Tuhan Itu Ada

Anda tentu bisa menjawab pertanyaan saya, mengapa Anda memilih menjadi orang yang beriman? Faktanya, bahwa orang yang tidak beragama di muka bumi hanya 16%. Itupun, walau tidak beragama, separuh dari mereka tetap percaya adanya Tuhan. Itu artinya hanya 8% penduduk dunia ini yang benar-benar tidak percaya adanya Tuhan. Sebagian besar atau mayoritas mutlak, 92% jumlah penduduk di muka bumi ini percaya adanya Tuhan!
Sebagian besar dari kita tidak memilih atheis. Kita memilih beriman akan adanya Tuhan. Ada banyak sekali bantahan untuk pemahaman atheis, sehingga kita memilih beragama. Dengan mudah kita bisa menjelaskan bahwa Tuhan itu ada, atheis itu salah, dan beragama itu adalah pilihan yang rasional. Semua orang beragama meyakini adanya Tuhan.
Untuk menjelaskan keberadaan Tuhan, ada sebuah cerita menarik tentang seseorang yang beriman dengan seorang atheis. Anggap saja namanya Mamad dan Marsis. Mereka baru saja menjadi sahabat akrab karena banyak kesamaan hobi. Tetapi mereka tidak pernah “akrab” dalam keyakinan.
Ketika mereka mendaki gunung, mereka menemukan benda aneh di suatu hutan. Karena penasaran mereka kemudian membersihkan tanah yang menimbunnya. Dibersihkan belukarnya hingga mulai nampak benda apakah itu. Ternyata benda itu adalah sebuah perahu! “Kita menemukan benda purbakala nih” kata Marsis sambil terus meneliti kapal yang lapuk itu. “Wow bagus sekali! Canggih sekali! Gimana ngukirnya. Padahal nggak ada sambungan” Marsis terus membersihkannya sambil terheran-heran. Kemudian ia baru sadar kalau ada yang janggal.
“Lho ini kan gunung! Ih siapa yang buat ini ya? Di sini kok buat perahu?” kata Marsis keheranan.
“ Coba kamu ulangi?”  Si Mamad tiba-tiba memotong,
Marsis malah bingung, “Ulangi?” Apanya...?”
“Nggak. Barusan kamu ngomong apa?” tanya Mamad dengan wajah serius.
Ini lho.. perahu kok di sini? padahal nggak ada sungai. Siapa yang membuat. Kurang kerjaan amat” jawab Marsis.
Apa? Coba ulangi lagi!” tanya Mamad lagi. Si Marsis jadi jengkel, ia berteriak:
“Ini perahu siapa yang buwaaat...?!” Dengan telunjuknya Mamad mengisyaratkan untuk diam, “Ssst!” Marsis mengecilkan suaranya dan terdiam. Mamad tersenyum, kemudian menatap mata temannya dengan tatapan tajam.
Lihatlah betapa kacau otakmu itu, Sis! Kamu lihat kaya' gini aja, yakin ada yang membuat. Tapi ketika You lihat alam semesta yang lebih besar, lebih kompleks, lebih rumit,ee...malah nggak percaya kalo itu dibuat. You bilang semua itu terjadi dengan sendirinya”
Marsis baru sadar kalau Mamad ternyata ngajak debat lagi. Ini benar-benar tanpa persiapan, dan memang kalimat Mamad begitu telak menghunjam hatinya. Ia terbengong. Mamad tak melewatkan kesempatan. Ia bicara lagi.
Kamu tadi bilang wow...gimana ngukirnya..”  kata Mamad memanyunkan bibirnya untuk menirukan perkataan Marsis. “Ketika kamu lihat kapal itu canggih, kamu tanyakan gimana buatnya, kenapa bisa di situ, siapa orang yang buat? Kenapa kamu nggak berpikir bagaimana air hujan secara kebetulan mengukir pohon dengan sendirinya kemudian menjadi perahu? Kenapa kamu tidak berpikir ala evolusi?”
“Sis, seandainya kamu gunakan otak kamu ketika mengamati keteraturan hukum alam, betapa indahnya alam ini, aku yakin kamu pasti akan berfikir betapa Maha Canggih Pencipta itu, kamu akan mencariNya dan pasti kamu akan menyembahNya. Ah, tapi sayang, jalan pikiranmu kacau.”

