar atau salah. Idealisme itu perlu ada dalam diri kita. Tentu yang lebih afdhol adalah idealisme yang bener dan baik dong. Apalagi kalo bukan Islam. Iya nggak?
Menurut A.P.E. Konver dalam bukunya, Sarekat Islam: Gerakan Ratu Adil?, banyak rakyat kecil yang begitu memuja Haji Oemar Said Tjokroaminoto karena perjuangannya membebaskan mereka dari penderitaan berabad-abad. Sebegitu kagumnya rakyat pada tokoh Sarekat Islam ini, sampai-sampai mereka rela berdesakan hanya sekadar ingin bertemu dan menatap wajahnya. Tokoh kharismatik ini dianggap sebagai Ratu Adil alias "penyelamat" dalam mitos budaya Jawa. Tjokroaminoto atau Oemar Said, adalah putra seorang ulama asal Ponorogo, sewaktu masih mudanya tidak jauh berbeda dengan anak-anak yang lain. Meski ningrat, tapi suka bergaul dengan anak-anak kampung. Selain bengal dan suka berkelahi terutama dengan sinyo-sinyo Belanda. Oemar Said juga dikenal memiliki semangat juang yang tinggi. Ia misalnya, dalam usia dua puluh tahun menyelesaikan kuliahnya di OSVIA—sekolah gubernemen yang menyiapkan murid-muridnya untuk menjadi pamong praja. Waktu berjalan terus, dan akhirnya ia pun memimpin rakyat untuk menggelorakan perjuangan melawan Belanda. Cukup pantas memang memiliki idealisme seperti beliau.
Pertanyaannya sekarang, masih adakah remaja yang punya idealisme? Ih, amit-amit deh kalo ada remaja yang nggak punya idealisme. Pasti deh hidupnya nggak jelas juntrungannya. Kemana angin berhembus, ke sanalah ia akan terbang. Persis seperti kapas yang diterbangkan angin ke sana kemari. Remaja yang nggak punya idealisme sama artinya dengan remaja yang nggak punya pegangan hidup. Selanjutnya, jelas ia nggak memiliki tujuan, apalagi target dalam hidupnya. Yang penting bisa hidup hari ini, kehidupan besok gimana nanti aja. Aduh, jangan sampe kamu berpikiran sumpek seperti itu. Hati-hati ya! Bener, jangan sampe begitu.
Perlu idealisme
Kamu tahu nama perusahaan Honda kan? Nah, ini ada cerita menarik tentang kerajaan bisnis otomotif ini. Dulu, ada seorang bocah Jepang bernama Honda. Waktu kecilnya, seperti bocah ingusan lainnya, senang main. Suatu ketika, ia diajak berenang oleh temannya. Namun ia menolak ketika diminta nyebur ke kolam. Setelah diledekin, akhirnya doi mau. Padahal, ia nggak bisa berenang sama sekali. Tapi dengan keberanian dan tekad yang kuat, akhirnya ia bisa terjun ke kolam dan akhirnya bisa berenang. Konon kabarnya, pengalaman ini menjadi sangat berarti bagi hidupnya. Bahwa segala sesuatu itu akan kita ketahui dan rasakan setelah kita mencoba terjun ke dalamnya. Bukan sekadar teori, tapi terjun langsung. Sampai akhirnya, cita-cita mendirikan usaha otomotif pun bisa diraihnya. Sebab itu merupakan bagian dari idealismenya. Pendek kata, idealisme itu ibarat "nyawa" dalam kehidupan kita. Bisa kamu bayangkan sendiri, bahwa ketika kita nggak punya tujuan yang hendak dicapai, rasanya garing banget hidup ini. Beda dengan orang yang punya idealisme. Ia akan termotivasi untuk mewujudkan impiannya. Dan itu berarti sebuah perjuangan.Rintangan seberat apapun akan dianggap sebagai sebuah tantangan yang kudu ditaklukkan.
Kalo kamu nggak punya idealisme, tentu buat apa sekolah tinggi-tinggi, setelah lulus mau ngapain, mau berkeluarga apa nggak, anak kamu nanti diarahkan kemana. Bayangin, pertanyaan seabreg-abreg ini mau dijawab gimana kalo nggak punya idealisme. Dengan memiliki idealisme, tujuan hidup kita jadi terarah, memiliki target yang jelas, dan pasti punya strategi dalam mewujudkan segala kehendak kita. Dan jangan mau kita cuma jadi anak "polos". Imam asy-Syafii mengatakan bahwa: "Sesungguhnya kehidupan pemuda itu, demi Allah hanya dengan ilmu dan takwa (memiliki ilmu dan bertakwa), karena apabila yang dua hal itu tidak ada, tidak dianggap hadir (dalam kehidupan) . Sabda Rasulullah saw: "Apabila Allah menginginkan kebaikan bagi seseorang maka dia diberi pendalaman dalam ilmu agama. Sesungguhnya memperoleh ilmu hanya dengan belajar." (HR. Bukhari).
Sosok remaja adalah salah satu kelompok masyarakat idaman umat. Karena potensi remaja yang cukup besar, tidak heran jika kontribusi dan peran mereka sangat diharapkan dan didambakan oleh kebanyakan masyarakat. Terlebih seorang remaja muslim, mereka merupakan sosok generasi harapan umat, agar Islam jaya di hadapan peradaban lain, serta kaum muslimin nyata-nyata menjadi umat yang terbaik; beriman kepada Allah, menyeru kepada yang ma’ruf sekaligus mencegah segala bentuk dan ragam kemungkaran yang ada.
Remaja muslim-lah yang akan menjadi penentu nasib kaum muslimin dan sistem kehidupan Islam ini kelak. Sehingga tidak terlalu berlebihan jika kita katakan bahwa sosok remaja muslim adalah, suatu potensi besar penentu tegak dan eksisnya peradaban Islam, sekarang dan akan datang. Menyongsong abad 21 yang penuh dengan kompetisi, remaja Islam sangat ditantang perannya dalam konteks global.
