Ketika
saya membuat tagname, hastag, atau tanda #SakinahCinta, banyak orang
persepsinya langsung lari ke persoalan pernikahan. Padahal seperti yang sudah sering
saya posting di dunia maya dan juga saya sampaikan di beberapa forum, bahwa
makna SakinahCinta tak secuil itu. Bagi saya, makna SakinahCinta ini cukup luas,
bahkan saya bisa menyebutnya sebagai bagian dari hidup kita.
SakinahCinta
secara gramatikal terdiri dari dua suku kata, Sakinah dan Cinta. Sakinah
berasal dari bahasa Arab yang artinya ketenangan atau ketentraman. Sedangkan
Cinta itu sendiri bisa bermakna suka, senang, sayang, dan sejenisnya. SakinahCinta
ini berbicara tentang perjalanan hidup kita-utamanya sebagai muslim-.
Semua orang pada hakikatnya ingin hidup dalam
kesakinahan (ketenangan), atau lebih simpelnya semua orang ingin kebahagiaan.
Namun, akan menjadi percuma jika kebahagiaan itu jika hanya bersifat dan
bermakna duniawi, atau hanya berhenti di dunia. Harusnya ketenangan
(kesakinahan) itu bisa tembus hingga akhirat, atau berdimensi ukhrowi juga.
Kita hidup sebagai mahluk sekaligus hamba
Allah, maka kewajiban kita adalah mengabdi (ibadah) kepada Allah. Bagaimana
mensinergikan antara kesakinahan dengan misi sebagai hamba? Ya, lakukan dengan
cinta, itulah kuncinya. Namun cinta disini bermakna luas, jangan hanya
disempitkan sebagai cinta lawan jenis, cinta muda-mudi. Tapi cinta yang
dimaksud disini bermakna prioritas cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Dengan
menempatkan Allah dan Rasul-Nya di posisi pertama dan utama yang dicintai, maka
cinta yang lain akan mengikuti. Jika semua amal dilakukan lil’llahi ta’ala,
maka itulah tanda cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.
Bagaimana secara riil SakinahCinta itu
diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari? Kuncinya ada 2, yakni tunjukkan
prestasi terbaik kita untuk orang yang ada di sekitar kita, dan kontribusi apa
yang akan kita sumbangkan untuk orang di sekitar kita. Kedua kunci tersebut,
jika digabungkan menjadi satu, menjadi “tanda di alam semesta”. Dengan berbekal
tanda di alam semesta itulah, kita akan hidup atau mati dikenal atau dikenang
sebagai SakinahCinta.
Mari kita perhatikan bagaimana SakinahCinta itu
telah bekerja dan sebenarnya telah lama mencolek kita. Mari kita perhatikan. Jika
disebut “Sedekah”, maka nama sang pembuat tanda ust Yusuf Mansur yang keluar. Jika
disebut “Dzikir”, maka nama sang pembuat tanda ust Arifin Ilham yang keluar. Jika
disebut “Manajemen Qolbu”, maka nama sang pembuat tanda ust Aa’ Gym yang keluar.
Jika disebut “Syariah dan Khilafah”, maka nama sang pembuat tanda Hizbut Tahrir
yang keluar. Begitu seterusnya, hingga akhirnya terngiang di benak semua orang
tentang prestasi dan kontribusi mereka yang telah memberikan ketenangan, karena
telah melakukan kebaikan. Dan juga nama-nama mereka itu akan dikenang yang
selanjutnya dicintai, juga karena telah berbuat kebajikan.
Mereka yang telah menyematkan tanda di alam, akan dikenang nan dicinta. Walau jazad telah ditelan bumi, namun tanda mereka selalu di hati. Jikapun akhirnya mereka mati, maka matinya dalam kesakinahan, ketenangan karena telah meninggalkan tanda cinta di alam semesta. Lalu kapan giliran kita? [follow @LukyRouf]
Sob, sebelum membaca tulisan saya kali ini, saya ingin kasih catatan dulu, biar sebelum, ketika maupun sesudah membaca tulisan ini jadi enak, nggak salah paham dan bisa termotivasi. Catatan itu antara lain:
- Tentang kata “Ajaib”
Jangan salah dengan yang saya maksud dengan kata keajaiban di tulisan ini. Ajaib disini maksudnya bukan sesuatu yang seperti mantra sulap, tapi memang ada sebuah rahasia yang Allah janjikan kepada orang-orang yang akan, siap untuk menikah.
- Tentang kata “7”
Saya memilih kata tujuh dengan alasan tertentu, yang mungkin nggak perlu saya sebutkan disini. Tapi sebenarnya kalo berbicara fakta, kata 7 itu mungkin terlalu sedikit untuk mewakili keajaiban Allah dalam pernikahan.
- Tentang kata “Istri”
Istri yang saya maksud disini, adalah bukan sembarang istri. Sebenarnya saya mau kasih judul “7 Keajaiban Beristri Sholihah”, tapi “Sholihah” sengaja saya sembunyikan, biar pembaca mendapatkannya ketika bener-benar membaca tulisan ini hingga usai.
- Untuk siapa tulisan ini?
Wa bil khusus sebenarya tulisan ini untuk mereka yang belum merit pastinya. Buat yang belum merit, tapi belum ketemu jodohnya, sabar aja, sengaja memang saya nggak membahasnya disini. Buat yang sudah dapat jodohnya, ayo bersama-sama mewujudkan keajaiban Allah itu. Tapi tulisan ini pun juga untuk yang sudah merit, siapa tahu bisa jadi bahan koreksian rumah tangga kita selama ini. Kalo selama ini kita berumah tangga belum mendapatkan keajaiban Allah, maka jangan pernah salahkan Allah, kita yang mungkin kurang bisa dan mampu berusaha untuk menggapai keajaiban itu. Ingat, keajaiban pernikahan itu bukan hadiah gratis, tapi perlu usaha untuk mendapatkannya. Nah, seberapa besar upaya kita untuk mendapatkanya?
Ok, sob daripada berlama-lama, mending langsung kita kupas aja 7 Keajaiban Beristri, cekidot:
1. Allah bakal hadir sebagai penolong kita.
Rasulullah saw menyampaikan haditsnya (yang artinya): ”Ada tiga golongan manusia yang berhak Allah tolong, mereka yaitu seorang mujahid fi sabilillah, seorang hamba yang menebus dirinya supaya merdeka dan seorang yang menikah karena ingin memelihara kehormatannya”. (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Hakim).
Secara tersurat hadits itu menyebutkan “seorang yang menikah karena ingin memelihara kehormatannya” yang bakal bisa merasakan invisible hand-nya Allah. Kayaknya disini ada semacam syarat (“karena ingin memelihara kehormatannya”) yang harus dipenuhi agar pertolongan Allah itu datang. Untuk bisa sampe pada “memelihara kehormatan”, sepertinya kita musti flash back lagi niat atau motivasi kita menikah itu apa.
Bahkan kaitannya dengan niat ini merupakan perkara fundamental alias mendasar banget, sebelum melakukan aktivitas apapun, termasuk married. Untuk itu, Islam udah menerangkan apa yang seharusnya diniatkan oleh seseorang ketika ingin melangsungkan kehidupan suami-isteri. Secara umum, seorang muslim kudu meniatkan aktivitasnya secara Ikhlas karena Allah. Firman Allah (yang artinya): “…mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus” (QS. Al-Bayyinah 5).
Sementara itu, dalam sebuah hadits Rasulullah saw pernah menuturkan motivasi seseorang menikah ada 4 perkara: “Wanita itu dinikahi karena empat perkara: karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, karena agamanya. Pilihlah olehmu wanita yang beragama, niscaya kamu akan bahagia” (HR. Bukhari dan Muslim).
So, jelas bin gamblang banget kalau kita menikah musti didasarkan pada niat yang ikhlas dan motivasinya agama. Pastikan aja, kalau niat kita ikhlas dan motivasi kita memilih dia untuk jadi suami atau isteri kita, karena pilihan agamanya, bukan yang lain.
Jadi siapa aja mau yang nikah dalam rangka untuk memelihara kehormatannya, maka nggak ada cara lain kecuali memilih istri (atau suami) yang shalih alias karena agamanya dan ikhlas karena niat ibadah kepada Allah. Kalau udah seperti itu, maka siap-siap aja bakal dapat garansi miracle pertolongan dari Allah, Insya Allah amin.
2. Keajaiban yang dijanjikan adalah “kekayaan”
Dalam Al-Qur’an disebutkan: ”Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (Pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui”. (QS. An Nuur : 32).
“Bagi kalian Allah menciptakan pasangan-pasangan (istri-istri) dari jenis kalian sendiri, kemudian dari istri-istri kalian itu Dia ciptakan bagi kalian anak cucu keturunan, dan kepada kalian Dia berikan rezeki yang baik-baik” (Qs. An Nahl (16) : 72).
Mungkin banyak yang sangsi banget kalau menikah bisa bikin kaya. Umumnya, kita bisa kaya karena bekerja, dapat warisan, rejeki nomplok, dan sejenisnya. Nah.. ini menikah koq bisa kaya seh? Gimana ceritanya?