            Nah, saudaraku yang cerdas, cerita di atas hanya untuk menggambarkan betapa kacaunya seseorang yang tak percaya adanya Sang Pencipta Alam Semesta. Dan juga betapa sederhananya untuk memahami bahwa Pencipta itu ada. Memahami keberadaan pencipta adalah sepenuhnya bisa dibuktikan dengan akal, bukan teori-teori filsafat..
            Untuk mehamami adanya Sang Pencipta, kita cukup mengamati manusia, kehidupan dan alam semesta di jagad raya ini.  Dengan menggunakan kemampuan berfikir, kita buktikan adanya Sang Pencipta dengan beberapa metode.

Pertama, silakan amati benda-benda di sekeliling Anda. Sudah? Ya, adakah suatu benda di sekeliling Anda yang terjadi atau ada dengan sendirinya? Adakah diantara benda-benda tersebut ada di tempat itu karena keinginannya, ataukah ada yang menempatkannya di situ?
            Jika Anda sedang duduk, silakan pegang kursi yang Anda duduki sekarang. Apakah kursi itu terjadi dengan sendirinya? Ataukah ada yang membuatnya? Apa ia berada di tempatnya sekarang dengan sendirinya? Atau ada pihak lain yang meletakkannya? Ya! Kursi ada yang membuat dan ada yang meletakkannya sehingga bisa Anda duduki sekarang.
            Kalau kursi yang sangat sederhana saja ada yang menciptakan, bagaimana dengan manusia yang rumit metabolisme, psikologis dan struktur fisiknya? Bagaimana dengan benda-benda pengisi jagad raya ini? Apakah mereka ada dengan sendirinya ataukah ada yang menciptakannya? Betul sekali! Semuanya ada yang menciptakannya. Ia adalah Sang Maha Pencipta.
Atau, ketika kita datang ke suatu kampung kemudian kita melihat sebuah tugu. Apakah kita akan mengatakan tugu itu terjadi dengan sendirinya, hanya gara-gara kita tak melihat langsung pembuatan tugu itu? Meyakini adanya Tuhan adalah hal sederhana, sepele, lumrah dan memang sebagian besar manusia meyakini adanya Tuhan.

Kedua, mari kita amati keteraturan-keteraturan di sekitar kita. Ketika saya mengetik naskah buku ini, saya sedang dalam perjalanan dari kantor menuju sebuah stasiun radio bisnis di Jakarta. Saya duduk di jok belakang sambil mengetik. Dari kantor menuju stasiun radio itu, kami harus melalu 2 traffic light, atau kata orang bule “lampu merah”. Setiap sekian detik lampu menyala bergantian, merah, kuning dan hijau. Bukan hanya bergantian pada tiang lampu yang sama. Tetapi bergantian secara teratur dari persimpangan jalan lainnya.
Beberapa waktu yang lalu saya sempat singgah di salah satu bandara terbesar dan tersibuk di dunia, Chales d’Gaule (CDG) di Paris-Perancis. Hampir setiap menit pesawat-pesawat silih berganti naik-turun, take off dan lainding. Semuanya serba teratur sehingga perjalanan lancar. Tidak terjadi tabrakan.
Masih dalam perjalanan itu, saya juga memegang tiket perjalanan keliling Eropa dengan menggunakan Eurail, jaringan kereta api yang menghubungkan negara-negara di Eropa. Kendati kereta berkecepatan tinggi dan silih berganti keluar masuk stasiun yang rata-rata peronnya berjumlah lebih dari 10 jalur. Semuanya aman-aman saja.
            Selama lebih dari lima tahun saya berkantor di daerah Tanjung Priok Jakarta Utara. Di sana ada pelabuhan laut terbesar di Indonesia. Setiap hari kapal-kapal besar bersandar untuk bongkar-muat barang. Walaupun panjang dermaga sangat terbatas, namun selama berkantor di sana, saya belum pernah mendengar kabar ada kapal yang tabrakan. Sepertinya kapal-kapal itu tahu pasti kapan harus masuk dan kapan harus keluar dari pelabuhan. Mereka tahu dengan jelas harus lewat mana untuk mengindari tabrakan dengan kapal-kapal lainnya.     
Pertanyaan saya, apakah lampu itu menyala bergantian dengan sendirinya ataukah ada yang mengatur alias mensetting atau menyetelnya? Apakah take off dan landing pesawat di landasan berjalan dengan sendirinya atau ada yang mengaturnya? Apakah keluar masuk kereta api berkecepatan tinggi di peron stasiun itu terjadi dengan sendirinya atau ada yang mengaturnya? Apakah keluar masuk kapal di pelabuhan berjalan dengan sendirinya? Atau ada pihak yang mengatur lalu lintasnya?
            Setuju! Lampu itu ada yang mengaturnya. Take off-landing pesawat ada yang mengaturnya. Pun keluar masuk kereta ada yang mengatur jadwal dan peronnya. Juga keluar masuk kapal di pelabuhan ada yang mengaturnya. Lalu bagaimana dengan keteraturan terbitnya siang dan malam? Keteraturan bumi mengelilingi matahari? Keteraturan antara rotasi planet-planet lainnya? Apakah mereka berputar dengan sendirinya, berkeliling dengan sendirinya? Ataukah ada yang mengaturnya?
Exactly right! Mereka ada yang mengaturnya agar berputar dengan ritme dan pola yang sama. Berjalan dengan jalur yang tetap. Lalu siapa yang mengatur semua itu? Apakah planet-planet itu yang mengatur diri mereka sendiri? Siapa yang mampu mengatur miliaran planet di jagad raya ini, sehingga tidak ada yang berbenturan satu sama lainnya? Pasti hanya Dia Sang Pencipta yang mampu mengaturnya.

