Libas HIV-AIDS Dengan Syariat Islam

HIV-AIDS udah fenomenal banget di seantero jagad. Bahkan nggak tanggung-tanggung badan dunia PBB menetapkan tanggal 1 Desember sebagai hari AIDS se-Dunia, ya mungkin sebagai bentuk keprihatinan kali ya?

Dan kita memang patut prihatin terhadap maraknya penyakit yang belum ketemu obatnya ini. Sebab di negerinya si unyil ini aja, kasus HIV-AIDS nggak kalah mengerikan. Menurut laporan Triwulan per 30 Juni 2010, Kementrian Kesehatan menunjukkan telah terjadi 21.770 kasus HIV-AIDS, dengan 4.128 orang meninggal. Mungkin bisa jadi jumlah 21.770 itu jumlah yang dikit kalo dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang 230 juta, berarti hanya 9,4 per 100.000 penduduk terkena HIV-AIDS. Tapi sob, jangan diliat datanya yang cuman segitu, sebab (1) bisa jadi ada jumlah yang nggak dilaporkan atau terdeteksi di lapangan; (2) coba kalo diperhatikan trend angkanya tiap tahun naik, sehingga ibaratnya seperti bola salju yang kian kesini, kian membesar aja, dan siap-siap aja yang diem-diem bisa terlibas… hiiiii naudzubillah min dzalik.

Meluruskan benang kusut
Btw, dari tadi ngobrol HIV-AIDS, udah pada tahu belum dengan yang namanya HIV-AIDS? Kalo belum tau, coba kita kasih paparan singkat. HIV merupakan singkatan dari ’human immunodeficiency virus’. HIV merupakan retrovirus yang menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama CD4 positive T-sel dan macrophages– komponen-komponen utama sistem kekebalan sel), dan menghancurkan atau mengganggu fungsinya. AIDS adalah singkatan dari ‘acquired immunodeficiency syndrome’ dan menggambarkan berbagai gejala dan infeksi yang terkait dengan menurunnya sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV telah ditahbiskan sebagai penyebab AIDS. Intinya AIDS adalah jenis penyakit menular yang mematikan, dan belum ada obatnya.
Oiya Sob, kayaknya disini kita perlu luruskan persepsi seputar HIV-AIDS, biar kita bisa menyikapi dengan bijak, nggak terjebak dengan opini dan bisa mengambil ibroh/pelajaran berharga darinya. Pertama: soal penyakit HIV-AIDS itu sendiri; Kedua: soal ODHA; Ketiga: soal safe sex yang katanya sebagai solusi.
Pertama: penyakit atau sakit, dilihat dari segi datangnya sakit bisa dikategorikan jadi 2. Ada sakit/penyakit yang bisa karena ulah kita sendiri, misalnya karena kita jorok, atau salah makan, trus akhirnya kita sakit perut atau diare, dan seterusnya. Ada juga penyakit/sakit yang datang sendiri, mungkin sebagai bentuk ujian kesabaran, kalo yang ini banyak contohnya, nggak usah disebutin udah pada tahu. Nah, kalo soal AIDS dari segi datangnya penyakit, emang itu penyakit datang dari Allah. Tapi kalo melihat dari segi penularannya, ini yang jadi bahan pikiran kita. Sebab AIDS atau virus HIV, menurut beberapa penelitian dan data yang ada, penyakit ini penularan yang paling efektif adalah hubungan seks (heteroseksual maupun homoseksual), jarum suntik atau transfusi darah, dan sejenisnya. Sehingga predikat “baik-buruk” atau “terpuji-tercela” nggak bisa secara otomatis ditempelkan begitu aja kepada mereka yang terkena AIDS atau penyakit itu sendiri. Kalo AIDS itu membawa bencana itu iya, tapi kalo yang terkena AIDS, tertular AIDS itu kudu dibedakan. Karena bisa jadi orang yang sehat bisa terkena AIDS karena gara-gara salah pake jarum suntik, atawa transfusi darah tadi. Yang memang pantas dapat cap “buruk”, “tercela” adalah mereka para pelaku, mulai dari para WTS, lelaki hidung belang, germo, dan seterusnya. Bagi mereka nggak ada alasan memberi cap “baik” dan “terpuji” hanya karena alasan mereka sedang mencari uang dan kesenangan. Apalagi ngasih label yang bias “pekerja seks”, seakan-akan mereka emang murni pekerja, sehingga boleh-boleh aja, nggak dosa dan haram. Hemmm.. payah.
Kedua: seringkali ODHA (orang dengan HIV-AIDS) dijadiin “tameng” oleh mereka yang katanya pejuang HIV-AIDS. Mereka justru menjadikan ODHA sebagai “alat” untuk mengkampanyekan seks bebas. Kalo memang ODHA itu tahu bahwa dirinya terinsfeksi virus dan masih aktif menularkan penyakit tersebut, maka ODHA semacam itu nggak ada ampun bagi dia. Sementara kalo ada ODHA yang nggak tahu apa-apa, misalnya bayi yang tertular dari ortunya, maka bagi bayi semacam itu kita perlu mengasihani. Ya, sebagai orang yang terkena musibah, kita tetap prihatin dan care terhadap mereka. Tapi “memanfaatkan” ODHA untuk tetap melegalkan seks bebas, ini yang nggak bener.
Ketiga: upaya dari mereka yang katanya pejuang HIV-AIDS, mempromokan yang namanya “safe-sex” alias seks aman. Cara yang paling sering mereka lakukan adalah dengan kondomisasi, baik itu ngasih kondom gratis, atau adanya ATM Kondom. Kondom adalah sejenis alat kontrasepsi atau semacam “bendungan” yang dipergunakan oleh suami-isteri yang tidak menginginkan anak atau alias nggak mau hamil. Jadi kalo menelusur dari pembahasan pertama tadi, bahwa “pekerja seks” itu adalah pekerjaan yang haram, trus menjadi lelaki hidung belang alias selingkuh itu adalah perbuatan tercela, maka perbuatan melindungi mereka dengan dalih “safe seks” itu juga perbuatan yang kurang ajar. Sama aja ada maling, dilindungi dan dibilang ini bukan maling, trus difasilitasi, khan parah tuh?
Makanya Sob, buat kamu yang selama ini kemakan opini yang dibikin-bikin itu, segera sadar dan bangkit membela atau memperjuangkan solusi yang benar dan tuntas penyakit HIV-AIDS. Jangan latah dan atau malah menjadi pejuang pembela yang keliru. Catet ya !