Karenanya, tidak heran jika sering berbagai pihak “berebut” memanfaatkan remaja yang sarat dengan potensi tersebut. Oleh sebab itu, permasalahannya kemudian adalah, ke mana arah potensi besar itu akan tersalurkan? Potensi yang besar remaja sesungguhnya tidak otomatis akan dapat memberikan kontribusi yang baik dan benar untuk suatu situs kehidupan. Potensi besar remaja juga tidak menutup kemungkinan akan mengarah pada hal-hal yang negatif dan pengrusakan sistem kehidupan.
Kudu dibina dari sekarang
Benar, kita kudu mempertahankan idealisme yang kita miliki. Nggak boleh luntur dan pudar. Ibarat batu karang di laut. Sekeras apapun terjangan gelombang, batu karang tetap tegar menantang. Tak gentar menghadapi berbagai godaan. Emang, kalo kita mencoba inisiatif bikin pengajian, bersikap kritis terhadap kondisi lingkungan kita, selalu aja jadi sasaran empuk cemoohan. Baru aktif di mesjid aja udah banyak mulut-mulut usil. Baru sehari pakai jilbab ke sekolah, udah banyak yang ngerecokin. Dibilangan "sok alim lah", disebut "bau surga lah". Prinsipnya, banyak halangan menuju idealis. Tapi nggak usah bingung bin stres. Kondisi ini nggak akan berlangsung lama. Mereka bakal pegel sendiri. Kuat-kuatan aja. Apalagi kita ada di jalan yang bener. Idealisme yang kita miliki bukanlah kacangan atawa yang nggak bener. Kita kudu bangga punya idealisme Islam. Bener, kudu bangga banget, kawan. Sebab kita berjuang untuk Islam. Dan inilah idealisme yang emang sulit dikalahkan. Firman Allah Swt.:
"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): "Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu". (TQS. Fushilat 30)
Well, meski demikian, idealisme nggak muncul secara otomatis dalam diri kita. Namun butuh proses. Butuh upaya untuk membentuknya. Itu sebabnya, diperlukan kekritisan dalam bersikap, mampu menangkap realitas kehidupan yang ada, menyikapinya dan memberikan solusi. Ghirah (semangat) Islam kita pun perlu ditumbuhkan. Selain itu, akrab dengan pemikiran-pemikiran Islam melalui berbagai kajian, dan mampu menerjemahkannya untuk menyelesaikan berbagai problem kehidupan. So, idealisme itu bukan impian, tapi sebuah kenyataan yang bisa diwujudkan.
Kepribadian Remaja Muslim Menyongsong Abad 21
Kondisi remaja yang mengenaskan demikian tentu tidak menjadikan kita patah semangat untuk memperbaiki keadaan remaja sekarang, apalagi berpaling dari tanggung jawab. Sungguh ini suatu kemaksiatan yang sangat besar. Islam sangat membenci perilaku tidak peduli kadaan sekitar. Rasulullah saw. bersabda:
“Barang siapa yang bangun pagi hari, ia hanya memperhatikan masalah dunianya, maka orang tersebut tidak berguna apa-apa di sisi Allah; dan barang siapa yang tidak pernah memperhatikan urusan kaum muslimin yang lain, maka mereka tidak termasuk golonganku” (HR Thabrani dari Abu Dzar Al Ghifari).
Sebagai seorang muslim, memperbaiki keadaan masyarakat yang rusak merupakan suatu kewajiban, yang kalau dilalaikan, bukan saja akan mengacaukan tantan kedidupan masyarakat di dunia. Tetapi jika hal tersebut dilalaikan, akan mendapat adzab yang pedih dari Allah kelak di akhirat. Remaja ideal yang senantiasa didambakan dan dirindukan umat ini harus terus diupayakan oleh berbagai pihak dengan segenap kemampuan yang dimiliki.
Memperbaiki keadaan remaja muslim sesungguhnya tidak ada bedanya dengan memperbaiki kelompok manusia lainnya yang ada di masyarakat. Karena fakta yang terjadi sesungguhnya tidak ada bedanya, yakni di suatu masyarakat tersebut terjadi suatu kemungkaran –yang dilakukan remaja— yang wajib dicegah.
Dan tiada jalan lain untuk memperbaiki keadaan yang rusak tersebut kecuali dengan melakukan perubahan pemikiran yang ada pada generasi muslim khususnya, dan masyarakat di suatu wilayah tersebut secara umum. Karena sentra permasalalahannya sesungguhnya terletak pada pemikiran mereka yang dihinggapi oleh pemikiran-pemikiran Barat yang sangat bertentangan secara diametral dengan pemikiran Islam. Benak remaja muslim kita sudah banyak dirasuki dan dirusak oleh pemikiran kebebasan dari Barat. Pemikiran Barat tersebut harus kita porak poranda dan menggantikannya dengan pemikiran-pemikiran Islam. Dalam konteks perubahan pemikiran ini Allah SWT berfirman (yang artinya):
“Sesungguhnya Allah tidak akan berubah kadaan suatu kaum kalau mereka tidak merubah keadaan mereka sendiri” (TQS. Ar Ra’d 11)
Perubahan pemikiran inilah yang nantinya menjadi landasan pemahaman dia yang akan mendorong seorang remaja muslim dalam bertingkah laku. Pemikiran Islam mengharuskan setiap generasi muslim menjadikan Allah dan Rasul-Nya sebagai satu-satunya rujukan dalam berfikir dan menilai semua kejadian dan permasalahan yang ada. Allah SWT berfirman (yang artinya):
“Dan apa-apa yang berasal dari Rasul, maka ambillah, dan apa-apa yang yang dilarangnya maka jauhilah” (TQS Al Hasyr 7).