Boys en Gals, sebenarnya ini nggak bisa diceritakan terlalu detail, pasalnya kaya pasca menikah itu kadang rumit kejadiannya, hampir-hampir nggak tahu prosesnya dulu gimana, tahu-tahu kita punya sesuatu yang dulu mungkin saat masih jomblo, sesuatu itu nggak terbeli. Itulah keajaiban menikah.
Tapi yang jelas, seorang suami ketika menikah ada kewajiban untuk menghidupi keluarganya. Maka mau nggak mau, kita harus bekerja banting tulang, peras keringat, jungkir balik, wis pokoke kita bekerja dapat uang trus dibawa pulang. Nah, ada hal yang super puenting banget dalam hal ini, bahwa berkeluarga itu bukan rejekinya seorang suami diperebutkan untuk isteri dan anak-anaknya, tapi Allah ngasih masing-masing dari kita rezeki. Artinya, menikah itu menghimpun rezeki suami, rezeki isteri, dan rezeki anak, apalagi kalau anaknya lebih dari satu, maka kumpulan riskinya jadi tambah banyak deh.
Itulah kenapa kita kadang nggak nyangka, pas kita jomblo nggak bisa beli motor tapi pas udah married, bisa punya sepeda motor atau bahkan mobil. Sungguh, rizki, jodoh dan maut, emang benar-benar rahasia alias miracle dari Allah. Subhannallah…
Oya Pren, kita perlu kasih masukan neh. Soal cukup nggak cukup nafkah materi untuk menghidupi keluarga kita, itu tergantung pada benar atau tidaknya kita menempatkan antara kebutuhan (need) dengan keinginan (want). Syekh Taqiyudin dalam kitabnya Nidzamul Iqtishadi fil Islam di bab pengantarnya mengomentari tentang cara pandang orang kapitalis mengenai kebutuhan. Menurut beliau, orang Kapitalis-sekular nggak bisa, atau salah menempatkan antara kebutuhan (need) dengan keinginan (want). Kebanyakan orang menyamaratakan antara kebutuhan dan keinginan. Padahal sebenarnya antara keduanya berbeda. Kalau yang namanya “kebutuhan”, harusnya untuk menyebut kebutuhan pokok (al hajatul asasiyah) yakni sandang, pangan dan papan. Sementara kalau “keinginan” bisa untuk menyebut al hajatul kamaliyah (kebutuhan sekunder), dan al hajatul dharuriah (kebutuhan tersier). Sebenarnya kalau kita mau jeli, yang namanya kebutuhan (pokok) itu sangat terbatas, tapi kalau keinginan (want) emang nggak ada batasnya.
Coba perhatiin, berapa kali sebenarnya sehari orang butuh untuk makan? Kalo pada umumnya 3 kali sehari, ada yang bisa bertahan 2 kali sehari. Trus, berapa sih sebenarnya rumah sebagai tempat berteduh yang dibutuhkan manusia? Berapa baju yang kita butuhkan? Nah, inget lho ya, kita sedang bicara kebutuhan, bukan keinginan, apalagi nafsu. Kalo bicara keinginan, wah nggak usah ditanya, ibaratnya mungkin kalo orang dikasih satu gunung, dia bakal minta dua, tiga sampe berapapun yang dia inginkan. Ketika ditawarin mau nasi rawon, manggut-manggut aja, pingin nasi soto, iya aja, mau nasi gule, ho’oh aja. Padahal perut udah nggak muat, meskipun nafsu mengatakan iya aja. Disinilah bedanya antara kebutuhan dengan keinginan yang lebih dilandasi nafsu.
So, ketika kita berbicara kebutuhan, orang mencampuradukkanya dengan keinginan. Makanya wajar aja kalau ngobrolin kesiapan materi/ harta pada urusan nikah, jadinya malah relative. Maksudnya, sebagian teman kita, mungkin ada yang berkilah ketika ditawarin atau diajak nikah, katanya nggak atau belum siap secara materi. Padahal, kembali lagi kalau materi itu diukur dengan keinginan (want) tadi, emang nggak pernah cukup. Kalo nggak pernah cukup, berarti nggak akan pernah siap untuk nikah.
Lagian orang yang nikah nggak mesti harus punya apa-apa dulu koq. Rumah, ngontrak dulu juga nggak apa-apa. Nggak ada mobil juga nggak masalah, bisa naik angkutan, motor atau sepeda. HP, kulkas dan komputer nggak jadi syarat dalam pernikahan. Ya, nggak, pren?
Buat jombloman dan jomblowati yang masih ngerasa bingung dan bimbang menikah karena belum punya pekerjaan, atau udah punya pekerjaan pun tetap ada perasaan bimbang juga, maka menikahlah kita akan dimampukan oleh Allah. Sorry bukan memprovokasi, tapi kita hanya mempromosikan apa yang layak dipromosikan, karena yang ngasih garansi (QS. An Nuur 32) adalah Allah, Sang Khalik, Pencipta kita, masihkah kita ragu?
3. Menikah akan memunculkan rasa tenteram dalam diri kita.
Nggak percaya? Perhatikan neh firman Allah: "Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir". (QS. Ar Ruum : 21)
Kata as sakanu maknanya adalah tenteram dan tenang. Berarti, maksud ayat ini adalah diciptakan-Nya isteri-isteri itu agar seorang suami jadi tenteram dan tenang terhadap isterinya. Masing-masing tertarik kepada lainnya dan tidak berpaling. Pada dasarnya, itulah esensi pernikahan, yakni diperolehnya ketentraman, ketenangan dan kedamaian.
Sekali lagi, kita nggak berani ngasih stempel “tenteram” kalau bukan Allah yang ngasih jaminan itu. Ketentraman itu muncul, karena secara fitrah manusia hidup emang dipasang-pasangkan, laki-perempuan. Dalam surat Ali Imron ayat 114, Allah Swt telah berfirman yang artinya: “Dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan apa-apa yang diingini, yaitu wanita dan anak-anak…” (QS. Ali Imron 114)
Gimana nggak tenteram, lha wong sudah hadir disamping kita pasangan hidup yang bisa kita ajak curhat, yang bisa jadi pelipur lara di saat galau, yang mengisi relung kosong dalam hati kita (ciele…huhui…).
Sekedar tahu aja, sebetulnya kehidupan suami-isteri dalam keluarga adalah kehidupan persahabatan. Sebagai sahabat, isteri akan hadir sebagai pelurus dikala suaminya melakukan kesalahan dalam melangkah. Kalau suami melakukan pembelokan-pembolakan syariat, tidak justru seorang isteri akan datang malah mengamini perbuatan suaminya. Kata Imam Ali r.a : “Seorang sahabat adalah orang yang selalu membuat kita jadi benar, bukan yang selalu membenarkan kita”. Konsekwensi persahabatan adalah masing-masing kudu mau dikoreksi dan mengoreksi. Nasihat isteri bagi suami ibarat air penyejuk dikala dahaga, ibarat cahaya penerang dalam gulita (huhui…lagi).
Beside it, ketentraman itu bisa kita ciptakan sendiri. Misalnya orang yang uangnya banyak bisa aja merasa tenteram, seorang suami yang suka jajan di WTS bisa aja ngerasa tenteram, seorang remaja yang punya pacar bisa juga merasa tenteram. Tapi Sob, yakin aja kalau ketenteraman macam gitu, nggak bisa tahan lama. Kita seharusnya mencari ketenteraman yang nggak sekedar tenteram, tapi ketentraman yang diridhoi oleh Allah. Buat apa seh kita hidup di dunia kalau nggak mencari ridlo Allah (apalagi cari ridlo rhoma..hee..hee). Ya nggak, Sob?
Nah, tapi kalau ternyata kita “belum” mendapatkan ketentraman di rumah tangga kita, maka yang salah bukan syariat Islamnya, melainkan kita aja yang kurang piawai menciptakan wasilah (cara atau sarana) agar menjadi rumah tangga yang penuh cinta dan kasih sayang. Atau dengan kata lain, kita tidak bisa menciptakan suasana persahabatan dengan isteri kita. Wajar aja kalau nggak bisa merasakan keajaiban pernikahan.
4. Ladang pahala atau ibadah jadi tambah luas
Iya, coba perhatikan kalau kita sorangan wae, bekerja banting tulang, paling puol khan pahalanya cuman kita dapat dari diri kita sendiri. Tapi ketika kita jadi seorang suami memberi nafkah adalah sedekah. “Seorang suami memberikan nafkah, makan minum, dan pakaian kepada istrinya dan keluarganya akan terhitung sedekah yang paling utama. Dan akan diganti oleh Allah. Dari Abu Hurairah r.a. , ia berkata; Rasulullah SAW, bersabda: ”Satu dinar yang kamu nafkahkan di jalan Allah, satu dinar yang kamu nafkahkan untuk memerdekakan budak, satu dinar yang kamu berikan kepada orang miskin dan satu dinar yang kamu nafkahkan kepada keluargamu, maka yang paling besar pahalanya yaitu yang satu dinar yang kamu nafkahkan kepada keluargamu.” (HR Muslim).
