
Dear sahabatku,
Kenalin aku punya sahabat namanya Ilham. Dia itu setia banget, tapi ya
gitu deh, kadang dia itu suka menghilang atau kadangkala dia muncul dengan
sendirinya secara tiba-tiba. Kalo sudah muncul dia biasanya suka nyolek-nyolek aku
untuk segera bangkit dan berdansa dengannya. Tapi jangan bertanya ya, aku
belajar dansa darimana. Itu butuh proses.
Sahabatku, si Ilham itu kadang muncul saat aku sendiri, saat aku
menjelang tidur, saat aku baca sms, saat aku dengerin musik, saat aku baca
buku, bahkan pada saat yang aku nggak suka pun kadang dia muncul. Ya, pada saat
aku lagi BAB pun dia kadang muncul. Upss..., jangan berpikiran piktor dulu ya.
Tapi memang inilah apa adanya aku ketika ketemu ilham.
Nah, klo pas si ilham ini nggak ada, aku suka mencari-cari kemana sih
dia. Setelah aku lakukan sedikit perenungan, sebenarnya ilham itu ada dekatku,
bahkan sebenarnya selalu ada didekatku, tanpa aku menyadarinya. Hanya saja,
mungkin ilham lagi tidur, sehingga kita tak sadar, dan aku hanya perlu
membangunkannya untuk tetap setia menemani kita.
Sahabatku, maukah kalian aku kenalkan dengan Ilham? Dia itu baik koq.
Untuk memanggilnya datang, nggak perlu pake sesajian atau harus ngeluarin duit
sepeserpun. Bahkan, kalo tadi aku bilang ilham suka muncul tiba-tiba, maka
tanpa sahabat sadari, ilham itu bisa muncul dihadapan kalian. Loh koq? Hantu
dong? Bukan, dia bukan hantu, tapi dia bisa dimana saja, pada saat kita
inginkan atau tidak kita inginkan. Yah, sedikit mirip sih sama hantu, tapi aku
yakin, si ilham ini nggak menakutkan buat kalian. Dia bisa bersama kita, pas di
angkot, pas lagi online, pas lagi ngerumpi, pas lagi JJS, dan pada saat apapun.
Jadi satu pesen aku, pada saat dia hadir, kalian harus siap-siap menjamunya,
menampungnya dan cobalah setia dengannya, karena nantinya kalian akan diajak
berdansa.
Sahabatku, sebenarnya aku belum lama kenal sama si ilham, dan bukan
aku satu-satunya orang yang kenal dengan Ilham. Bahkan tanpa aku kenalkan,
sebenarnya diantara kalian sudah ada yang kenal dengan dia lebih dulu. Tapi
seperti aku bilang tadi, kita hanya perlu menyiapkan ‘wadah’ saat dia muncul
tiba-tiba. Gimana cara menyiapkan wadah itu? Nanti akan aku bagi tipsnya. Tapi,
ngomong-ngomong, sahabat sekalian sudah kenal dan tahu belum dengan si Ilham?
Sahabatku, Ilham itu ada disamping kita, ilham itu ada di benak kita,
ilham itu ada dimana-mana, bahkan dia itu seperti sudah menyatu dengan kita. Buat
yang sampe hari ini belum kenal dia, SKSD aja alias sok kenal sok dekat gitu. Ya,
buat kalian yang hingga hari ini masih bermimpi jadi penulis, tanpa aku kenalin
si Ilham, kalian sudah kenal ilham, mungkin juga tanpa sadar. Dia sering kita
cari-cari, “dimana sih ilham?”, “belum dapat ilham neh!”, “ilham koq gak muncul-muncul
ya”, dan seterusnya. Padahal dia itu dengan setianya, sebenarnya ada disamping
kita. ILHAM MENULIS, itulah dia yang aku maksud.
Nggak percaya kalo ilham itu bisa datang kapan saja? Aku sudah
membuktikannya. Aku kasih conto beberapa aja ya.
Pada saat aku terima dan baca sms, aku bisa ketemu ilham jadilah
tulisan http://lukyrouf.blogspot.com/2011/08/normal-0-false-false-false-in-x-none-ar_26.html
(aku search di google “sms pagi itu”, urutan lampiran ke-3)
Waktu itu, aku sedang menjelang tidur, tiba muncul ilham untuk nulis
ini ... http://adivictoria1924.wordpress.com/2010/05/23/ada-apa-dengan-syabab-aads/
(searc google “ada apa dengan syabab”, urutan lampiran ke-1)
Pas nonton teve lihat film spidermen, muncul http://lukyrouf.blogspot.com/2012/03/saat-kita-akan-kalah.html
(aku search di google “saat kita akan kalah, urutan lampiran 1)
Lagi online ada yang curhat, jadilah ... http://chirpstory.com/li/27452
(aku search di google “ada surat merah jambu di inboxmu” urutan
lampiran 1)
Dan seterusnya....