Tidak cukup di situ, Islam juga mewajibkan kepada setiap ummatnya --termasuk remaja muslim—untuk menjadikan hawa nafsunya, segala kecenderungannya serta tingkah polanya selaras dengan tuntunan Nabi Muhammad saw. Tidak akan sempurna keimaman seorang muslim jika hawa nafsunya tidak mengikuti apa-apa yang dibawa Rasulullah saw. Dari Abi Muhammad ‘Abdillah bin ‘Amr bin Al ‘Ash telah berkata bahwa Rasulullah saw. telah bersabda:
“Tidak sempurna keimanan seorang muslim sehingga hawa nafsunya mengikuti terhadap apa-apa yang dibawa aku bawa.”
Ringkasnya, remaja ideal yang dikehendaki Islam dan senantiasa dirindukan oleh kaum muslimin adalah remaja yang cara berfikir dan bertingkah laku sesuai dengan ajaran-ajaran Islam, artinya sosok remaja muslim yang memiliki kepribadian yang Islamiy (syakhshiyyah Islamiyyah).
Seorang yang memiliki syakhshiyyah Islamiyyah akan peka terhadap nasib dan kondisi kaum muslimin. Kebahagiaan seorang remaja muslim yang berkepribadian Islamiy tiada lain kecuali dalam segala detak jantungnya, ayunan langkahnya senantiasa mengharapt ridha Allah SWT semata. Seorang remaja ideal menurut pandangan Islam akan senantiasa bahagia melaksanakan kebaikan dan sangat benci dengan beragam kemungkaran yang ada.
Sungguh figur para shahabat Rasulullah adalah model paling ideal untuk kita jadikan idola sebagai remaja yang senantiasa didambakan ummat. Tidak ada alasan sedikitpun bagi kita untuk menunda mewujudkan ramaja-ramaja yang demikian. Karena, hanya dengan remaja tipe inilah yang akan sukses menguasai era globalisasi yang semakin dahsyat gaung peradabannya. Kalau tidak, remaja kita akan tetap terlarut dan terpuruk serta akan menjadi sampah korban globalisasi yang semakin mengenaskan dan mengerikan. [] (lbr)
Menjadi idola, artis populer, model terkenal, kaya raya, barangkali itu impian remaja masa kini. Bahkan orang tua pun termasuk sosok yang selama ini sangat mendukung dan merasa bangga, kalau anaknya melejit jadi bintang. Sampai merekapun rela susah payah mengantar dan menunggui anaknya untuk ikut audisi di berbagai kontes yang marak diselenggarakan oleh stasiun televisi.
Maraknya berbagai program instant menjadi bintang, tidak lain karena diilhami oleh suksesnya program Akademi Fantasi Indosiar (AFI). Respon AFI begitu membahana dan mengena di hati masyarakat. Buktinya, pada setiap konser AFI digelar, begitu padatnya pemirsa yang hadir sembari membawa spanduk atau poster bintang favorit mereka. Nggak cukup itu, banyak pemirsa televisi yang mengirimkan sms maupun premium call untuk mendukung akademia favorit mereka.
Saat dirilisnya album AFI I juga telah menuai sukses penjualan hingga lebih dari 400 ribu keping yang mendapatkan penghargaan double platinum. Tidak aneh kalau kemudian penyelenggara mempertahankan ajang ini. Program ini telah menjadi bisnis yang ‘super’ menguntungkan. Bahkan untuk meluaskan pasar, Indosiar juga menggelar AFI yunior. Ruarrr biasa.
Tentu dengan apresiasi yang wah, menjadi daya tarik bagi pengusaha pertelevisian untuk niru program serupa. Maka munculah Indonesian Idol yang merupakan franchise-nya American Idol yang juga ditayangkan di RCTI. Acara ini pun mendapatkan sambutan yang heboh dari para remaja. Terbukti dengan banyaknya peserta audisi dari berbagai kota besar di Indonesia, hingga tercatat lebih dari tiga puluh dua ribu peserta audisi. Nampaknya ini pun juga mengusik stasiun televisi yang lain untuk menjaring calon-calon bintang. Maka TPI pun menyiapkan audisi di berbagai kota besar untuk program Kontes Dangdut TPI-nya (KDI).
Be Islam The One Answer
Dunia tengah memasuki era globalisasi sebagai hasil rekayasa teknologi informasi. Era ini telah membawa manusia pada budaya global, budaya ngepop yang melahirkan remaja instant. Sehingga menyeret manusia (baca: umat Islam) untuk jauh dari konsepsi masyarakat Islam, berdasarkan aqidah dan syariah Islam. Sekarang mereka lebih mirip dan bahkan mungkin bisa dikatakan sama dengan masyarakat Barat yang ‘super’ sekuler. Walaupun mereka berdalih bahwa begitulah manusia modern itu, meski sebenarnya bukan modern tapi bejat. Kasihan memang.
Prinsip sosio budaya yang dipraktekkan oleh umat Islam telah jauh dari prinsip Islam, apakah itu dari segi hubungan pria maupun wanitanya, hiburan, kesenian, busana hingga pandangan hidupnya. Pandangan terhadap karir dan popularitas menjadi sebuah dambaan bagi para remaja. Dengan modal tampang keren, wajah cantik atau ganteng, tubuh dan suara indah jadi perantara buat mereka untuk memuluskan angan-angan jadi artis, bintang film, peragawan dan peragawati, tanpa memandang apakah aktivitas itu bertentangan ataukah tidak dengan aturan-aturan yang diturunkan oleh Allah SWT yang menciptakannya.