Dari Abu Abdullah (Abu Abdurrahman) Tsauban bin Bujdud., ia berkata: Rasulullah SAW. bersabda: "Dinar yang paling utama adalah dinar yang dinafkahkan seseorang kepada keluarganya, dinar yang dinafkahkan untuk kendaraan di jalan Allah, dan dinar yang dinafkahkan untuk membantu teman seperjuangan di jalan Allah." (HR. Muslim, Buku Riyadush Shalihin Bab Memberi nafkah terhadap keluarga).
Shalat 2 rakaat yang diamalkan orang yang sudah berkeluarga lebih baik, daripada 70 rakaat yang diamalkan oleh jejaka (atau perawan) (HR. Ibnu Ady dalam kitab Al Kamil dari Abu Hurairah).
Dari Sa'ad bin Abi Waqqash RA., dalam hadits yang panjang yang kami tulis pada bab niat, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda kepadanya: "Sesungguhnya apa saja yang kamu nafkahkan dengan maksud kamu mencari keridhaan Allah, niscaya kamu akan diberi pahala sampai apa saja yang kamu sediakan untuk istrimu." (HR. Bukhari dan Muslim, Buku Riyadush Shalihin Bab Memberi nafkah terhadap keluarga).
Buat kamu yang belum nikah, bisa jadi kita sering curhat dengan lawan jenismu, dan tentu aja bisa mengarah kepada dosa. Tapi begitu kita married, jangankan curhat mau yang lebih dari itu dengan pasanganmu, boleh aja, berpahala lagi. Simak sabda Rasulullah saw. (yang artinya): Para sahabat berkata, Wahai Rasulullah, apakah jika salah seorang di antara kami mengikuti syahwatnya adakah ia mendapat pahala karenanya? Rasulullah saw. bersabda, Tahukah kalian jika seseorang menumpahkan syahwatnya pada yang haram, tidakkah ia berdosa? Maka demikian pula apabila ia menempatkan syahwatnya pada yang halal adalah pahala baginya (HR Muslim)
5. Kita akan berpasangan dengan orang yang sesuai dengan kita.
”Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wnita yang baik (pula).” (QS. An Nuur : 26)
Maybe bagi yang udah married, nggak menyangka bakalan ketemu dengan orang yang memang udah ditakdirkan jadi jodoh kita.
Kita kudu yakin, bahwa kalo udah jodoh nggak bakalan lari kemana-mana. Pokoke, nggak akan lari gunung dikejar. Nggak usah pusing kalo masih berpredikat jomblo. Suatu saat nanti kita bakalan bermetamorfosis (emang kupu-kupu?). Iya, tadinya masih betah ber-single-ria, eh, sekarang udah punya buntut. Kemarin masih anak-anak, eh, sekarang udah punya anak. Jadi tenang aja sobat. Jangan bete kalo masih ngejomblo. Jangan maksain pacaran. Apalagi untuk mendapatkan pacar sampe bela-belain ikutan menyatakan cinta lewat televisi di acara tersebut. Idih, itu namanya mamalukman, eh, memalukan! (pacaran kan dosa, lagi!).
Ayat diatas juga ngasih penegasan buat kita yang selama ini masih istiqomah di jalan Allah, yakin aja bahwa Allah akan menjodohkan kita dengan jodoh yang seimbang. Nggak usah surut langkah, keep smile, jika bolak-balik ditolak saat ta’aruf, yakin aja lagi, semakin banyak ditolak, berarti semakin mendekatkan kepada yang terbaik yang akan dikasihkan oleh Allah.
6. Separoh agama dan dunia kita sempurna
Lebih tegasnya, perhatikan hadits yang satu ini: “Tidak ada yang lebih berfaedah bagi seorang Mukmin—setelah ketakwaannya kepada Allah—yang lebih baik bagi dirinya dibandingkan dengan seorang istri yang shalih, yaitu yang jika ia pandang, ia membahagiakannya, jika ia perintah, ia menaatinya, jika ia diberi sesuatu, ia menerimanya, jika suaminya tidak ada di sisinya, ia loyal kepada suaminya dengan menjaga diri dan harta suaminya” (HR. Ibnu Majah).
Imam Thabrany dan Hakim meriwayatkan hadits Rasulullah yang berbunyi : “Siapa saja yang diberi rizki oleh Allah seorang istri yang shalihah, sesungguhnya Allah telah menolong separuh dari agamanya. Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah untuk separoh yang lainnya.”
"Barangsiapa diberi Allah seorang istri yang sholihah, sesungguhnya telah ditolong separoh agamanya. Dan hendaklah bertaqwa kepada Allah separoh lainnya." (HR. Baihaqi).
“Perempuan terbaik yaitu bila kaulihat menyenangkan, bila kauperintah mematuhi, bila kauberi janji diterimanya dengan baik, dan bila kaupergi dirinya dan hartanya dijaga dengan baik.” [HR. An-Nasa`i dan lain-lain].
Alangkah bahagianya suami yang mendapat wanita pujaan seperti itu. Karena segala kesempurnaan dunia telah kita genggam, dan hanya menyisakan tanggungjawab kita yang harus kita lakukan untuk lebih menyempurnakan hidup kita baik di dunia maupun akhirat.
7. Kita akan terlindungi (tertutupi/terjaga)
"Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma'af kepadamu...." (Al Baqarah:187)
Ayat diatas tidak hanya berbicara hubungan biologis suami-istri, tapi coba perhatikan pengertian “pakaian” di ayat tersebut. Bukan bermaksud membuat tafsir sendiri atas ayat itu, tapi bukankah pakaian itu adalah pelindung, penutup (aurat), penjaga tubuh kita? Nah seperti itulah kira-kira jika kita telah beristri.
Termasuk dalam hal ini, pasangan kita adalah yang melindungi atau menutupi kekurangan kita. Melindungi dalam arti bukan berprinsip “salah-benar dia adalah suamiku, maka harus bela”. Bukan, bukan seperti itu, tapi istri atau pasangan kita, akan penjadi alarm pengingat, ketika kita melakukan sebuah kekeliruan, kesalahan dan sejenisnya.
Tiap manusia diciptakan tidak ada yang sempurna, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Wanita memiliki kekurangan, misalkan dalam hal pikiran (pertimbangan), tenaga dan sebagainya. Meski ada wanita yang lebih cerdas dan lebih kuat, namun sebagian besar wanita memiliki kelemahan tersebut. Di sisi lain, wanita juga memiliki kelebihan di antaranya, kesabaran, ketelitian kepekaan rasa dan sebagainya.
Apa yang menjadi kekurangan wanita secara umum merupakan kelebihan lelaki (kuat, lebih dapat berpikir jernih dan sebagainya). Dan kekuatan wanita menjadi kelemahan laki-laki (sabar : lelaki cenderung terburu-buru, lembut : lelaki cenderung kasar, peka: lelaki cenderung tidak peka dan sebagainya). Karena itulah, berpasangan mengisyaratkan agar masing-masing (lelaki dan perempuan) saling melengkapi dan saling menutupi kekurangan atau kelemahannya dengan cara belajar dari kelebihan pasangannya. Kemampuan untuk mengadopsi kelebihan masing-masing dalam diri sendiri itulah yang akan membuat kehidupan berumah tangga menjadi keluarga sakinah.
Apa yang menjadi kekurangan wanita secara umum merupakan kelebihan lelaki (kuat, lebih dapat berpikir jernih dan sebagainya). Dan kekuatan wanita menjadi kelemahan laki-laki (sabar : lelaki cenderung terburu-buru, lembut : lelaki cenderung kasar, peka: lelaki cenderung tidak peka dan sebagainya). Karena itulah, berpasangan mengisyaratkan agar masing-masing (lelaki dan perempuan) saling melengkapi dan saling menutupi kekurangan atau kelemahannya dengan cara belajar dari kelebihan pasangannya. Kemampuan untuk mengadopsi kelebihan masing-masing dalam diri sendiri itulah yang akan membuat kehidupan berumah tangga menjadi keluarga sakinah.
(catatan ringan mencharger kelembutan hati suami-istri)
Pasangan ini menikah cukup muda, si ikhwan 24 tahun 9 bulan 10 hari, sedangkan si akhwat 23 tahun 11 bulan 29 hari. Ketemunya juga di kampus, saat sama-sama aktif di Rohis. Si Ikhwan yang ketua BKIM dan si akhwat sekretarisnya, karena mungkin sering bertemu, maka berlakulah pepatah jerman ‘witing tresno jalaran saka nggelibet’ (kalo nggak tahu artinya, silahkan di terjemahkan di google). Nggak ada makcomblang, si ikhwan memang terbilang gentlemen, dia menerapkan prinsip BKKBN alias Biar Kecil-Kecil Berani Nikah.