Untuk kalian, buktikan saja sendiri nanti. Hanya saja, sekali lagi,
pada saat dia muncul, jangan sia-sakan kesempatan itu, kita perlu tampung,
wadahin dia. Ini beberapa tips dari aku:
(1) Bawa notes. Biasanya saya suka, pake buku kecil, semacam
notes, jadi kalo istilah saya ‘menabung kosakata’. Bisa jadi pas di angkot, ada
orang nyeletuk, ngeluarin kosakata yang bagus, yang wah, yang aneh, atau yang
apalah, bisa kita ingat atau kalo saya biasanya saya catet di notes tersebut.
(2) Baca lagi tulisan sendiri. Cobalah untuk membaca tulisan
yang pernah kita buat, entah itu puisi, cerpen atau status fb sekalipun. Iya,
bisa aja dari satu kata atau kalimat, memunculkan banyak ide. Kalo dalam
istilah fotografi, namanya ‘enggel’, ya satu obyek bisa dilihat dari banyak
sudut pandang. Itulah perlunya membaca lagi tulisan-tulisan kita
(3) Ngobrol dengan orang. Mencobalah untuk keluar rumah, ngobrol
dengan orang, sekalian berdakwah gitu. Dari situ, biasanya saya suka muncul
ide-ide ‘nakal’ dan ‘nyleneh’. Salah satunya saya tampung di buku saya “santri
emperan”. http://buku.tokobagus.com/remaja/buku-bagus-santri-emperan-10544767.html
(4) Ngobrol sesama penulis. Terus terang, saya seringkali
ditanya “mas, menulis itu kayak gimana sih?”, saya biasanya suka enteng
menjawabnya “menulis itu ngomong”, dan setelah saya ngobrol dengan beberapa
teman penulis, memang menulis itu ngomong. Ngomong sama kertas, ngomong sama
komputer atau lepy. Ya, seperti ngomong, keluarin dulu aja semua uneg-uneg,
apalagi kalo nulisnya di kompi, bisa di delete, di copy, paste dan seterusnya.
(5) Baca buku. Ya, ini kayaknya semua penulis harus sepakat
bahwa kalo pengin jadi penulis atau keluar ilham menulis, rajin-rajin baca
buku. Bukan karena kebetulan, tapi harus dengan sengaja bahkan dijadwalkan.
Jadikan habits, misalnya satu hari 2 halaman, selesaikan satu buku, baru pindah
ke buku yang lain, kecuali kalo memang dapat tugas menulis dan harus baca buku2
tertentu.
Ok, sahabat semuanya, itu sedikit tips dari aku, mungkin
sahabat-sahabat yang lain bisa menambahi tipsnya.
Selamat bertemu dengan ilham, berkenalan dan berdansalah dengannya. Asyik
koq J [LBR]
Beruntung orang yang suka membaca buku. Mereka yang gemar
membaca buku akan terbuka wawasannya, tidak kuper dan cupet pandangan. Mereka
akan mendapatkan informasi selain yang dipikirkannya selama ini, begitu juga referensi
dan pengetahuannya akan bertambah luas. Inilah sebenarnya investasi berharga
sebagai modal untuk mengarungi kehidupannya. Orang yang menyukai aktivitas
membaca, biasanya mereka tidak akan terjebak dalam pola berpikir sempit ketika
menghadapi problem-problem penting yang terjadi di dunia. Dalam kehidupan nyata
juga berpeluang besar punya potensi dan kecenderungan yang bijak dalam
mensikapi kejadian-kejadian keseharian di sekitarnya.
Tapi, bagi orang yang ingin berbuat lebih dan mau berbagi
ilmu kepada orang lain, membaca saja tak cukup. Mereka perlu memiliki
ketrampilan lagi yaitu ketrampilan meresensi buku (berbagi bacaan). Sebelum
melangkah kepada teknik ringkas meresensi buku, ada beberapa hal penting
mengapa resensi perlu dibuat. Tujuannya, diantaranya sebagai berikut,
1. Membantu pembaca (publik) yang belum berkesempatan
membaca buku yang dimaksud (karena buku yang diresensi biasanya buku baru) atau
membantu mereka yang memang tidak punya waktu membaca buku sedikitpun. Dengan
adanya resensi, pembaca bisa mengetahui gambaran dan penilaian umum terhadap
buku tertentu. Setidaknya, dalam level praktis keseharian, bisa dijadikan bahan
obrolan yang bermanfaat dari pada menggosip yang tidak jelas juntrungnya.