Islam adalah din yang sempurna yang di dalamnya mengatur segala aspek kehidupan. Termasuk diantaranya hubungan pria dan wanita, pandangan terhadap kesenian, dll., Allah Berfirman :
“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman: hendaklah mereka menjaga pandangannya dan memelihara kemaluannya: yang demikian itu lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang mereka perbuat Dan katakanlah kepada wanita-wanita mukmin hendaklah mereka menahan pandangannya, dan menjaga kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya,……….(Qs an-Nur 30-31).
“Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anakmu dan istri-istri orang mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka ……” (Qs. al-Ahzab 59).
Di samping perintah-perintah di atas, Allah juga memberikan peringatan-peringatan. Di antaranya dari sabda Rosul SAW: “Ada dua golongan calon penghuni neraka yang belum saya lihat sekarang, Yaitu pertama……, kedua wanita-wanita yang berpakaian tetapi telanjang, yang berlenggak-lenggok dan rambut kepalanya menonjol seperti punuk unta. Mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, padahal bau surga itu dapat dicium dari perjalanan sejauh sekian & sekian” (HR. Muslim).
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka” (HR. Abu Daud).
Dari beberapa nash di atas sudah cukup kiranya bagi kita semua bahwa ajang-ajang yang marak saat ini yang ditayangkan di televisi adalah bentuk kemaksiatan kepada Allah SWT. Sehingga perlu kiranya para remaja khususnya termasuk orang tua benar-benar memperhatikan hal ini. Oleh karena itu patutlah kita merenungi Ayat: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu…(QS. at-Tahrim 6).
Khatimah
“Suatu saat nanti, kaumku akan mengikuti kebiasaan orang kafir, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, hingga bila mereka masuk ke lubang biawakpun akan diikutinya” (al- Hadits).
Gambaran sebagaimana yang dinyatakan Rosul dalam sabdanya pada saat ini benar-benar terjadi.
Apa yang menimpa manusia umumnya dan remaja khususnya tidaklah tepat kalau hanya ditimpakan kepada remaja semata. Tetapi justru negaralah sebenarnya yang memilki tanggung jawab besar, karena telah menerapkan sistem kapitalis, dimana UU serta kebijakan yang ditetapkan tidak bersandar pada halal-haram tetapi hanya manfaat semata, yang pada gilirannya kebebasan dan kemaksiatan merebak dimana-mana dan remaja pun akhirnya jadi korban akibat mereka tidak mendapatkan pemahaman Islam yang memadahi.
Sehingga untuk melepaskan diri dari semua itu haruslah ada upaya penyadaran bagi para remaja, orang tua terhadap Islam. Lebih-lebih bagi negara yang paling bertanggung jawab dalam hal ini, karena telah memberikan peluang kemaksiatan merebak dimana-mana.
Tidak ada jalan lain kecuali hanya mewujudkan negara yang menerapkan Islam secara menyeluruh. Karena hanya dengan itulah manusia pada umumnya dan generasi muda pada khususnya bisa diselamatkan dari kekejaman kapitalisme. (lbr)
ABG atau remaja secara fisiologis dan psikologis adalah masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa. Di saat itulah terjadi perkembangan pesat dari fisiknya, hormon-hormon yang sebelumnya diproduksi tubuh dalam jumlah sedikit, pada masa ini mulai meningkat. Sebagai seorang yang baru mulai mengalami perubahan yang mencolok dalam hal fisik, mereka rentan menjadi pribadi yang bingung. Sayangnya kondisi tersebut tidak dibarengi dengan perkembangan psikologi yang sepadan. Hal inilah yang kemungkinan besar menjadi penyebab mengapa mereka selalu ingin tahu dan mencoba. Apalagi didukung dengan fakta pergaulan bebas yang sering di tayangkan di teve dari pagi sampai pagi kembali.
Di negeri ini pada umumnya orang menganggap aktivitas sex pra nikah tidak dibenarkan, tapi dengan serangan gencar budaya-budaya bule yang masuk, bahkan ada yang mengatakan secelup dua celup dengan pacar sendiri khan tidak apa-apa. Aktivitas seksual bukan menjadi hal yang tabu, bahkan yang sudah menikah lalu melakukan kumpul kebo atau samen liven tidak terhitung jumlahnya.
Pacaran atau seks haram tidak dikehendaki oleh Islam. Namun kalau kita melihat ada sebagian yang masih menjujung tinggi nilai-nilai pacaran (baca : mengagumi), sebenarnya mereka salah dalam pengimplementasian cinta. Cinta, lima kata itu, memang kadang membuat dilema, betapa tidak karena cinta itulah akhirnya ABG atau siapa saja mulai siap memasuki dunia pacaran.
Cinta itu sendiri adanya pada diri manusia adalah natural/alamiah, merupakan pemberian dari Allah sebagai potensi kehidupan bagi manusia, yang merupakan perwujudan dari naluri manusia berupa naluri untuk meneruskan keturunan (gharizatul nau). Adanya cinta pada diri manusia tidak akan dihizab, sebab itu adalah qadha' (keputusan) Allah, orang ingin bercinta itu wajar/normal, sebab dalam dirinya memang ada naluri itu. Tapi yang akan dihizab oleh Allah adalah kemana si empunya naluri menggerakkan naluri dan kepada siapa diberikan cinta itu.
Dampak Pacaran; Meringis
Ada yang mengambil pacaran sebagai jalan untuk mengenal lawan jenisnya yang entah nanti diteruskan dalam bentuk keluarga atau tidak, artinya bisa saja orang pacaran karena ingin menguji pacarnya apakah dia setia/ cinta atau tidak, lalu akhirnya terjadilah hamil diluar nikah. Kalau sudah begitu orang tua juga akhirnya kalang kabut.