Setelah tamu-tamu pada pulang dan jam dinding di rumah menunjukkan pukul 22.15 WIB, maka kedua pasangan itu pun masuk ke kamar yang sudah dihias sedemikian rupa, bak istana sebuah kerajaan. Maka terjadilah komunikasi yang shy-shy cat alias malu-malu kucing antara keduanya, harap maklum.
Suami: Hemmm.. Ning, alhamdulillah ya akhirnya aku bisa memiliki dirimu. Makanya, mulai malam ini, aku ingin kita melakukan kontrak politik...
Istri: Kontrak politik? Maksud akang apaan?
Suami: Iya, aku pingin mulai malam ini kita menandatangani kontrak politik, sebagai tanda kalo hati kita telah berkoalisi, sehingga jangan ada dusta diantara koalisi ini...
Istri: yee.., akang.. Ning kira apaan..
Suami: Oiya Ning, sebenarnya selain aku telah memberimu mahar, aku sudah menyediakan hadiah khusus. Kalo tadi pas akad nikah disebutkan maharnya “uang sekian-kian, seperangkat alat sholat...”. Nah sebenarnya ada yang kurang.
Istri: Koq kurang? Lha terus..?
Suami: Ning, aku masih menyimpan dua emas untuk mu, Ning..
Istri: Oihya...? wahh... surprize banget dunk..
Suami: Iya dua emas itu adalah, emas yang pertama adalah Mas Bejo alias suamimu tercinta ini, dan emas yang kedua adalah Emas yang masih ada di freeport... hehehe
Istri: Hohoho... koq emas yang di freeport sih?
Suami: Iy khan emas freeport itu milik rakyat, yang sekarang dikusai oleh Amrik, sementara negara dan rakyat ini hanya dapat ampasnya doang... nah kita kan rakyat, iya nggak sih?
Istri: Hemm.. iya Kang betul.. betul.. betul J
Suami: Oiya, tahu nggak apa bedanya emas freeport dengan diri Neng?
Istri: Eh si Akang, pertanyaannya ada-ada aja deh... hemm, apa ya?
Suami: Ada banyak sebenarnya perbedaannya, tapi Akang cuman contohin satu aja. Kalo emas freeport semakin digali makin abis, tapi kalo dirimu semakin “digali”, malah semakin beranak-pinak... wkwkwkwk..
Istri: Ih, akang baru sehari udah ngegombal...
Begitulah, sepasang pengantin baru itu menikmati malam pertamanya dengan mencairkan suasana. Biasalah, ice breaking. Kebiasaan si Ikhwan ngisi training di kampus, suka ngasih ice breaking, akhirnya terbawa juga di malam hari itu.
Setelah berbincang cukup lama, mereka berdua ambil wudhu dan masuk ke ruang mushola keluarga ....
Suami: Ning, sebelum kita sholat sunnah dan sebelum aku berdoa di ubun2 mu, sebagaimana lazimnya pengantin baru. Aku mau minta maaf. Maafkan aku ya ning, baru sekarang aku bisa jujur, klo slama taaruf aku belum pernah cerita. Maukah kau memaafkan aku Ning?
Istri: Astagfirullah.. emang akang salah apaan?
Suami: Iya Ning, aku salah, aku tidak jujur bahwa sebenarnya dirimu adalah tulang rusukku yang hilang... xixixix
Istri: ah, akang bisa aja... kirain apaan?
Usai sholat dan berdoa, mereka merapikan perangkat sholat.. sambil berjalan menuju ke kamar ...
Istri: Kang, emang akang tadi habis doain aku, koq doa lagi.. doanya lama banget, emang akang doa apaan?
Suami: Owhh itu, Ning mau tahu gimana doa akang tadi?
Istri: Iya dong, khan tadi aku nanya...
Suami: Aku tadi berdoa begini “Ya Allah, jangan jadikan aku dari golongan orang-orang yang garing, yang tak pernah bisa bercanda dengan keluargaku... ”
“Ya Allah, jadikanlah orang-orang yang membaca kisah kurang penting ini, baik yang pengantin baru maupun pengantin yang tidak baru.. kalo mereka suami, jadikanlah suami yang bukan hanya pulang membawa uang untuk beli beras dan sebongkah emas berlian (karena memang mereka bukan bang thoyib), tapi pulang ke rumah juga membawa seutas senyum untuk keluarganya. Kalo mereka para istri, jadikanlah mereka istri yang tak hanya bisa menyediakan teh manis, tapi senyum paling manis dihadirkan untuk keluarganya.”.
Suami-Istri: Amiinnn...
(tulisan ini bkn bemaksud apa2, kcuali didedikasikan untuk (calon)/ suami-istri agar supaya tak pernah lelah sejenak saja saling “berbagi” di tengah kesibukannya sehari-hari bekerja, dan sekaligus berdakwah bergelut bersama umat. Jangan ada yang merasa tersinggung dengan tulisan ini, apalagi sampe lempar uang ke saya. Jangan juga ada yang menganggap ini serius, karena ini hanya sekedar tulisan ringan, pengantar anda untuk bercanda bersama keluarga. Selamat berbahagia )
Ini kisah nggak begitu penting, tentang sepasang ikhwan-akhwat yang baru saja merampungkan pesta pernikahan. Tak sabar, rasanya ingin mengusir tamu-tamu supaya pulang cepat. Maklumlah, pengantin baru kan katanya jadi raja-ratu sehari.
Pasangan ini menikah cukup muda, si ikhwan 24 tahun 9 bulan 10 hari, sedangkan si akhwat 23 tahun 11 bulan 29 hari. Ketemunya juga di kampus, saat sama-sama aktif di Rohis. Si Ikhwan yang ketua BKIM dan si akhwat sekretarisnya, karena mungkin sering bertemu, maka berlakulah pepatah jerman ‘witing tresno jalaran saka nggelibet’ (kalo nggak tahu artinya, silahkan di terjemahkan di google). Nggak ada makcomblang, si ikhwan memang terbilang gentlemen, dia menerapkan prinsip BKKBN alias Biar Kecil-Kecil Berani Nikah.
Setelah tamu-tamu pada pulang dan jam dinding di rumah menunjukkan pukul 22.15 WIB, maka kedua pasangan itu pun masuk ke kamar yang sudah dihias sedemikian rupa, bak istana sebuah kerajaan. Maka terjadilah komunikasi yang shy-shy cat alias malu-malu kucing antara keduanya, harap maklum.
Suami: Hemmm.. Ning, alhamdulillah ya akhirnya aku bisa memiliki dirimu. Makanya, mulai malam ini, aku ingin kita melakukan kontrak politik...
Istri: Kontrak politik? Maksud akang apaan?
Suami: Iya, aku pingin mulai malam ini kita menandatangani kontrak politik, sebagai tanda kalo hati kita telah berkoalisi, sehingga jangan ada dusta diantara koalisi ini...
Istri: yee.., akang.. Ning kira apaan..
Suami: Oiya Ning, sebenarnya selain aku telah memberimu mahar, aku sudah menyediakan hadiah khusus. Kalo tadi pas akad nikah disebutkan maharnya “uang sekian-kian, seperangkat alat sholat...”. Nah sebenarnya ada yang kurang.
Istri: Koq kurang? Lha terus..?
Suami: Ning, aku masih menyimpan dua emas untuk mu, Ning..
Istri: Oihya...? wahh... surprize banget dunk..
Suami: Iya dua emas itu adalah, emas yang pertama adalah Mas Bejo alias suamimu tercinta ini, dan emas yang kedua adalah Emas yang masih ada di freeport... hehehe
Istri: Hohoho... koq emas yang di freeport sih?
Suami: Iy khan emas freeport itu milik rakyat, yang sekarang dikusai oleh Amrik, sementara negara dan rakyat ini hanya dapat ampasnya doang... nah kita kan rakyat, iya nggak sih?
Istri: Hemm.. iya Kang betul.. betul.. betul J
Suami: Oiya, tahu nggak apa bedanya emas freeport dengan diri Neng?
Istri: Eh si Akang, pertanyaannya ada-ada aja deh... hemm, apa ya?
Suami: Ada banyak sebenarnya perbedaannya, tapi Akang cuman contohin satu aja. Kalo emas freeport semakin digali makin abis, tapi kalo dirimu semakin “digali”, malah semakin beranak-pinak... wkwkwkwk..
Istri: Ih, akang baru sehari udah ngegombal...
Begitulah, sepasang pengantin baru itu menikmati malam pertamanya dengan mencairkan suasana. Biasalah, ice breaking. Kebiasaan si Ikhwan ngisi training di kampus, suka ngasih ice breaking, akhirnya terbawa juga di malam hari itu.
Setelah berbincang cukup lama, mereka berdua ambil wudhu dan masuk ke ruang mushola keluarga ....
Suami: Ning, sebelum kita sholat sunnah dan sebelum aku berdoa di ubun2 mu, sebagaimana lazimnya pengantin baru. Aku mau minta maaf. Maafkan aku ya ning, baru sekarang aku bisa jujur, klo slama taaruf aku belum pernah cerita. Maukah kau memaafkan aku Ning?
Istri: Astagfirullah.. emang akang salah apaan?
