Logika “Melindungi Maling” ala Menteri Kesehatan (Refleksi Hari AIDS)
Salam. Sahabat
SakinahCinta, bagaimana kabarnya hari ini? Smoga tetap dalam lindungan Allah
Swt. Namun kabar kurang baik menimpa dunia kesehatan dan remaja kita. Ya, tepat
1 Desember, diperingati sebagai hari AIDS sedunia (HAS), namun rupanya tidak
ada upaya cukup serius untuk mencegah dan menghentikan penyakit tersebut.
Sahabatku, yang
hatinya masih bisa terketuk. Kalo mata kita masih terbuka, mungkin masih bisa
membaca, tapi bagaimana dengan mata hati kita? Apa mata hati kita tidak buta,
ketika menyaksikan data berikut:
- Data
dari Kementerian Kesehatan, jumlah kumulatif kasus AIDS yang dilaporkan
di Indonesia meningkat
dari 7.195 di tahun 2006 menjadi 76.879 di tahun 2011 (Kemkes, Laporan Situasi HIV dan AIDS di Indonesia, tahun
2006 dan 2011)
Sahabatku, demi menyaksikan data di atas,
apa kebijakan yang telah diterapkan? Penanggulangan
HIV/AIDS di Indonesia mengadopsi strategi UNAIDS dan WHO. Salah satu program
andalannya adalah kondomisasi, sejak tahun 2004. Kampanye penggunaan kondom
untuk ‘safe sex’ (seks yang aman) dengan ‘dual protection’
(melindungi dari kehamilan tak diinginkan sekaligus melindungi dari infeksi
menular seksual).
Faktanya, kondomisasi
ini gagal mencegah penyebaran HIV/AIDS, malah menumbuhsuburkan wabah penyakit
HIV/AIDS.
- Data
Kementerian Kesehatan periode
pelaporan Januari hingga Maret 2012, prosentase kasus tertinggi adalah hubungan seks tidak aman pada
heteroseksual (77%), penggunaan jarum suntik steril pada penasun (8,5%), dari
ibu (positif HIV) ke anak (5,1%) dan LSL (Lelaki Seks Lelaki) (2,7%)
Sebenarnya mereka
menyadari bahkan sadar betul kalo penyebaran virus maut ini paling efektif melalui
hubungan seks yang nggak aman. Maksudnya, seks bebas dan doyan berganti-ganti
pasangan
Prof. Dr. Dadang Hawari
menuliskan hasil rangkuman beberapa pernyataan dari berbagai kalangan tentang
kontroversi kondom sebagai pencegah penyebaran AIDS yang kemudian beliau kirim
ke Harian
Republika dan dimuat dalam rubrik SuaraPublika , 13 September 2002.
Data Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN) 2010 menunjukkan, 51 persen remaja di Jakarta,
Bogor, Tangerang, dan Bekasi atau Jabodetabek telah berhubungan seks pranikah.
Lalu jika sudah tahu
bahwa maraknya penyakit AIDS salah satunya yang paling utama adalah seks bebas,
kenapa diambil kebijakan pemberian kondom, dengan alasan ‘safe sex’?
Berhati-hatilah sahabatku,
ini kampanye menyesatkan. Logikanya, ini seperti melindungi maling, sudah tahu
bahwa malingnya adalah AIDS dan seks bebas, lalu dilindungi dengan kondom.
Jangan berharap ada ketenangan, jika maling nggak ditangkap dan malah
dilindungi.
Bahkan
pada hari anak tanggal 23 Juli 2012, Menkes mengkampanyekan ‘pacaran sehat’ yang tak berbeda dengan
kebijakan sebelumnya, yakni ‘safe sex’. Itu artinya, sama saja dengan mengatakan, “silahkan
lakukan seks bebas (making love) asal pake kondom, biar aman”… ini sebuah
logika ngawur dan cenderung menyesatkan.
Sahabatku,
pantaslah jika kita mengucap “Innalillahi
wa innalillaho roji’un”. Karena ini sama dengan musibah kemanusiaan yang
akan terjadi, jika kebijakan ini diteruskan.
Bayangkan jika bencana ‘seks bebas’, HIV/AIDS itu
menimpa kita, menimpa saudara-saudari kita, anak-anak kita. Mungkin baru pada
saat itu kita sadar dan ikut berteriak dan bergerak.
Maka kembali kepada syariat-Nya adalah pilihan cerdas.
Kembali kepada Allah adalah pilihan yang bijak. Dan hukum Allah adalah yang
terbaik, bagi orang yang yakin (QS. Al Maidah 50)