Mungkin ini yang lebih gila, setelah kedua pasang manusia telah melakukan free sex, kemudian lahir bayi. Keduanya merasa belum siap untuk jadi orang tua, akhirnya aborsi-lah jawabannya. Datang ke dukun beranak, dokter, atau dipaksa dikeluarkan sendiri si jabang bayi tak berdosa itu, lalu dibuang ke tempat sampah.
Alasan yang lain, yang biasanya diajukan oleh mereka penggetol pacaran bahwa pacaran itu ‘bikin hidup lebih hidup’. Sungguh, sebuah alasan yang sangat tidak logis, bagaimana bisa dikatakan sang pacar adalah spirit ketika belajar atau bekerja. Padahal kenyataan di lapangan sangat berbeda. Kalo emang pacaran bisa menambah semangat belajar, tapi kenapa banyak yang amburadul sekolahnya gara-gara menjalani aktivitas ini? Tiap malam minggu selalu ada jadwal wakuncar alias waktu kunjung pacar. Lalu kapan mau belajarnya?
Pacaran ; Jalan Iblis
Allah SWT berfirman : "Dan, janganlah kalian mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk" (TQS. Al-Isra 32)
Rasulullah Saw, bersabda "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah tidak melakukan khalwat dengan seorang wanita yang tidak disertai muhramnya, karena sesungguhnya yang ketiga adalah syetan"
Berduaan alias khalwat biasa dilakukan oleh mereka yang pacaran, meski juga ada tambahan ritual lain, mulai dari pegangan, cubit-cubitan sampai kiss to kiss. Yang jelas aktivitas macam itulah mendekati zina atau zina itu sendiri. Ketika berduaan sesuai dengan hadits diatas, maka yang ketiga adalah syetan. Maka apa yang dibisikkan oleh syetan kepada keduanya, laki-laki akan memandang si perempuan dengan pandangan bukan lagi sebagai manusia layaknya, tapi sudah pandangan yang berlawanan jenis, sebagai ‘binatang’, bisa kita bayangkan sendiri akibatnya.
Bagaimanapun zina atau aktivitas mendekati perzinaan oleh Allah sudah dicap sebagai perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk. Ini sebuah indikasi atau tanda betapa aktivitas pacaran itu adalah haram. Tidak akan berubah menjadi halal bahkan wajib. Pacaran itu, walaupun dengan alasan banyaknya pasangan suami isteri yang bercerai, karena dulu tidak pernah saling mengenal lewat pacaran. Sebuah logika yang dibangun atas dasar nafiyah (kemanfaatan), jelas-jelas itu tertolak oleh syariat.
Manis memang cinta itu, tapi tidak harus dan tidak boleh diwujudkan dalam bentuk pacaran. Cinta seorang laki-laki kepada wanita atau sebaliknya yang keduanya bukan mahram hanya boleh ada dalam pernikahan atau persaudaraan sesama muslim, tidak lebih dari itu. Allah SWT berfirman : “Dan, diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan Allah, mereka mencintainya (tandingan tadi) sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah” (TQS. Al-Baqarah 165).
Silang pendapat seputar pendidikan ideal masih terus mengucur dan di seminarkan di berbagai tempat, mulai dari masalah kurikulum sampai masalah sisitem pendidikan. Pro dan kontra semakin marak, sebagian mengatakan bahwa saat ini pendidikan telah final dan ideal, sementara yang lain menyanggah bahwa masih perempat final dan jauh dari makna ideal. Para pelajar yang mulai berfikir kritis ikut bertanya, kemana mereka akan di bawa ?
Fakta Berbicara
Tanpa rasa sungkan, perlu diungkapkan bahwa dunia pendidikan menyimpan banyak potret buram yang dilakonkan oleh para pelajar sendiri. Banyak yang menggambarkan prototype khas pelajar sekarang adalah rambut awut-awutan, seragam butek tak terawat, tak pernah lepas dari rokok, yang laki menancapkan anting di kuping sebelah, aksi corat-coret menjadi semacam seni yang dianggap sah saja di kalangan mereka, tawuran, ngompas dan masih banyak lagi.
Sementara di sisi lain ada orang tua karena ketidakmampuan ekonominya, membiyai uang gedung, sumbangan ujian, dan sumbangan ilegal lainya, tengah mengais-ais rupiah di traffic light sambil menggendong anaknya yang paling kecil. Memohon belas kasihan para pemakai jalan, agar melemparkan sedikit keberuntungannya kepada mereka. Tak cukup itu, anak usia sekolah pun diajaknya mencari uang di pinggiran jalan, dengan berbekal alat musik seadanya. Anak yang seharusnya belum waktunya memikirkan bagaimana susahnya mencari rupiah yang selalu terhimpit dengan dolar itu, kini harus memelas kepada orang yang merasa iba kepadanya.
Sehingga karena ketidakmampuan itu, mereka frustasi dan lebih memilih untuk drop ut dari sekolah atau tidak melanjutkan ke jenjang sekolah yang lebih tinggi. Karena di benak mereka juga masih tersimpan pertanyaan pokok yang senantiasa menggelayutinya “apakah dengan sekolah yang lebih tinggi, aku akan dapat kehidupan yang lebih baik”. Maka bertambahlah deretan jumlah penganggur di negeri ini. Memang, sekolah berdiri bukan untuk menciptakan pengangguran, tapi salah siapakah kalau mereka yang tidak mampu meneruskan sekolah atau para alumni itu tidak terampil dan tidak bisa mendapat pekerjaan?
Trend penggangguran berdasarkan pendidikan yang ada di data Biro Pusat Statistik, menyebutkan tahun 1998 saja sudah ada pengangguran 2,7% dari lulusan SD, lulusan SMP umum 7,5%, lulusan SMP kejuruan 7,4%, SMA Umum 15,3%, SMA kejuruan 13,3% dan lulusan PT ada 12,2% penganguran. Pertanyaan selanjutnya ialah apa yang bisa dilakukan oleh penganggur yang terhimpit problem ekonomi? Maka kriminalitas adalah alternatif jawabanya.