Suami: Iya Ning, aku salah, aku tidak jujur bahwa sebenarnya dirimu adalah tulang rusukku yang hilang... xixixix
Istri: ah, akang bisa aja... kirain apaan?
Usai sholat dan berdoa, mereka merapikan perangkat sholat.. sambil berjalan menuju ke kamar ...
Istri: Kang, emang akang tadi habis doain aku, koq doa lagi.. doanya lama banget, emang akang doa apaan?
Suami: Owhh itu, Ning mau tahu gimana doa akang tadi?
Istri: Iya dong, khan tadi aku nanya...
Suami: Aku tadi berdoa begini “Ya Allah, jangan jadikan aku dari golongan orang-orang yang garing, yang tak pernah bisa bercanda dengan keluargaku... ”
“Ya Allah, jadikanlah orang-orang yang membaca kisah kurang penting ini, baik yang pengantin baru maupun pengantin yang tidak baru.. kalo mereka suami, jadikanlah suami yang bukan hanya pulang membawa uang untuk beli beras dan sebongkah emas berlian (karena memang mereka bukan bang thoyib), tapi pulang ke rumah juga membawa seutas senyum untuk keluarganya. Kalo mereka para istri, jadikanlah mereka istri yang tak hanya bisa menyediakan teh manis, tapi senyum paling manis dihadirkan untuk keluarganya.”.
Suami-Istri: Amiinnn...
(tulisan ini bkn bemaksud apa2, kcuali didedikasikan untuk (calon)/ suami-istri agar supaya tak pernah lelah sejenak saja saling “berbagi” di tengah kesibukannya sehari-hari bekerja, dan sekaligus berdakwah bergelut bersama umat. Jangan ada yang merasa tersinggung dengan tulisan ini, apalagi sampe lempar uang ke saya. Jangan juga ada yang menganggap ini serius, karena ini hanya sekedar tulisan ringan, pengantar anda untuk bercanda bersama keluarga. Selamat berbahagia )
Dasar hukum walimah
Adanya walimatul ‘ursy, usai akad nikah merupakan salah satu sunnah nabi. Dalam pembahasan disini tidak dibedakan pembahasan antara walimatul ‘ursy (walimah) dengan resepsi pernikahan, karena kebanyakan di masyarakat kedua acara itu tidaklah dipisahkan. Meskipun ada yang dipisahkan pelaksanannya, tapi pembahasan disini lebih mengarah ke walimah Islamy.
Dasar hukum dari walimah, diantaranya beberapa hadits Rasulullah Saw, berikut ini:
“Dari Anas bin Malik, sesungguhnya Nabi Saw, melihat pada ‘Abdurahman bin ‘Auf bekas minyak wanginya, lalu beliau bertanya: “Apa gerangan ini? Kenapa kamu melakukan ini?” Ia menjawab: “Wahai Rasulullah, saya telah kawin dengan seorang perempuan dengan mas kawin sekeping emas” Rasulullah Saw lalu menyahut: “Semoga Allah memberikan berkah kepadamu, dan adakan walimah walau dengan (menyembelih) seekor kambing kibasy” (HR. Ibnu Majah)
“Dari Anas bin Malik, ujarnya: “Aku tidak pernah melihat Rasulullah Saw, melakukan walimah untuk istri-istrinya seperti yang beliau lakukan dalam walimah perkawinannya dengan Zainab, yaitu beliau menyembelih seekor kambing kibasy” (HR. Ibnu Majah)
“Dari Anas bin Malik, sesungguhnya ketika kawin dengan Shafiyah, Nabi Saw mengadakan walimah dengan makan gandum dan kurma” (HR. Ibnu Majah)
Walimah diadakan sebagai sarana pengumuman pada khalayak bahwa kedua pengantin yang sebelumnya dikenal masyarakat belum menikah, maka dengan adanya walimah, masyarakat tahu bahwa keduanya sudah bukan lagi sebagai bujangan. Sehingga bagi si wanita yang telah menjadi isteri bagi laki-laki tersebut, telah tertutup bagi laki-laki lain untuk memperisterinya, kecuali diceraikan oleh suaminya atau suaminya telah meninggal. Disamping itu dengan adanya pengumuman tersebut, orang tahu bahwa perempuan yang bersangkutan menjadi ahli waris dari laki-laki yang dikenal sebagai suaminya, dan sebaliknya.
Hadirnya dua orang saksi pada saat akad nikah berlangsung juga sudah menjadi bukti kuat bahwa telah terjadi pernikahan antar dua orang anak manusia. Sehingga yang diwajibkan dalam Islam hanyalah akad nikah atau lebih tepatnya proses ijab kabul. Adapun walimah hukumnya sunnah, bisa diadakan walimah jika kita mampu melaksanakannya dan sesuai dengan ukuran kemampuan finansial kita.
Bertujuan untuk melaksanakan ibadah
Tidak sedikit resepsi pernikahan diselenggarakan dengan tujuan yang tidak sesuai syariat Islam. Sehingga ada motif kebanyakan masyarakat yang berotak materialistis, melaksanakan resepsi pernikahan untuk mendapatkan keuntungan, layaknya jual beli. Masyarakat menganggap mereka telah mengeluarkan banyak biaya untuk pernikahan anak mereka, terutama pihak pengantin wanita, maka untuk nomboki pengeluaran, diundanglah sekian banyak orang, dengan harapan semakin banyak orang yang diundang, maka semakin banyak pemasukan yang masuk.
Ada juga yang punya dorongan melakukan resepsi pernikahan karena ingin dipandang “wah” di masyarakat, baik si punya hajat tersebut orang kaya ataupun miskin. Kalau kebetulan yang punya hajat orang kaya, pengeluaran berapapun tidak masalah, asal mereka bisa memamerkan kekayaan, kesuksesan, kedudukan di hadapan rekan, keluarga, tetangga dan masyarakat sekitarnya. Tapi giliran yang punya hajat orang miskin, untuk menyelenggarakan resepsi mereka harus berhutang kanan-kiri, bahkan ada yang menjual atau menggadaikan barang-barang miliknya. Setelah hajatan resepsi pernikahan selesai, maka hutang pun masih menggantung. Padahal tujuannya hanya supaya kelihatan mewah dan dipandang oleh masyarakat yang intinya ingin riya’ alias pamer ke orang lain.
Suatu hal yang sia-sia belaka jika kita mengeluarkan biaya puluhan juta untuk sesuatu yang tidak ada nilai ibadahnya sama sekali. Ibaratnya kita membangun sebuah rumah yang kita berharap bisa menempatinya untuk tempat tinggal, tapi alangkah malangnya jika ternyata bangunan yang sudah kita susun rapi, hanya terkena angin sepoi-sepoi saja, akhirnya roboh dan hancur.
Tidak dibenarkan menyelenggarakan resepsi dengan didasari oleh kepentingan-kepentingan selain mencari ridlo Allah SWT. Dengan pamer kepada orang lain, artinya kita mencari ridlonya manusia, bukannya Alllah tujuan kita. Islam mengajarkan kepada kita bahwa tujuan manusia diciptakan adalah untuk beribadah kepada Allah, sebagaimana dalam Al-Qur’an Surat adz-Dzariyat 56:
“Tiada Aku ciptakan jin dan manusia, selain untuk beribadah kepada-Ku (Allah)”.
Ibadah dalam pengertian luas, bukan hanya ibadah ritual seperti sholat, zakat, puasa atau haji. Tapi setiap aktivitas yang kita lakukan dengan didasari mencari ridlo Allah serta tata caranya sesuai yang diajarkan syariat Islam maka bisa bernilai sebagai ibadah. Sehingga sebagai seorang muslim, kita harus bersyukur kepada Allah karena setiap aktivitas yang kita hendak lakukan, bisa menjadi ladang amal ibadah kita, yang itu tidak dimiliki oleh umat lain selain Islam. Seharusnya rasa syukur dan bangga sebagai muslim tidak ditutupi dengan aktivitas kita meniru adat, kebiasaan, ritual umat lain. Rasulullah Saw, dalam salah satu sabdanya :
“Barang siapa meniru tingkah laku suatu kaum, maka dia tergolong dari mereka” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
“Tidak termasuk golonganku, orang-orang yang menyerupai selain golonganku (umat Islam)” (HR. Tirmidzi)
Untuk itu pelaksanaan resepsi pernikahan harusnya diniatkan untuk beribadah kepada Allah SWT. Karena diniatkan sebagai ibadah, maka tujuan kita melakukannya harus dijauhkan dari ketidak ikhlasan alias hanya untuk mencari ridlo Allah. Serta jangan lupa untuk bernilai ibadah dihadapan Allah, maka tata caranya tidak boleh melanggar syariat Islam atau tidak pernah dituntunkan oleh syariat Islam. Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Hasyr ayat 7 yang artinya
“Dan apa-apa yang diperintahkan oleh Rasul maka ambillah, dan apa yang dilarang maka tinggalkanlah”.