2. Mengetahui kelemahan dan kelebihan buku yang
diresensi. Dengan begitu, pembaca bisa belajar bagaimana semestinya membuat
buku yang baik itu. Memang, peresensi bisa saja sangat subjektif dalam menilai
buku. Tapi, bagaimanapun juga tetap akan punya manfaat (terutama kalau
dipublikasikan di media cetak, karena telah melewati seleksi redaktur). Lewat
buku yang diresensi itulah peresensi belajar melakukan kritik dan koreksi
terhadap sebuah buku. Disisi lain, seorang pembaca juga akan melakukan
pembelajaran yang sama. Pembaca bisa tahu dan secara tak sadar akan menggumam
pelan “Oooo buku ini begini.... begitu” setelah membaca karya resensi.
3. Mengetahui latarbelakang dan alasan buku tersebut
diterbitkan. Sisi Undercovernya. Kalaupun tidak bisa mendapkan informasi yang
demikian, peresensi tetap bisa mengacu pada halaman pengantar atau prolog yang
terdapat dalam sebuah buku. Kalau tidak, informasi dari pemberitaan media tak
jadi soal.
4. Mengetahui perbandingan buku yang telah dihasilkan
penulis yang sama atau buku-buku karya penulis lain yang sejenis. Peresensi
yang punya “jam terbang” tinggi, biasanya tidak melulu mengulas isi buku apa
adanya. Biasanya, mereka juga menghadirkan karya-karya sebelumnya yang telah
ditulis oleh pengarang buku tersebut atau buku-buku karya penulis lain yang
sejenis. Hal ini tentu akan lebih memperkaya wawasan pembaca nantinya.
5. Bagi penulis buku yang diresensi, informasi atas buku
yang diulas bisa sebagai masukan berharga bagi proses kreatif kepenulisan
selanjutnya. Karena tak jarang peresensi memberikan kritik yang tajam baik itu
dari segi cara dan gaya kepenulisan maupun isi dan substansi bukunya.
Sedangkan, bagi penerbit bisa dijadikan wahana koreksi karena biasanya
peresensi juga menyoroti soal font (jenis huruf) mutu cetakan dsb.
Nah, untuk bisa meresensi buku, sebenarnya tidak sesulit
yang dibayangkan sebagian orang. Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan siapa
saja yang akan membuat resensi buku asalkan mereka mau. Diantaranya;
A. Tahap Persiapan
1. Memilih jenis buku. Tentu setiap orang mempunyai hobi
dan minat tertentu pada sebuah buku. Pada proses pemilihan ini akan lebih baik
kalau kita fokus untuk meresensi buku-buku tertentu yang menjadi minat atau
sesuai dengan latarbelakang pendidikan kita. Hal ini didasarkan pada kenyataan
bahwa seseorang tidak mungkin menguasai berbagai macam bidang sekaligus. Ini
terkait dengan ” otoritas ilmiah”. Tidak berarti membatasi atau melarang-larang
orang untuk meresensi buku. Tapi, hanya soal siapa berbicara apa. Seorang guru
tentu lebih paham bagaimana cara mengajar siswa dibandingkan seorang tukang
sayur.
2. Usahakan buku baru. Ini jika karya resensi akan
dipublikasikan di media cetak. Buku-buku yang sudah lama tentu kecil
kemungkinan akan termuat karena dinilai sudah basi dengan asumsi sudah banyak
yang membacanya. Sehingga tidak mengundang rasa penasaran. Untuk buku-buku lama
(yang diniatkan hanya sekedar untuk berbagi ilmu, bukan untuk mendapatkan
honor) tetap bisa diresensi dan dipublikasikan misalnya lewat blog (jurnal
personal).
3. Membuat anatomi buku. Yaitu informasi awal mengenai
buku yang akan diresensi. Contoh formatnya sebagai berikut;
Judul Karya Resensi
Judul Buku :
Penulis :
Penerbit :
Harga :
Tebal :
B. Tahap Pengerjaan
1. Membaca dengan detail dan mencatat hal-hal penting.
Ini yang membedakan antara pembaca biasa dan peresensi buku. Bagi pembaca
biasa, membaca bisa sambil lalu dan boleh menghentikan kapan saja. Bagi seorang
peresensi, mesti membaca buku sampai tuntas agar bisa mendapatkan informasi
buku secara menyeluruh. Begitu juga mencatat kutipan dan pemikiran yang dirasa
penting yang terdapat dalam buku tersebut.