Menuntaskan Secara Sistemik
Islam sebagai agama terakhir yang membawa rahmat seluruh alam, tentu saja bisa menyelesaikan setiap persoalan, termasuk persoalan di masa kini berupa HIV-AIDS. Seperti tadi udah diungkap bahwa AIDS itu termasuk jenis “penyakit kelamin”, sehingga sangat mungkin terjadi penularan kalau ada interaksi antar manusia. Bukan berarti nggak boleh interaksi/ berhubungan dengan manusia yang lain, nggak mungkin lah seperti itu. Cuman kalo dilihat faktanya di sekitar kita, interaksi antar lawan jenis itulah yang bermasalah. Kenapa kita katakan “masalah”? Karena Islam mengatakan itu “masalah”. Ya, gimana nggak masalah, kalo cara gaul di sekitar kita udah bebas dan liar.
Yang remaja doyan pacaran, kalo udah pacaran udah nggak bisa tahan diri. Mulai dari kissing, sampai intercourse (making love) pun mereka lakukan. Yang putri rela jadi ayam abu-abu, ayam kampus, atau kupu-kupu malam alias pelacur. Yang lain malah ada yang jadi gigolo, homoseks, lesbi dan seterusnya.
Sementara yang udah married  keranjingan main seks diluar, baik dengan pelacur maupun punya selingkuhan di kantor. Para mucikari, rumah bodir, prostitusi masih marak di negeri ini dan cenderung dipertahankan. Maka kalo interaksi macam gitu masih dipertahankan, maka omong kosong banget kalo kita bisa menyelesaikan masalah AIDS, karena aktivitas macam di atas itulah, sumber penularan AIDS. Meskipun mereka mengajukan solusi “seks aman”, itu ibaratnya hanya tambal sulam, nggak menyelesaikan masalah pokok, malah bisa jadi timbul masalah baru dan memperbesar masalah. Buktinya trend data penyakit AIDS semakin naik, bukan malah turun.
Maka pergaulan bebas atau interaksi di tengah-tengah kita, itu yang jadi konsen untuk dirubah. Dirubah dengan apa? Ya, jelas dengan seperangkat aturan Islam, diantaranya harus dipatuhi rambu-rambu berikut: (1) Jangan mendekati zina: “Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isra 32) (2) tidak berduaan alias tidak boleh pacaran "Janganlah sekali-kali seorang laki-laki berkhalwat dengan seorang wanita, kecuali wanita itu disertai mahramnya." (HR Bukhari dan Muslim). (3) tidak menggoda dengan dandanan dan pakaian: “Wanita yang berpakaian tapi telanjang, mereka melenggak-lenggokkan tubuhnya dan kepalanya bagai punuk unta yang miring, mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mendapatkan keharumannya, meskipun harum surga itu dapat dicium dari jarak sekian dan sekian.”(HR Muslim). (4) menjaga iffah dengan pakaian islamy: “Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-nya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang."(QS. al-Ahzab 59).
Berikutnya faktor “orang”nya, dalam hal ini lebih ke mindset (cara berpikirnya). Yup, cara berpikir kebanyakan manusia dewasa ini dalam memandang arti kebahagiaan dan kemuliaan adalah teraihnya banyak materi alias kaya, disanjung banyak orang alias terkenal, dan sejenisnya. Para remaja kalo ditanyai kenapa pacaran atau kenapa suka dipacarin, maka alasan yang paling ngena adalah “just having fun”. Mereka yang jadi ayam kampus, kupu-kupu malam, alasannya jadi seperti itu karena pengin tajir, duitnya bejibun, kalo udah duitnya banyak, mau apa aja bisa kebeli. Para lelaki hidung belang, karena yang dikejar hanya kesenangan, maka merasa “nggak puas” dengan istri di rumah, lari lah ke pelacur atau ke istri simpanan. Begitu seterusnya.