Juga dalam sabda Rasulullah: “Barang siapa yang beramal, tidak ada perintah dariku, maka tertolak amal itu” (HR Bukhori)
Dilarang mengandung TBC (tahayul, bid’ah, churafat)
1. Seperti yang sering terjadi di resepsi pernikahan di Jawa, biasanya para orang tua untuk memutuskan hari dan tanggal pernikahan selalu menggunakan perhitungan kalender jawa (paing, pon, legi, kliwon, wage) yang dikaitkan dengan tanggal kelahiran kedua calon pengantin. Menurut mereka hal itu nanti ada hubungannya dengan kelancaran acara resepsi itu sendiri ataupun nasib masa depan perkawinan anak-anak mereka. Sehingga kalau menurut hitung-hitungan kalender Jawa mereka, dan ternyata hasilnya buruk, maka bisa saja perkawinan tidak jadi dilaksanakan.
Atau juga dalam adat Jawa, seorang anak bungsu misalnya tidak boleh menikah dengan wanita yang anak sulung. Tidak jelas apa yang menjadi alasan mereka mengeluarkan larangan itu, tapi jika memang ada perkawinan semacam itu, mereka akan sangat keras melarangnya. Hari pernikahan menurut mereka sangat sakral, sehingga kalau misalnya hari pernikahan sudah ditetapkan satu bulan sebelumnya, tapi ternyata dari salah satu keluarga calon pengantin ada yang meninggal dunia, misalnya kakek atau neneknya, maka hari pernikahanpun bisa berubah bahkan batal.
Penilaian: Dalam khazanah Islam, tidak ada bulan beruntung ataupun bulan sial. Semua bulan adalah baik dalam Islam, meskipun itu bulan Muharram ataupun Ramadhan, yang dalam kebiasaan masyarakat Jawa di bulan itu tidak boleh mengadakan hajatan. Sebab menurut mereka di bulan Muharram jika kita tetap melaksanakan resepsi pernikahan, maka akan banyak timbul malapetaka, atau nasib buruk akan menimpa kita. Tentu itu suatu kepercayaan yang tidak berdasar sama sekali. Kepercayaan akan ramalan nasib dalam Islam tidak ada tuntunannya. Rasulullah Saw bersabda:
“Barang siapa mendatangi Kahin (tukang sihir, dukun, tukang santet, tukang ramal, paranormal, dll) dan membenarkan apa yang ia katakan, sungguh ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad Saw” (HR. Abu Dawud)
“Barangsiapa mendatangi dukun/ peramal dan bertanya kepadanya tentang sesuatu maka shalatnya selama empat puluh malam, tidak akan diterima” (HR. Muslim)
“Barang siapa membatalkan maksud keperluannya karena ramalan mujur-sial, maka dia telah bersyirik kepada Allah” (HR. Ahmad)
Dalam rukun Iman, Islam mengajarkan kepada kita untuk beriman kepada qodho dan qodhar serta baik buruknya bagi kita. Sehingga setiap manusia nasibnya sudah ditentukan oleh Allah SWT, tidak ada manusia yang dilahirkan bernasib sial ataupun mujur. Hanya manusia itu sendiri yang bisa memilih, dia ingin selamat atau celaka. Jika kita mengaku beragama Islam, kita selalu bertawakal kepada Allah dengan senantiasa berusaha agar setiap aktivitas yang kita lakukan, termasuk pelaksanaan resepsi pernikahan, agar tidak keluar dari koridor syariat Islam, yang akan mengundang murka Allah SWT, itu artinya kita telah mencelakai diri kita.
2. Hadirnya sesajian dalam pernikahan adat Jawa tidaklah boleh ditinggalkan. Konon hal itu untuk menolak bala’ atau sesuatu yang diluar jangkaun manusia. Sesajian itu berisi segelas air putih, nasi putih beserta lauk pauk kering, pisang satu tandan dan tidak lupa kembang atau bunga tujuh rupa serta kemenyan. Biasanya peletakan sesajian itu berbeda-beda, ada yang di dapur yang katanya supaya makanan tidak mudah gosong, atau supaya makanan tidak habis padahal tamu masih berdatangan. Sesajian di kamar tidur pengantin, menurut mereka untuk menjaga tidur pengantin dari godaan mahluk halus. Sesajian di kamar mandi atau tempat pengantin perempuan melakukan acara “siraman”. Sesajian juga ditempatkan di panggung pelaminan atau tenda tamu, biar panggung atau tendanya tidak roboh dan juga sekaligus menolak turunnya hujan.
Penilaian: Jelas hadirnya sesajian itu bukanlah berasal dari ajaran Islam, sekalipun mungkin saat meletakkan sesajian itu mengundang seorang kyai dan melafadzkan bacaan islamy seperti al fatihah atau surat yaasin. Adat seperti itu terpengaruh oleh adat orang Hindu atau Budha, yang biasanya mereka berdalih, itu pernah diajarkan oleh para Wali. Jika mereka berdalih seperti itu, maka sebagai seorang Wali (ahli agama), tentu tidak akan pernah mengajarkan sesuatu yang bertentangan dengan syariat Allah. Bagaimana bisa seorang Wali yang merepresentasikan sebagai ulama mengajarkan untuk meminta perlindungan dari godaan marabahaya ataupun syaithan yang terkutuk dengan menggunakan sesajian yang tidak ada tuntunannya dalam Islam? Tentunya kalau benar ajaran seorang Wali, pasti akan mengajarkan untuk menolak bala’ ataupun meminta perlindungan, langsung meminta kepada Allah, mungkin dengan shalat hajat ataupun bacaan al-qur’an yang tidak diikuti dengan sesajian. Dengan sesajian yang sudah barang pasti menggunakan perantara Jin, yang itu dilarang dalam ajaran Islam, karena jelas mengundang kesyirikan.
Sehingga hadirnya sesajian dalam pernikahan yang Islamy haruslah ditiadakan, karena tidak ada tuntunannya dalam syariat Islam dan jelas itu adat yang termasuk dalam bid’ah (kesesatan) serta jatuh pada ritual tahayul. Apa bedanya kemudian dengan kebiasaan jahiliyah yang dilakukan kaum Quraisy sebelum datangnya Islam? Padahal saat sekarang Islam telah paripurna dan Rasulullah telah tiada, kenapa kita ingin mengulangi tradisi jahiliyah itu?
3. Upacara resepsi pernikahan dalam adat klasik (Jawa, Madura, Banjar, dll) maupun modern (Eropa, Kristen, dll), tentu berbeda dengan Islam. Dalam perkawinan orang Jawa ada ritual ketika sepasang pengantin belum resmi menjadi suami-isteri, diadakan upacara pertunangan, yang acaranya hampir mirip dengan melamar. Bahkan dalam acara ini kedua calon pengantin di rias layaknya pengantin.
Saat upacara perkawinan dilangsungkan sederet ritual pun sudah dipersiapkan. Ritual yang tidak boleh ditinggalkan adalah “temu pengantin” yang biasanya diisi dengan dipertemukannya dua pengantin yang sudah melangsungkan akad nikah. Pengantin laki-laki berjalan bersama rombongan keluarganya yang diapit oleh dua anak muda yang disebut manggolo yudha yang membawa sepasang rangkaian kembar mayang dan dipertemukan dengan pengantin perempuan yang juga diapit dua wanita yang disebut widodari dan diikuti beberapa wanita dibelakangnya biasanya 3 sampai 4 pasang yang disebut putri domas. Ritual selanjutnya, pengantin laki-lakinya diminta menginjak telur dan pengantin perempuannya menyiram kaki pengantin prianya dengan air kembang. Setelah itu kedua orang tuanya secara bergantian memberikan minum air putih kepada kedua mempelai, baru kemudian keduanya dihantarkan ke pelaminan dengan digandeng menggunakan kain yang diistilahkan bopongan. Dan masih banyak lagi ritual lain dalam resepsi pernikahan adat Jawa, seperti sungkeman, kacar-kucur, dll.
Penilaian: Melihat dari runtutan acara pernikahan adat Jawa diatas, jelas tidak satupun ritual diatas pernah diajarkan oleh Islam. Meskipun mereka mengatakan ada nilai-nilai Islamy di dalamnya, tetap saja bahwa Islam tidak bisa dicampuradukkan dengan adat istiadat yang pasti berbau khurafat dan bid’ah. Jika kita mengaku muslim, tentu akan bertanya darimana ritual itu berasal. Dan jika kita berniat ibadah dalam melaksanakan resepsi pernikahan, maka nilai ibadah itu telah rusak karena terkontaminasi ketentuan yang bukan berasal dari Islam sama sekali.