2. Setelah membaca, mulai menuliskan karya resensi buku
yang dimaksud. Dalam karya resensi tersebut, setidaknya mengandung beberapa
hal;
• Informasi(anatomi) awal buku (seperti format diatas).
• Tentukan judul yang menarik dan “provokatif”.
• Membuat ulasan singkat buku. Ringkasan garis besar isi
buku.
• Memberikan penilaian buku. (substansi isinya maupun
cover dan cetakan fisiknya) atau membandingkan dengan buku lain. Inilah
sesungguhnya fungsi utama seorang peresensi yaitu sebagai kritikus sehingga
bisa membantu publik menilai sebuah buku.
• Menonjolkan sisi yang beda atas buku yang diresensi
dengan buku lainnya.
• Mengulas manfaat buku tersebut bagi pembaca.
• Mengkoreksi karya resensi. Editing kelengkapan karya,
EYD dan sistematika jalan pikiran resensi yang telah dihasilkan. Yang
terpenting tentu bukan isi buku itu apa, tapi apa sikap dan penilaian peresensi
terhadap buku tersebut.
C. Tahap Publikasi
1. Karya disesuaikan dengan ruang media yang akan kita
kirimi resensi. Setiap media berbeda-beda panjang dan pendeknya. Mengikuti
syarat jumlah halaman dari media yang bersangkutan adalah sebuah langkah yang
aman bagi peresensi.
2. Menyertakan cover halaman depan buku.
3. Mengirimkan karya sesuai dengan jenis buku-buku yang
resensinya telah diterbitkan sebelumnya. Peresensi perlu menengok dan memahami
buku jenis apa yang sering dimuat pada sebuah media tertentu. Hal ini untuk
menghindari penolakan karya kita oleh redaktur.

1. Hoby Membaca
Membaca
tentu bukan asal baca, apalagi membaca apa saja. Kita perlu menetapkan skala
prioritas apa yang kita baca sesuai dengan kebutuhan kita. Misalkan Anda
seorang muslim, dalam satu bulan minimal tiga jenis buku yang perlu dibaca.
Buku tentang keagamaan, buku sesuai dengan latarbelakang pendidikan dan buku
yang sesuai dengan minatnya. Dengan skala prioritas tersebut otak kita tidak
dijejali beragam informasi yang justru membuat kita pusing, tapi informasi yang
sesuai dengan kebutuhan kita sebagai seorang penulis nantinya.
2. Suka Kliping
2. Suka Kliping
Kliping
tak hanya soal gunting menggunting koran. Jaman sekarang, kliping bisa berupa
data digital. Yah, semua orang tahu, kita tinggal mengunduh materi-materi
sesuai dengan kebutuhan kita melalui jejaring dunia maya. Ingat, jangan
terjebak untuk mengoleksi banyak informasi yang sebenarnya tidak kita butuhkan.
Sekali lagi tetapkan prioritas untuk mengkoleksi informasi sebaga bahan mentah
untuk karya yang akan kita buat kelak. Kliping gunanya hanyalah untuk menambah
khasanah karya kita, yang paling penting tetap orisinalitas ide kita dalam
sebuah karya.
3. Miliki Diary
3. Miliki Diary
Diary
(catatan harian) perlu dimiliki oleh (calon) penulis. Diary akan melatih orang
untuk jujur pada diri sendiri. Menuliskan sepenggal goresan spontanitas apa
yang dirasakan. Kelak menulis secara jujur akan sangat berguna bagi karier
kepenulisan. Sebab, bisa mengantarkan penulis untuk menulis dengan hati. Yah,
harapannya ketika orang menulis dengan hati, pesannya akan sampai ke hati juga.
Mulia sekali bukan penulis yang seperti ini.
4. Punyai Buku Sakti
Berbeda
dengan diary. Buku sakti adalah bank data. Berisi kutipan buku-buku yang pernah
kita baca, hasil-hasil penelitian dan juga momen-momen penting yang terjadi di
dunia. Untuk apa buku sakti ini perlu kita miliki? Yah, seperti papatah
mengatakan the palest ink is better than the best memory (tinta yang kabur
sekalipun masih lebih baik daripada ingatan yang tajam). Ketika kita ingin
menulis sebuah karya, untuk memperkaya khasanah kita tinggal membuka bank data
tersebut. Misalnya ketika akan menulis artikel berjudul “Televisi itu Candu”,
untuk memperkayanya, kita tinggal membaca rangkuman dan kutipan buku terkait
televisi yang pernah kita baca beserta hasil-hasil penelitian terkait
dengannya. Adanya buku sakti ini sebenarnya adalah usaha sebuah manajemen
karier kepenulisan agar lebih tertata dengan baik.