Peristiwa atau kenakalan remaja khususnya pelajar bukan sekedar keisengan saja tapi sudah masuk anomitas (penyimpangan) yang sangat serius. Bahkan sebagian orang mengasumsi bahwa permasalahan remaja dan pelajar sekarang ini sudah menjadi national education issues, sebagai potret buram pendidikan nasional.
Harian Kompas edisi Maret 2001 menyebutkan bahwa pengkonsumsi atau tersangka kasus narkoba tahun 2000 yang menduduki peringkat atas adalah pengangguran yaitu dengan angka 1.756 tersangka, tidak disebutkan apakah pengangguran itu dari lulusan, drop ut atau memang “pengangguran teladan” alias tidak sekolah. Kemudian menyusul peringkat dibawahnya pekerja swasta 1.268 orang, wiraswasta ada 699 orang, buruh ada 569 orang, mahasiswa ada 260 orang, pelajar sendiri mengkoleksi angka 206 tersangka. Angka tersebut tidak akan bertambah dengan sendirinya, tapi sekali lagi pendidikan titik tolaknya. Kemudian kalau diselipkan pertanyaan kepada para pengkonsumsi narkoba itu, apakah mereka tidak pernah “makan” sekolah?.
Para pelajar berseragam putih biru dan putih abu-abu sudah terbiasa membentuk gank yang berbau keras dan mengerikan. Sementara yang lainnya juga mendapat sebutan yang ironis yakni ayam abu-abu, daun muda, dll.
Problem Pendidikan : dari sepatu, kurikulum sampai sistem
Sejatinya munculnya kenakalan remaja atau pelajar tidak selamanya dan sepenuhnya dibebankan dan menyalahkan pelajar semata. Sebab permasalahan ini sangat kompleks, sedangkan kenakalan hanya merupakan sebuah output, jadi yang seharusnya ikut dipersoalkan adalah input dan segala yang memproses input itu menjadi output.
Diakui atau tidak, di tengah kehidupan yang kapitalistik apapun serba diukur dengan materi (baca: uang), tak pelak juga dengan pendidikan, bagaimana kemudian seorang guru atau kepala sekolah memikirkan kesejahteraannya, karena kalau hanya mengandalkan gaji, tidak cukup untuk kebutuhan duniawi yang sudah diguyur materialisme. Maka membiniskan diktat mulai dari yang dijamin mutunya sampai yang tidak bermutu pun diwajibkan bagi siswa untuk membeli, paket seragam bahkan di beberapa sekolah dasar ada yang mewajibkan membeli sepatu dan kaos kaki yang seragam. Berubahlah, orientasi mendidik dan mengajar para guru menjadi tertutupi dengan gemerlapnya bisnis sekolahan. Bagi yang tidak mampu untuk membeli perangkat tersebut pilihan mereka jatuh pada sekolah yang hanya “menjual” pelajaran tapi tidak menjual mutu ajarannya.
Materi pelajaran atau kurikulum yang merupakan software paling esensial di sekolah, menempatkan porsi ajaran agama yang begitu minim ketimbang ilmu sains dan teknologi. Pelajaran agama sebagai nidzomul hayah (aturan hidup), tidak pernah diajarkan atau tidak pernah tercantum di kurikulum, yang ada hanya pelajaran agama yang hanya bersifat hafalan dan ritualitas yang terulang-ulang tapi tidak membekas. Pelajaran agama hanya mendapat jatah 2 SKS seminggu inilah bisa menjadi argumen, mengapa kenakalan semakin marak, sedangkan sopan santun dan intelektualitas yang mumpuni semakin langka.
Tanpa mengurangi rasa hormat kepada para guru, sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, kalau kita cermati para guru di sekolah mengesankan hanya bersifat trasnfer ilmu semata dan cuek terhadap perkembangan perilaku dan kepribadian pelajar yang mulai mencari identitas dan jati dirinya yang apabila tidak diarahkan secara dini akan ikut memperpanjang potret buram dunia pendidikan.
Para orang tua juga sangat berkewajiban memerankan dirinya dalam dunia pendidikan. Al-Qur’an telah memberikan teladan yang baik dari seorang figur orang tua bernama Luqmanul Hakim. Bahkan Al-Qur’an juga memperingatkan kepada para orang tua kelak akan dimintai pertanggungjawaban tentang anaknya.
Bercermin pada Pendidikan Islam
Masalah menutunt ilmu dalam perspektif Islam termasuk masalah yang asasi dan wajib. Sebagaimana Rasulullah Saw, bersabda yang artinya :
“Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim” (HR. Ibnu Adi dan Baihaqi dari Abbas RA, juga Attraboni dan Al Khatib dari Al Husain bin Ali/ lihat, al-Fathul Khabir, jilid II. h, 213)
Sebagai kompensasi wajibnya menuntut ilmu, maka Islam mewajibkan kemudahaan untuk mendapatkan ilmu itu. Yaitu negara harus mampu menekan seminim mungkin biaya pendidikan bagi masyarakat, bahkan kalau bisa dengan cuma-cuma. Semua warga negara berhak mendapatkan pelayanan pendidikan dari negara sebaik-baiknya. Negara tidak boleh menjadikan pendidikan sebagai ladang bisnis mencari keuntungan.