Adat istiadat suatu kaum tidak bisa dijadikan bagian dari hukum syariat. Sebagaimana bunyi kaidah ushul fiqh, yang mengatakan “Adat suatu kaum tidak bisa menjadi hukum”
Dengan demikian tetap membiarkan resepsi pernikahan kita dicampuri ritual yang tidak Islamy, sama saja dengan merusak nilai ibadah dalam pernikahan dan kebarokahan pun tidak akan tersampaikan dalam perkawinan tersebut. Namun ada yang mengatakan bahwa ritual-ritual yang dilakukan itu merupakan simbol-simbol dan mengandung makna yang dalam, seperti misalnya ritual ketika pengantin perempuan menyiram kaki pengantin laki-lakinya setelah menginjak telur, menurut mereka itu menunjukkan kesetiaan pasangan tersebut, sekaligus simbol bahwa kedudukan laki-laki lebih tinggi daripada wanita dalam rumah tangga, yang kalau dikaitkan dengan Islam, ada saja kaitannya. Memang di dalam Islam kedudukan laki-laki sederajat lebih tinggi daripada wanita yang menjadi isterinya. Seperti disebut al-Qur’an surat an-Nisa ayat 34 “Seorang lelaki adalah pemimpin bagi kaum perempuan”. Tapi tidak bisa ketentuan kedudukan seperti itu disimbolkan dengan ritual sebagaimana adat Jawa diatas. Satu sisi, hal itu tidak diajarkan oleh Islam, di sisi yang lain karena kedudukannya sebagai simbol semata, maka jelas tidak perlu dipertahankan untuk dilakukan.
Jika memang harus mengadakan resepsi, maka seharusnya bentuk acaranya tetap dibuat islamy. Hilangkan ritual-ritual diatas, diganti dengan model acara pengajian. Upacara temu pengantin, bisa dilakukan di dalam kamar setelah acara akad nikah usai. Sebagaimana yang dilakukan Ibu ‘Aisyah yang mempertemukan dengan Rasulullah Saw, di dalam kamar hanya berdua. Salah satu hadits menyebutkan:
“Dari ‘Aisyah ra. Ujarnya: “Nabi Saw, mengawini aku, lalu ibuku datang kepadaku, kemudian memasukkan aku ke dalam rumah dan tiada orang lain yang menemui aku selain Rasulullah Saw” (HR. Bukhori)
Hadits tersebut sekaligus menjadi bukti kuat, bahwa saat acara akad nikah, pengantin wanitanya tidak harus dihadirkan atau tidak perlu disandingkan bersama pengantin prianya. Cukup kehadiran wali si calon pengantin wanita yang mewakili wanita dalam akad pernikahan. Keduanya bisa bertemu, setelah calon pengantin prianya usai mengucapkan lafadz ijab kabul dengan sempurna.
Susunan acara resepsi atau walimah dibuat sederhana, cukup didahului dengan pembukaan, diteruskan pembacaan ayat suci al-qur’an dan sambutan-sambutan dilanjutkan dengan pengajian atau ceramah agama, dan ditutup dengan ramah tamah.
Dalam adat Jawa ataupun Eropa model dekorasi pelaminannya pasti mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Dekorasi pelaminan Jawa misalnya, mengharuskan adanya dekorasi atau aksesoris pengantin berupa janur (daun kelapa muda) yang dipasang di pintu masuk (penjor) bersama sepasang pohon pisang. Di panggung (pelaminan) pengantin juga ada kembar mayang, yang biasanya dihiasi dengan buah-buahan. Belum lagi pakaian pengantin dalam tradisi Jawa, biasanya berganti minimal 2 kali ganti baju. Kemudian untuk menyewa putri domas, manggolo yudho, widodari, cucuk lampah yang semuanya beserta pakaian dan rias, itu semua tentu mengeluarkan dana yang tidak kecil. Bagi keluarga yang kurang mampu, mereka akan minder ketika disodori rincian dana yang begitu besar tersebut. Belum lagi jika memikirkan dana untuk konsumsi para tamu, dan logistik seperti peralatan dapur, piring, sendok, tenda, kursi, dll.
Dengan menyederhanakan susunan acara, menghindari peluang terjadinya praktek tahayul, berhala, khurafat dan bid’ah, maka satu sisi kita telah berhasil membawa resepsi pada jalan Allah. Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya ucapan yang paling benar adalah Kitabullah, dan sebaik-baik jalan hidup ialah jalan hidup Muhammad. Sedangkan seburuk-buruk urusan agama ialah yang diada-adakan. Tiap-tiap yang diadakan adalah bid’ah. Dan setiap bid’ah adalah sesat, dan tiap kesesatan adalah ke neraka” (HR. Muslim)
“Barang siapa yang beramal, tidak ada perintah dariku, maka tertolak amal itu” (HR Bukhori)
Di sisi lain, ini yang juga penting dan barangkali ini yang membuat banyak keluarga mundur atau menunda menikah dengan alasan kurang biaya untuk resepsi pernikahan. Jadi dengan format yang Islamy, maka itu artinya kita juga telah menekan pengeluaran sekecil mungkin untuk acara resepsi pernikahan dan menghindari pemborosan (tabzir), yang itu dilarang oleh Islam dan termasuk amalan syaithan. Firman Allah:
“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan hartamu secara tabdzir (boros). Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudaranya syaithan” (TQS. al- Isra 26-27)
Hindari campur baur (iktilath) dan berduaan (khalwat)
Secara umum kehidupan kelompok laki-laki dan kelompok wanita adalah terpisah. Hal itu ditunjukkan dengan banyaknya dalil dalam Al-Qur’an yang memisahkan pembahasan tentang laki-laki dan perempuan, seperti salah satu ayat:
“…. Kaum pria dan kaum wanita yang gemar bersedekah, kaum pria dan kaum wanita yang gemar berpuasa, kaum pria dan kaum wanita yang senantiasa memelihara kehormatannya, kaum pria dan kaum wanita yang banyak menyebut nama Allah ..” (TQS. al-Ahzab 35)
Penyebutan laki-laki dan perempuan dalam ayat diatas secara terpisah, menunjukkan dengan jelas pada dasarnya aktivitas keduanya terpisah. Contoh yang lain, Allah tidak menerima wanita sebagai wali dalam perkawinan, melainkan seorang laki-laki yaitu ayah, karena seorang laki-laki dalam pandangan Islam adalah qawam (lebih utama) terhadap wanita dan juga nasab seseorang didasarkan atas ayahnya. Allah telah memerintahkan kepada wanita untuk menutup aurat, dan melarang laki-laki melihat aurat perempuan. Semua itu menunjukkan secara umum kehidupan laki-laki dan perempuan dalam pandangan Islam adalah terpisah. Hanya dalam keadaan tertentu, seorang laki-laki dan wanita bisa dan boleh bertemu.
Naluri seksual yang fitrah pada setiap manusia, dalam pandangan Islam tidaklah dikekang, tidak pula dibebaskan liar. Akan tetapi naluri seksual pada manusia dalam pandangan Islam adalah semata-mata untuk melestarikan keturunan umat manusia. Islam mencegah segala hal yang dapat membangkitkan nafsu seksual antar lawan jenis. Faktor yang mempengaruhi naluri seksual salah satunya adalah adanya fakta yang dapat diindera, seperti melihat lawan jenis, baik yang menutup aurat, apalagi yang tidak menutup aurat. Sehingga Islam menetapkan seperangkat aturan hubungan laki-laki dan perempuan dalam rangka menjaga sifat iffah (kehormatan) untuk menghasilkan akhlak yang terpuji. Salah satu aturan atau hukum-hukum tersebut diantaranya, Islam melarang pria dan wanita berduaan (khalwat), kecuali wanita itu disertai oleh mahramnya. Rasulullah Saw bersabda:
“Tidak diperbolehkan seorang pria dan wanita berduaan, kecuali jika wanita itu disertai mahram-nya” (HR. Muslim)
“Siapa saja yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, janganlah sekali-kali ia berkhalwat dengan seorang wanita yang tidak disertai mahramnya karena yang ketiga diantara keduanya adalah setan” (HR. Abu Dawud)
Atas dasar itu, untuk mencegah terjadinya campur baur (khalwat dan ikhtilat) maka resepsi pernikahan, jika menghadirkan tamu laki-laki dan perempuan harusnya dipisahkan antara keduanya. Tentang bagaimana pemisahannya, itu sudah menyangkut persoalan teknis, tapi tetap berpegang pada prinsip syariat Islam. Dalam pemisahan itu, hendaknya perlu diperhatikan tentang perintah menundukkan pandangan, sebagaimana firman-Nya:
“Katakanlah kepada laki-laki Mukmin, hendaklah mereka menundukkan pandangannya dan menjaga kehormatannya …… Katakanlah kepada wanita mukmin, hendaklah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kehormatannya” (TQS. an-Nur 30-31)
Sehingga adanya hijab taam (sempurna) menjadi sebuah kebutuhan untuk memperkecil peluang tamu laki-laki dan perempuan saling bertemu atau berpandangan, jika keduanya berada dalam satu tempat (gedung, halaman rumah). Ada alternatif cara atau teknis untuk menghindari pertemuan tamu laki-laki dan perempuan dalam resepsi pernikahan. Pertama, bisa dengan jalan memisahkan keduanya dalam ruang atau tempat resepsi yang berbeda. Fasilitas ini dimiliki oleh gedung atau masjid yang memiliki dua ruangan yang berbeda, sehingga begitu tamu masuk ruangan sudah terpisah total antara keduanya. Persoalan kedua tamunya tidak bisa menyaksikan kedua pengantin bersanding, itu akan dibahas pada pembahasan selanjutnya. Alternatif kedua, dengan cara memberikan waktu yang berbeda antara tamu laki-laki dan perempuan dalam menghadiri acara resepsi. Misalnya tamu laki-laki diundang saat acara akad nikah sedangkan tamu perempuan di undang saat acara resepsi.