5. Bikin Blog
5. Bikin Blog
Blog
ibarat tabungan karya. Memang lebih bagus kalau blog kita itu spesifik dalam
arti wadah menuliskan hal-hal yang tidak beragam. Satu tema saja. Dengan
begitu, ketika kita menuliskan karya dalam blog kita, sesungguhnya adalah
sedang menabung. Kita menabung karya yang punya potensi kelak disulap menjadi
sebuah buku. Selain itu, memiliki blog juga bisa sebagai ajang latihan kita
dalam menuliskan karya. Disana tulisan kita akan mendapat respon dari pembaca.
Dengan demikian menjadi sebuah pembelajaran dan masukan tersendiri agar kelak
kita bisa berkarya lebih baik lagi.
6. Gabung Milis Kepenulisan
Milis
adalah forun diskusi di dunia maya. Kita bisa mengikutinya, banyak sekali milis
tentang dunia kepenulisan. Misalnya milis terbesar kepenulisan seperti penulislepas@yahoogroups.com,
forum_lingkarpena@yahoogroups.com, apresiasi-sastra@yahoogroups.com dsb. Dengan
bergabung dengan milis kepenulisan, kita bisa mendapat banyak informasi yang
mendukung karier sebagai penulis seperti kiat-kiat kepenulisan, bedah karya
maupun beragam informasi lomba kepenulisan di mana kita juga bisa berkiprah di
dalamnya.
7.
Kunjungi Perpustakaan dan Toko Buku
Kemana
orang berlibur? Bisa ke pantai, mall, tempat-tempat wisata dsb. Tapi bagi orang
yang ngebet pingin jadi penulis, liburan bisa digunakan untuk mengunjungi
perpustakaan. Disana kita bisa refresing sekaligus menambah wawasan bagi otak
kita. Ke toko buku juga perlu, selain kita bisa membaca sekilas buku-buku yang
ada. Kita juga bisa mendapatkan inspirasi judul-judul buku yang laris manis di
pasaran. Selanjutnya, kita berharap bisa memunculkan karya atau buku-buku yang
digemari masyarakat pula.
8. Datangi Acara Kepenulisan
Penting
sekali yang ini. Dengan mendatangi acara kepenulisan, terutama acara bedah
buku, kita akan banyak mendapatkan ilmu. Biasanya adalah ilmu tentang proses
kreatif sang pengarang buku. Bagaimana lika-likunya, mulai dari mendapatkan
inspirasi, proses penulisan, mencari penerbit, sampai menyaksikan bukunya bisa
dibaca orang lain dan barangkali bisa best seller, dicetak berulang-ulang.
Dengan mengetahui cerita tersebut, kita juga bisa melakukan hal yang sama.
Menjadi penulis “hebat”. Tentu dengan cara yang berbeda.
9.
Ikuti Komunitas Kepenulisan
Ikut
komunitas kepenulisan itu perlu. Dengan mengikuti komunitas kepenulisan kita
bisa berbagi pengalaman dalam berkarya. Begitu juga bisa saling memberikan
kritikan dan masukan pada karya yang dibuat anggota. Dengan begitu akan matang
sebelum karya benar-benar dikirimkan ke berbagai media maupun penerbit. Dengan
ikut komunitas pula akan memberikan semangat kepada kita untuk berkarya.
Biasanya kita akan terpacu dan bersemangat berkarya ketika ada salah satu
anggota yang karyanya bisa tembus ke media massa maupun bukunya diterbitkan.
10. Angkat Mentor Inspiratif
10. Angkat Mentor Inspiratif
Siapa
mentor inspiratif itu? Dia adalah penulis favorit kita. Kita perlu mengangkat
mentor walaupun tanpa kontak dengannya. Cukup kita mengakrabi karya-karyanya.
Mentor ini gunanya dalam soal gaya menulis maupun bercerita. Bukan hal yang
haram ketika kita mengikuti gaya menulis seseorang. Yang penting kita tetap
punya ide orisinil tersendiri. Adanya mentor yang kita angkat sendiri ini akan
membantu kita. Misalnya, akan menulis novel inspiratif, kita perlu mengangkat
Paulo Choelo sebagai mentor. Ini sekedar contoh saja. Jadi karya kita nantinya
berbau karya dia dalam soal gaya kepenulisan.