Sedemikian urgentnya ilmu pengetahuan dalam Islam, maka kedudukan ilmu pengetahuan dalam Islam diantaranya, meliputi :
1. Asas Pendidikan
Dalam pandangan Islam, kurikulum pendidikan harus berdasarkan aqidah Islam. Apabila aqidah Islam sudah menjadi asas yang mendasar bagi kehidupan seorang muslim, asas bagi negaranya, asas bagi hubungan masyarakat pada umumnya, maka seluruh pengetahuan yang diterima seorang muslim harus berdasarkan aqidah Islam pula. Misalnya, ketika di masa Rasulullah Saw, terjadi gerhana matahari, bertepatan dengan wafatnya putra beliau, orang-orang kemudian berkata, gerhana matahari itu terjadi karena meninggalnya Ibrahim, maka Rasulullah segera menjelaskan kepada mereka dengan sabdanya :
“Sesungguhnya gerhana matahari dan bulan tidak terjadi karena kematian dan kelahiran seseorang, akan tetapi keduanya termasuk tanda-tanda kekuasaan Allah” (HR Bukhari dan Nasai dari Abu Bakrah/lihat al-Fathul Khabir, jilid I hal. 154)
Dengan jelas hadits tersebut menggambarkan bahwa Rasulullah telah menjadikan aqidah Islam sebagai dasar ilmu pengetahuan umum dalam menjelaskan gerhana matahari dan bulan.
Aqidah Islam sebagai dasar kurikulum bukan berarti seluruh pengetahuan harus bersumber dari aqidah Islam. Islam tidak memerintahkan demikian, lagipula itu bertentangan dengan kenyataan, karena tidak semua ilmu bersumber dari aqidah Islam. Akan tetapi setiap pengetahuan yang berkaitan dengan keimanan dan hukum harus bersumber dan bersandar kepada aqidah Islam. Oleh karena itu mempelajari segala macam ilmu pengetahuan bukan merupakan penghalang, karena dalil-dalil yang menganjurkan menuntut ilmu pengetahuan bersifat ‘aam (umum). Rasulullah bersabda :
“Carilah ilmu sekalipun ke negeri Cina” (HR. Ibnu Adi dan Baihaqi dari Anas RA/lihat al-Fathul Kabir, jilid I, h, 193)
Menurut Baihaqi (lihat Faidhul Qodir, jilid I, h 542) matn hadits itu masyhur, sedang sanadnya lemah. Lafadz “al-ilma” dalam hadits tersebut bersifat ‘aam, mencakup jenis ilmu pengetahuan, baik itu terkait dengan keimanan, hukum, maupun ilmu-ilmu yang berkaitan dengan teknologi, industri, dan sebagainya.
2. Tujuan Pendidian
Tujuan kurikulum dan pendidikan Islam adalah membekali akal, dengan pemikiran dan ide-ide yang sehat, baik itu mengenai aqidah maupun hukum. Islam telah memberikan dorongan agar manusia menutut ilmu dan membekalinya dengan pengetahuan. Firma-Nya :
“Katakanlah (hai Muhammad), apakah sama orang-orang yang berpengetahuan dan orang-orang yang tidak berpengetahuan” (terjemahan QS.Az-Zumar ayat 9)
Islam yang suci memiliki tujuan untuk menghindarkan akal manusia dari jurang kesesatan dan penyelewengan yang tidak jelas. Islam menjadikan aqidah Islam sebagai dasar bagi seorang muslim untuk memastikan suatu hukum atas segala sesuatu yang ada di sekelilingnya. Seorang muslim harus meletakkan segala tingkah laku dan perbuatannya berdasarkan ajaran Rasulullah SAW, yakni aqidah Islam. Bukan hanya perbuatan saja, bahkan termasuk keinginan dan kecenderungan hatinya pun harus sejalan dengan ajaran Rasulullah SAW, sabda beliau :
“Tidak sempurna iman seseorang diantara kamu, kecuali apabila aku ia lebih cintai dari pada keluarganya, hartanya dan manusia seluruhnya” (HR. Muslim/lihat Shahih Muslim, hadits no. 59)
Dalam hadits tersebut mendiskripsikan bahwa keinginan dan kencederungan apapun dari seorang muslim harus berdasarkan atas apa yang datang dari Rasulullah SAW, yaitu aqidah Islam.
Mengingat segala bentuk pengetahuan dapat membentuk pemikiran seorang muslim yang mempengaruhi terhadap pemberian keputusan mengenai segala sesuatu dan pembentukan jiwa seorang muslim yang berkehendak terhadap sesuatu tersebut, maka sudah selayaknya pengetahuan-pengetahuan harus didasarkan pada aqidah Islam. Hal tersebutlah yang menjadi dasar mengapa Islam mampu menelorkan ulama semacam Imam Syafii yang telah hafal Al-Qur’an semenjak umur 9 tahun dan menjadi Ulama ahli fiqih yang kitab-kitabnya menjadi rujukan kaum muslimin saat ini.
Dan melalui dua pandangan itulah, yang menghantarkan Islam menemui kejayaannya dan sekaligus menjadi pusat sains dan teknologi dunia saat itu. Dunia kemudian mengenal Ibnu Sina, Al-Khawarizmi, Al-Jabar dan lain sebagainya. Orang-orang dari berbagai penjuru negeri termasuk Barat berdatangan ke pusat-pusat studi dan kajian berbagai macam ilmu pengetahuan dan teknologi. Di saat Barat mengalami apa yang disebut dark age , justru umat Islam maju dan berjaya.
Sistem pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang diselenggarakan pada saat Islam memiliki negara sebagaimana nash-nash syara’ dan fakta sejarah menunjukkan demikian. Bukan karena negeri tersebut dihuni mayoritas muslim, bahkan pada saat itu masyarakatnya plural dan heteregon, tapi sistem pendidikan Islam dapat diterapkan dengan baik dan mensejahterakan. Karena memang Islam adalah rahmatan lil ‘alamin. (lbr)
Akbar S. Ahmed (1992) pernah mengungkapkan, “tidak ada ancaman yang lebih gawat
terhadap eksistensi masyarakat Islam daripada ancaman serbuan media Barat”.