Ketiga, ada pola-pola khas di sekitar kita. Anda tahu proses produksi yang menggunakan ban berjalan? Ya! Ada pola-pola dan keteraturan di sana. Dari bahan baku (raw material) disipakan, masuk dalam proses produksi, lalu keluar menjadi barang jadi (finish goods), semuanya berjalan dengan pola dan keteraturan yang pasti. Pasti waktunya, pasti prosesnya dan pasti hasilnya.
Apakah pola-pola pada proses produksi tersebut berjalan dengan sendirinya? Ataukah ada yang mengatur dan mengendalikannya? Jika ada yang mengatur, siapa dia? Bagaimana dia berkuasa untuk mengatur pola-pola itu?
 
Ternyata, pola-pola itu juga terjadi pada kehidupan manusia. Misalnya, perkembangan seorang manusia sejak sperma bertemu ovum, lalu menjadi janin, kemudian lahirlah seorang bayi, menjadi anak-anak, remaja, dewasa dan mengakiri polanya dengan kematian. Pola-pola ini juga terjadi pada makhluq-makhluq hidup lainnya, baik tumbuhan maupun binatang.
Begitu juga dengan pola-pola alami lainnya. Seperti terbentuknya hujan. Mula-mula air mengalir ke laut. Lalu air laut menguap. Karena terpaan angin, air laut itu bergerak menuju daratan. Pada ketinggian dan suhu tertentu, uap air itu berubah menjadi butiran-butiran air. Karena gaya tari bumi (gravitasi) butiran-butiran air itupun turun menjadi hujan.
Anehnya, kendati air hujan itu semula berasal dari uap air laut, namun rasanya tidak pernah ada yang asin. . Kemudian, air hujan itu mengalir kembali melalu sungai-sungai menuju lautan. Lebih aneh lagi, setelah tiba di laut, air sungai yang semula tawar, langsung menjadi asin.
Pertanyaannya, siapa yang mengatur pola-pola kehidupan itu? Siapa yang menghidupkan? Dan siapa yang mematikannya? Apakah mereka hidup dengan sendirinya? Atau tiba-tiba mati dengan sendirinya? Siapa yang menguapkan air launt? Siapa yang membuatnya tawar? Siapa yang mengatur reaksi kimia dan fisika proses terjadinya hujan tersebut? Apakah terjadi dengan sendirinya? Atau ada yang mengendalikannya? Ataukah ada pihak lain yang melakukannya? Ya! Pintar sekali, Ada yang mengatur, mengendalikan dan melakukannya. Ia, Sang Penciptalah yang melakukannya!