Sedangkan mengenai acara pertunangan baik yang terjadi di adat klasik maupun modern, juga bukan merupakan ajaran Islam. Islam mengajarkan sebelum perkawinan ada proses yang dinamakan khitbah. Khitbah dalam Islam bukanlah “setengah nikah”, sehingga calon suami-isteri boleh berinteraksi bebas, sebagaimana yang terjadi pada sebagian masyarakat Indonesia yang berideologi kapitalis, terutama para selebritis kita. Dalam ritual modern mereka menyebutnya pra married atau pra wedding, biasanya mereka bebas untuk berfoto berdua, memesan undangan, mendesain baju pengantin berdua, merancang dekorasi dan mungkin mengadakan konferensi pers untuk mengumumkan hari dan tanggal pernikahan mereka.
Khitbah juga tidak bisa dikatakan sebagai “pacaran aman”, meskipun boleh bagi keduanya untuk ta’aruf (saling kenal), tapi aturan tentang tidak boleh berduaan, berbicara bebas atau bersenda gurau, tetap harus menjadi rambu-rambu hubungan mereka.
Menutup aurat dan tidak tabaruj
Dalam upacara perkawinan adat maupun modern, biasanya mengharuskan pengantin wanitanya menanggalkan jilbab dan kerudungnya. Kemudian dirias wajahnya dengan eye shadow, bedak rias, diberi lipstik yang menor, kepalanya diberi mahkota atau sunduk mentol, alisnya dikerik, pipinya diberi peronah pipi, dll, yang tujuannya untuk memamerkan kecantikan si pengantin kepada laki-laki yang bukan suaminya. Sehingga mereka sering menyebut kedua mempelai dengan sebutan raja dan ratu semalam, karena mereka berdua dirias bak seorang ratu dan raja. Padahal kalau mereka muslim, tradisi dandanan seperti itu, tidak pernah sama sekali diajarkan oleh Islam. Allah SWT, berfirman:
“…dan janganlah kamu berdandan seperti wanita-wanita di jaman Jahiliyah” (TQS. al-Ahzab 33)
Islam menetapkan aturan bagi kaum wanita untuk mengenakan pakaian secara sempurna yang menutupi seluruh tubuhnya, kecuali muka dan telapak tangan. Allah SWT, berfirman:
“Janganlah mereka menampakkan perhiasannya selain apa yang biasa tampak pada dirinya. Hendaklah mereka menutupkan kerudung (khimar) ke bagian dada mereka” (TQS. an-Nur 31)
“Wahai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu, dan wanita-wanita Mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka” (TQS. al-Ahzab 59)
Kedua ayat diatas menunjukkan dengan jelas pakaian wanita yakni berupa khimar (kerudung) dan jilbab, yang dikenakan ketika bertemu dengan lawan jenis yang bukan mahram atau diluar rumah. Begitupun saat acara walimah, tidak ada peluang bagi orang lain kecuali muhram untuk melihat tubuh pengantin wanita, kecuali muka dan telapak tangannya. Sehingga merupakan sebuah pelanggaran syariat Islam, jikalau pengantin wanita terpaksa harus menanggalkan kerudung dan jilbabnya kemudian menggantinya dengan pakaian adat atau modern yang tidak menutup auratnya sama sekali, bahkan cenderung pamer aurat.
Apalagi dengan dirias sedemikian rupa, maka keharamannya bukan saja karena membuka aurat dihadapan khalayak, tapi keharamannya tampak juga pada tabarruj atau berhias secara berlebihan untuk membuat tertarik orang lain. Jadi pembahasan tentang menutup aurat dengan menampakkan kecantikan adalah dua hal yang berbeda. Adakalanya seseorang sudah menutup aurat tapi dia masih melakukan tabarruj, atau sebaliknya dia tidak menutup aurat tapi bertabarruj. Jelas keduanya tidak boleh dilakukan oleh seorang muslimah, menutup aurat tapi tabarruj, atau tidak menutup aurat tapi tidak tabarruj.
Ada upaya juga dari kalangan para perias pengantin adat maupun modern, agar tetap pengantin wanitanya mengenakan kerudungnya. Tapi lagi-lagi, baju yang dipakaikan tetap tidak sesuai ketentuan syariat Islam. Ada yang bajunya ketat hingga membentuk lekuk tubuh. Ada juga yang bahannya tipis atau transparan, layaknya kebaya dalam pakaian adat Jawa. Sekali lagi meskipun kerudungnya tidak dilepas, akan tetapi tetap menampilkan riasan wajah yang tabarruj (berlebihan), maka seperti itu tetap tidak diperbolehkan syariat Islam.
Maka untuk menghindari terjadinya tabarruj dan pamer aurat, baik pengantin maupun yang bukan pengantin, kewajiban menutup aurat bagi wanita tetap harus dijalankan, sekaligus aturan pemisahan tamu laki-laki dan perempuan juga tidak boleh ditinggalkan.
Pengantin wanitanya tetap mengenakan jilbab dan kerudung, bukan pakaian adat yang dibalut dengan kerudung. Serta hindarkan untuk merias wajah dengan mengerik alis, memenorkan bibir, meronakan pipi dan memakaikan mahkota, yang semuanya akan jatuh pada tabarruj, jika dilakukan. Merias pengantin cukup sekedar mengenakan pakaian bagus dan memakai bedak atau lipstik seadanya, sehingga dia tampil cantik untuk pengantin prianya.
Karena adanya larangan tabarruj dalam Islam, maka harus dihindari untuk mensandingkan atau lebih tepatnya memamerkan kedua pengantin dengan duduk diatas kursi pelaminan untuk dipamerkan kepada para tamu. Pengantin laki-lakinya cukup menemui para tamu laki-laki, begitupun pengantin wanita cukup berada di lingkungan sesama kaumnya. Perhatikan sabda Rasulullah Saw, berikut ini:
“Seorang wanita yang memakai minyak wangi lalu lewat di tengah-tengah kaum dengan maksud agar mereka menghirup bau harumnya, maka wanitu adalah pelacur” (HR. An-Nasa’i)
“Abu Huroiroh ra. Berkata: “ Rasulullah Saw bersabda: Dua macam orang ahli neraka yang belum saya lihat; Satu, kaum yang memegang pecut (cemeti) bagaikan ekor lembu digunakan memukul orang-orang. Dan kedua: seorang perempuan yang berpakaian tapi telanjang, merayu-rayu menarik hati dan berlenggang-lenggang, membesarkan kondenya bagaikan punggung unta yang miring, mereka tidak akan masuk surga dan tidak mendapati baunya, padahal bau surga terasa dari jarak yang sangat jauh” (HR. Muslim)
“Ibnu Mas’ud ra. Berkata: Allah telah melaknat perempuan yang membuat tahi lalat palsu dan yang meminta dibuatkan tahi lalat, dan yang memotong alisnya, memanggur giginya serta yang membuat-buat kecantikan dengan merusak buatan Allah” (HR. Bukhori, Muslim)
Bahkan untuk menghemat biaya pernikahan, tidak perlu baju baru untuk pengantin. Kita bisa meminjam atau menyewanya dari teman, saudara kita yang sudah lebih dahulu menikah. Tentunya pakaian yang Islamy, yakni jilbab dan kerudung. ‘Aisyah, isteri Rasulullah, pernah menyampaikan hadits:
“Dari ‘Aisyah, bahwa ia telah meminjam kalung dari Asma’, lalu kalung itu hilang, kemudian Rasulullah Saw, menyuruh beberapa orang sahabatnya untuk mencarinya …” (HR. Bukhari)
Hadits diatas disebutkan oleh Bukhari dalam Kitabunnikah, bab: “Meminjam pakaian dan lain-lain untuk pengantin”. Dengan meminjam baju yang dimiliki oleh saudara atau teman kita, kita bisa memperkecil biaya pernikahan. Tidak perlu ada rasa malu, apalagi biasanya, baju pengantin hanya sekali dipakai oleh pemiliknya, sehingga kalau kita meminjam, pasti kondisinya masih cukup bagus. Dan kalaupun kita membuat sendiri, pasti kita akan berpikir berkali-kali, karena baju itu nantinya hanya akan dipakai satu kali, sementara kondisi keuangan tidak memungkinkan untuk membuat baju pengantin sendiri.
Begitu juga demi menjaga kesucian ibadah pada walimatul ‘ursy, tidak ada dalam pandangan Islam bahwa tamu laki-laki diterima oleh penerima tamu perempuan atau sebaliknya
"Katakanlah kepada laki-laki beriman, hendaknya mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya, yang demikian adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang mereka perbuat." (TQS. an-Nur 30).