Sadar atau tidak, perkataan, kebiasaan, canda, tawa kita, tidak jauh berbeda dengan apa yang kita dengar, lihat di media massa. Secara tak langsung juga, pola hidup dan tingkah laku kita dibawah bimbingan media massa yang setia menemani kita tiap hari. Dan tentunya, remaja muslim termasuk salah satu sasaran yang paling empuk sistem paradaban modern tersebut.
In fact, ada juga remaja atau generasi yang masih mendapat gelar pemuda harapan. Kita tengok revolusi Perancis yang menumbangkan kekuasaan Monarkhi, siapakah penggeraknya? Perjuangan pro demokrasi RRC atau Birma, penggeraknya adalah para pemuda. Pemuda Michael Gorbachev ketika berusia 18 tahun menulis “Lenin adalah ayahku, guruku dan Tuhanku”. Demonstrasi kolektif menuntut adanya reformasi Indonesia, notabene juga para mahasiswa yang pemuda.
Islam Jaya Dengan Pemuda
Dalam Al-Qur’an terdapat banyak kisah keberanian pemuda. Ada pemuda Ashabul Kahfi, pemuda Musa, Pemuda Yusuf yang terkenal ketampannya. Juga pemuda Ibrahim yang dengan gagahnya menentang sesembahan Ayah dan kaumnya pada waktu itu (Qs.Al-Anbiya 60, As-Syu’ara 72, Al-Anbiya 58). Rasulullah sendiri ketika diangkat sebagai Rasul masih kategori pemuda, para sahabat yang dibina Rasulullah di Darul Arqam juga para pemuda. Diantaranya Ali bin Abi Thalib (8 th), Thalhah (11 th), Arqam (12 th), Abdullah bin Masud (14 th), Sa’ad bin Abi Waqash (17 th), Ja’far (18 th), Zaid bin Haritsah (20 th). Pemuda tersebut diatas yang hidupnya didedikasikan hanya untuk kejayaan dan kemuliaan Islam, pemuda seperti itulah yang sanggup memikul beban dakwah dan bersedia berkorban menghadapi berbagai siksaan dengan penuh kesabaran.
Dulu, Imam Syafii muda telah hafal Al-Qur’an pada usia 9 tahun, Hasan Al-Banna mendirikan gerakan Ikhwanul Muslimin pada usia 23 tahun. Usamah bin Zaid pada usia 18 tahun telah memimpin pasukan perang. Kini kira-kira apa yang tengah dilakukan dan dipikirkan oleh remaja kita? Kalau bukan foya-foya, menikmati masa muda.
Jelas, diperlukan kebangkitan umat khususnya dari kaum mudanya, bila diinginkan kejayaan Islam, diperlukan pemuda Islam sekualitas para sahabat, yang memiliki komitmen tauhid yang lurus, keberanian menegakkan kebenaran. Serta memiliki ketaatan kepada Islam yang tanpa reserve. Dengan dorongan peran pemuda, perjuangan Islam akan berlangsung lebih giat sehingga Islam niscaya akan kembali tegak. Firman Allah Surat An-Nuur 55 :“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan yang mengerjakan amal sholeh, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi ini sebagaimana telah dia jadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhoinya untuk mereka, dan dia benar-benar akan menukar (keadaan mereka) sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku”
Ust. Hafizh Sholeh mensinyalir dalam kitabnya An-Nahdlah bahwa kebangkitan adalah mereka yang mempunyai pemikiran-pemikiran yang tinggi (al fikr raqiy) atau dalam kitab hadits as-shiyam disebutkan bahwa kebangkitan (an-Nahdlah) itu mengacu pada meningkatnya taraf berfikir.
Kebangkitan yang shahih (benar) yang diletakkan atas asas/pemikiran yang mengaitkan segala aktivitas manusia dengan perintah-perintah dan larangan-laranganNya yang termaktub di Al-Qur’an maupun Hadits. Dengan menjadikan Aqidah Islam sebagai landasan kebangkitan maka kita bisa mandiri dan terbebas dari intervensi asing, Allah SWT menjamin tegaknya Islam dan kehancuran kekafiran :
“Dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itulah yang rendah, dan kalimat Allah itulah yang tinggi, Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (Qs. At-Taubah 40).
Menuju Khoiru Ummat
Landasan kebangkitan haruslah, Aqidah Islam yang bertujuan untuk melanjutkan kehidupan Islam dengan terealisasinya syariat Islam secara paripurna di seluruh dunia, maka diperlukan langkah riil untuk mencapainya. Pertama, hendaknya setiap remaja muslim yang menyadari kewajiban dakwah, memahami islam sebagai suatu mabda’ (ideologi) yang darinya terpancar hukum-hukum syara’ yang harus eksis sebagai tolok ukur dan dalam pemecahan segala problem aspek kehidupan. Kedua, remaja muslim harus sadar akan tugasnya dalam dakwah menegakkan kalimat Allah di seluruh pelosok dunia yang karenannya dakwah tidak mungkin bisa sendiri-sendiri tapi harus mengupayakan bersama secara sistematis. Ketiga, remaja muslim musti mantap dalam tsaqofah Islamiyyah agar mampu melakukan pergulatan pemikiran, untuk menangkal berbagai ide-ide yang bertentangan dengan Islam di tengah-tengah masyarakat dan dapat memberikan solusi Islam terhadap masalah yang ada.
“Perkara ini (Islam) akan merebak di segenap penjuru yang ditembus malam dan siang. Allah tidak akan membiarkan satu rumahpun, baik gedung maupun gubug melainkan Islam akan memasukinya sehingga dapat memuliakan agama yang mulia dan menghinakan agama yang hina. Yang dimuliakan adalah Islam dan yang dihinakan adalah kekufuran” (HR. Ibnu Hibban)