Ah.. itu kan hanya sebuah kebetulan.. begitu ucapan orang-orang yang masih ngeyel tentang keteraturan dan pola-pola alami di jagad raya ini. Baik, tahukah Anda berapa peluang kebetulan dari suatu keteraturan? Berapa peluang terjadinya pola-pola tertentu dari suatu kebetulan?

Mari kita bayangngkan Anda dan saya sedang memegang dadu. Ada enam permukaan dadu yang menunjukan permukaan bermata (bertanda bulatan) 1, 2, 3, 4, 5, dan 6. Ketika dadu itu dilempar enam kali (6X), Berapa kemungkinan keluar tanda (angka) yang berurutan dari tanda angka 1 sampai tanda angka 6? Lemparan pertama keluar angka (tanda) 1. Lemparan kedua keluar angka (tanda) 2. Lemparan ketiga keluar angka (tanda) 3. Lemparan keempat muncul angka (tanda) 4. Lemparan kelima muncul angka (tanda) 5. Dan lemparan keenam muncul angka (tanda) 6.
Sekali lagi, dalam 6x lemparan, berapa kemungkinan terjadinya keteraturan dari suatu kebetulan lemparan dadu yang hasilnya berurutan seperti diatas?
Jawabannya mengikuti rumus ini;
1/6n(n-1) =1/630
=0,00000000000000000000000045233 (limit mendekati NOL!)
Apa arti dari jawaban ini? Artinya hampir tidak mungkin! Mustahil terjadinya kebetulan dari suatu keteraturan. Yang 6 permukaan dadu dan 6 kali lemparan saja mustahil terjadi kebetulan yang teratur. Apalagi hal-hal yang selalu terjadi setiap saat? Bagaimana dengan terbitnya matahari dari Timur dan terbenam di Barat yang terjadi setiap hari dengan rotasi yang sama terus menerus? Apakah itu suatu kebetulan?
Bagaimana dengan pola-pola perkembangan fisik manusia yang kini berjumlah lebih dari 6.000.000.000 itu suatu kebetulan? Ayo jawab!!! Mustahil bahwa keteraturan, pola-pola dan hukum-hukum alam lainnya di muka bumi ini adalah suatu kebetulan.

Keempat saudaraku yang beraqal, kalau kita amati tentang manusia, gejala-gejala kehidupan dan alam semesta, ternyata ketiganya adalah terbatas. Mereka (manusia, keidupan, alam) ada awalnya dan ada akhirnya.  Artinya mereka lemah, membutuhkan yang lain, mereka diatur (teratur) oleh suatu aturan tertentu dan mereka tidak kuasa menolak aturan itu, dan seterusnya.
Nah, sekali lagi siapa yang mengatur itu? Padahal jelas, aturan itu bukan dari mereka. Hukum alam adalah hal lain dari alam. Siapa yang mengawali dan mengakhiri makhluk-makhluk itu? Siapa itu yang membatas-batasi manusia, kehidupan dan alam semesta? Ada apa dibalik alam semesta, manusia dan kehidupan ini.  Dialah Sang Pencipta. Dialah Tuhan. That is God. Sang Pengatur.

Maka dari itu, kesimpulan yang kita dapat adalah ada PENCIPTA/TUHAN dibalik semua ciptaan dan keteraturan di alam semesta ini. Pertanyaan selanjutnya adalah lalu siapa Tuhan itu? Seperti apakah Dia? Bagaimana proses keberadaannya?
Ok, mari kita lanjutkan pembahasannya. Ada tiga kemungkinan tentang adanya Tuhan. Yang pertama, tuhan diciptakan. Kedua, Tuhan menciptakan dirinya sendiri. Dan ketiga Tuhan adalah sesuatu yang mutlak keberadaanya. Serius dikit ya!?
  • Kemungkinan pertama, tuhan diciptakan oleh yang lain. Kemungkinan ini adalah kemungkinan yang tertolak alias kemungkinan yang bathil. Mengapa? Kalu ia diciptakan oleh yang lain, berati ia adalah hasil ciptaan atau makhluq. Berarti ia sama dengan makhluq yang lain, punya banyak keterbatasan dan harus hidup dengan aturan-aturan penciptanya. Kemungkinan pertama ini mustahil kebenarannya.
  • Kemungkinan kedua, Tuhan menciptakan dirinya sendiri. Kemungkinan ini juga mustahil alias tertolak atau bathil. Mengapa?.  Karena sangat bertentangan dengan akal bertentangan dengan fithrah. Bahwa sesuatu berperan ganda pada saat yang bersamaan. Pada waktu yang sama tuhan ini menjadi pencipta dan sekaligus menjadi yang diciptakan. Anda bisa membayangkan kejadiannya? Ngawur banget!
  • Kemungkinan ketiga, keberadaan Tuhan sesuatu yang mutlaq atau kata ustadz “wajib ul’wujud”. Ia tidak mungkin sama dengan ciptaan. Tidak diciptakan, tidak menciptakan diri, tidak terbatas, tidak berawal dan tidak berakhir, Dia Yang Ada, Yang Kekal. Yang tidak terjangkau dzatnya, akan tetapi terjangkau keberadaannya.