Bagi seorang muslim arti kebahagiaan adalah teraihnya ridhlo Allah, sementara ridlo itu bisa nyampe ke kita, kalo di setiap melakukan aktivitas selalu sesuai dengan syariat-Nya, dan Ikhlas karena-Nya. Jelas banget bahwa pacaran itu kredit zina, maka Allah nggak akan ridlo kalo kita ngelakuin perbuatan itu. Allah bakal murka kalo para wanita keliaran keluar rumah tanpa menutup aurat, bahkan untuk melakukan pekerjaan yang haram, berupa melacurkan diri, dan seterusnya. Karena bagi muslim, hidup tidak hanya berhenti di dunia, tapi berlanjut ke akhirat, justru disanalah kita akan mempertanggungjawabkan semuanya. Maka amal/aktivitas kita ketika dunia, harus senantiasa terikat dengan syariat-Nya, menjalankan segala perintah dan menjuhi segala laragan, alias ketakwaan itulah patokan kita. Allah SWT berfirman: Sesungguhnya kalau mereka beriman dan bertakwa, (niscaya mereka akan mendapat pahala), dan sesungguhnya pahala dari sisi Allah adalah lebih baik, kalau mereka mengetahui.” (QS. Al Baqarah 103).
“Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan mereka memandang hina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu lebih mulia daripada mereka di hari kiamat. Dan Allah memberi rezeki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas” (QS. Al Baqarah 212).
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?” (QS. Al An’aam 32)
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu.” (QS. Al Hujurat 13)
Faktor berikutnya, justru ini yang nggak kalah pentingnya adalah faktor “sistem”. Ya, sistem Negara itu ibaratnya “orang tua” bagi masyarakat yang hidup didalamnya. Sistem Negara lah yang mengasuh, melindungi, dan melayani warga negaranya. Kalo sistemnya rusak alias nggak bisa ngasih pelayanan, perlindungan, maka sudah bisa dipastikan, warga negaranya akan ikut rusak. Untuk itu dibutuhkan sistem yang bisa ngasih solusi tuntas sekaligus ngasih proteksi buat umat agar tidak timbul penyakit-penyakit baru selain AIDS.
Nah, sistem negara itu tercermin dalam aturan atau undang-undangnya, sehingga harus ada undang-undang yang bisa menghukum dengan tegas para pelacur berikut mucikarinya, karena mereka termasuk biang muncul dan berkembangnya penyakit AIDS. Artinya Negara harus menutup peluang apapun yang bisa memunculkan tertularnya penyakit AIDS itu. Sehingga solusi safe sex, jelas harus dibuang jauh-jauh. Sementara di sisi yang lain, harus ada perhatian dari Negara terhadap nasib rakyatnya, agar mereka tidak memilih pekerjaan sebagai pelacur, sehingga kesejahteraan rakyat terjamin. Yang muda pun dijamin oleh Negara agar bisa menikah dengan mudah, serta mendapat pekerjaan atau penghasilan agar bisa cepet nikah.
Well, semua itu hanya bisa direalisasikan oleh Islam. Atau semua itu dijawab oleh system Islam, mulai dari masalah hukum sampai masalah kesejahteraan (mungkin lain kali akan kita jabarkan masalah ini). Fakta penerapan syariah Islam mulai di masa Rasulullah Saw hingga tahun 1924, bisa membukitkan dan menjawab hal itu. Selama 1300 tahun, sejarawan mencatat “hanya” terjadi 200 kasus kriminal, ini sekaligus membuktikan bahwa system yang asalnya dari Allah tidak akan pernah diragukan bisa menyelesaikan masalah: “Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS Al Maidah 50).
Wallahu’alam bis showab. [LBR]

0 komentar

Leave a Reply

Hak Cipta Hanya Milik Allah lukyrouf.blogspot.com Dianjurkan untuk disebarkan Designed by lukyRouf