Pengakuan Dari Seorang Ikhwan

Ini adalah curhatan seorang ikhwan (lelaki) ketika melihat banyak akhwat (wanita) memamerkan wajahnya di area publik, semacam facebook, twitter, hi5, friendster, netlog, dan sebagainya.

Si ikhwan merasa terpedaya gharizatun nau’nya (naluri) ketika pesona itu ada di depan mata. Tidak dilihat itu ada di depan mata, dilihat selalu menggodanya untuk selalu menyapanya. Ghadul bashar (menundukkan pandangan) adalah sebuah perintah dari Allah untuk menengahi masalah itu. Tapi apakah itu cukup ketika semakin banyak akhwat yang tidak tahu bagaimana cara menjaga iffah-nya? Apakah dari sisi si akhwat tidak ada upaya untuk tidak ‘menggoda’ lawan jenisnya ketika wajahnya dipasang di ruang publik? Wallahu’alam, itu tergantung niatnya.
Si ikhwan telah berusaha menyampaikan apa yang harusnya disampaikan. Tapi selalu saja mendapat pertentangan, kalau pun tidak, hanya pertanyaan balik yang dia terima “apakah itu dosa, ya akhi?”
Menurut pengakuan si ikhwan, itu dia lakukan semata-mata pun ingin menjaga pandangan, menjaga iffah-nya, dan seterusnya. Bukankah kita tahu, jejaring sosial adalah ruang publik, yang beratus-ratus bahkan beribu-ribu pertemanan facebook saling memperhatikan temannya di facebook. Ibaratnya, jika itu di jalanan umum (ruang publik), maka kita melihat baliho, billboard di pinggir jalan, menampang wajah-wajah para ukhti disitu. Maka, ketika menurut pengelihatan si laki-laki tersebut, wajah itu menawan, akan dikaguminya, bahkan kalau sempat akan menceritakannya kepada orang lain, atau mungkin malah mengabadikanya (mengunduhnya).
Kadang kejengkelan menyertai si ikhwan, karena yang melakukan pamer wajah itu adalah para akhwat yang sudah tertutup auratnya, plus dengan jilbabnya. Apakah itu tidak dosa? Kalau pun memang tidak dosa, coba berpikir sejenak tentang fiqhul aulawiyat (skala prioritas), tentang sebuah ‘pilihan’, tentang sebuah ‘keutamaan’. Bukankah kita bisa memilih, ketika awal kita berniat membuat akun jejaring sosial, apa niat kita ketika itu? Bukankah lebih utama jika file-file foto itu disimpan dalam album tertentu yang hanya bisa dilihat orang-orang tertentu? Bukankah prioritas kita mempunyai akun adalah “kebaikan” yang kita ingin sampaikan?
Singkat cerita, si ikhwan tersebut masih dianggap ‘genit’ ketika terus menyampaikan tentang hal itu. Si ikhwan malah mendapat julukan, ‘lelaki kurang kerjaan’. Dikatai ‘bilang saja, kalau akhi mau menyapa saya’. Apalagi, sampai ada yang bilang “akhi hanya ingin dipuji, diucapi terima kasih oleh para akhwat, selanjutya akhi dikagumi dan disukai (like) oleh para akhwat”. Naudzubillah min dzalik.

Ukhti fillah..
Kau adalah lah muslimah yang seharusnya menjadi contoh orang-orang disekitarmu untuk tetap istiqomah dalam kebenaran. Nanti akan datang seorang laki-laki mulia yang hanya dia lah yang kau halal kan melihat parasmu, tentu laki-laki mulia itu hadir karna kau menjaga kemuliaanmu. Wallahua’lam bi Shawwab.

1 komentar

  1. Aisyah says:

    Tulisan yg bagus, kalau mau jujur,, mmg sih, paras wanita yg mmjang fotonya di dunia maya, pasti akan mggoda para ikhwan apalgi jika wajahnya rupawan, makin bangkitlah GN-nya si ikhwan. namun sy pribadi tdk bisa mnyalhkan si akhwat, soalnya mmjng foto, hukumnya diperbolehkan... jd sesutu yg mubah tidaklah terlarang, tentunya back lagi kepada niat si akhwat tadi, tujuannya dia pubslih foto apa?? Namun mmg ada baiknya, (untuk kehati-hatian sj), tidak usah unduh foto.

Leave a Reply

Hak Cipta Hanya Milik Allah lukyrouf.blogspot.com Dianjurkan untuk disebarkan Designed by lukyRouf