Lalu bagaimana dengan pertanyaan, kan Tuhan tidak kelihatan (ghoib)? Bagaimana kita bisa menjangkau keberadaannya? Tenang... Saya punya penjelasannya. Sebagai contoh begini. Misalnya, suatu ketika kita di dalam ruangan, kemudian mendengar suara pesawat menderu di udara.  Apakah Anda yakin bahwa ada pesawt lewat di udara di atas kita? Ya, tentu Anda meyakininya. Kita meyakini 100% adanya pesawat itu. Padahal kita tak melihat dulu atau menjangkau dzat (benda)nya pesawat itu.

Masih perlu contoh lain? Ok, dari mana Anda yakin adanya setrum? Setrum yang tidak kelihatan bentuknya, tidak terdengar suaranya, Anda koq percaya? Ya! Anda meyakini adanya setrum dengan melihat lampu menyala, radio bersuara, teve mengeluarkan gambar dan lain. Atau, silakan ambil paku dengan tangan kosong Anda. Tetap pegang paku itu dengan tangat Anda, lalu masukkan paku itu ke stop contact listrik di rumah Anda! Berani?
Nah, jadi sebenarnya, kita ini bisa dan biasa meyakini adanya sesuatu yang ghoib, alias tidak terlihat tanpa perlu menjangkau dzatnya. Suara pesawat tadi sebagai perantara kita untuk meyakini bahwa 100% ada (pesawat lewat). Kita meyakini adanya setrum tanpa perlu melihat, merasakan dan mendengarnya, cukup dengan melihat lampu yang menyala.

Saudaraku yang mulia, siapa saja yang telah menyadari adanya Sang Pencipta, maka sesungguhnya mereka beriman pada dzat (sesuatu) yang sama. Mereka merujuk pada sesuatu yang Satu, Dialah Sang Pencipta. Setiap orang yang menyadari adanya Tuhan, maka sesungguhnya mereka sedang memikirkan dzat yang sama, zat yang satu. Yaitu Sang Khaliq.
Bukankah semua orang memberi nama yang satu pula? Yaitu Sang Pencipta? Yaitu Tuhan? Betul! Jika demikian, permasalahannya adalah Tuhan yang mana? Siapa Sang Pencipta yang Maha Kuasa itu? Kenyataannya, banyak kelompok-kelompok manusia yang katanya meyakini adanya Tuhan dengan sifat-sifat ketuhanan yang berbeda-beda.
Jawabannya adalah, sesungguhnya kita tak akan pernah mengetahui nama Sang Pencipta itu, bila hanya dengan pengamatan dan perenungan. Ketika seseorang baru saja menyadari  keberadaan Tuhan, maka itu bukan akhir dari perjalanan hidupnya. Itu hanyalah awal dari perjalanan menuju ketenangan batin dan pikiran.
Dengan akal thok, manusia hanya bisa menangkap fenomena penciptaan, adanya Sang Pencipta.  Bahwa yang Maha Kuasa, Sang Pencipta itu ada. Karena ia menyadari bahwa dirinya hanya sebuah hasil ciptaan (makhluq) di tengah beraneka ragam ciptaan-ciptaan lainnya.

0 komentar

Leave a Reply

Hak Cipta Hanya Milik Allah lukyrouf.blogspot.com Dianjurkan untuk disebarkan Designed by lukyRouf