Aku menguntai lagi kalimat demi kalimat untuk
menghantarkanmu ke depan gerbang mahligai 'rumah barumu'.
Terakhir aku menulis risalah untukmu saat kau bimbang akan
sebuah pilihan.
Aku yakin kali ini dirimu telah kuat dengan pilihanmu. Dan
setelah ini aku tidak yakin bisa merangkai kalimat lagi, karena dirimu pun
harus mempersembahkan kalimat terindahmu untuk seseorang yang telah yakin kamu
pilih mendampingi sisa hidupmu.
Seperti di risalah sebelum ini, aku akan mengulangi lagi
bahwa aku menulis ini bukan untuk mendapat puja dan pujimu. Bukan untuk merayu
hatimu. Bukan pula untuk merajuk hatimu. Semata karna kamu yang pinta dan pula
sebagai bentuk nasihat sebagai seorang tua.
Maaf, membuatmu menunggu atas risalah ini, karena baru kali
aku sempat menunaikannya. Semoga bermanfaat
Tentang sebuah pernikahan...
Pernikahan disebut juga mitsaqon (janji), aku lebih suka
menyebutkannya untukmu sebagai 'janji hati'. Artinya, jika sebelum ini, hatimu
tak tentu arahnya, maka setelah ini, separoh hatimu telah akan terpaut dengan
seseorang yang aku yakin telah kau pilih dengan istikharahmu. Permohonanmu
kepada Rabbmu sebentar lagi akan ditunaikan, maka berjanjilah pada hatimu bahwa
dialah yang akan jadi Raja di istanamu yang kamu harus yakin Rajamu itu akan
membawa ketaatan pada Rabbmu.
Pernikahanmu adalah istanamu, indah kemilaunya ada
peranmu.Jika ingin bersih istanamu, maka kau pun harus turut menyapu. Jika
ingin wangi istanamu, maka kau juga harus ikut mengharumkan. Jika ingin kokoh
istanamu, maka kau turut membangunnya. Itulah, pernikahanmu adalah pilihanmu.
Namun pernikahan tak sekadar membangun rumah, tapi juga
membangun ketaatan dan kepatuhan. Ketaatan kepada Allah dan kepatuhan kepada
qowam. Tak ada manusia yang sempurna, tapi bukan kesempurnaan yang membuat kita
taat kepada qawam, melainkan karena itu perintah-Nya.
Jika kita terus menuntut kesempurnaan tanpa cela pada
pasangan kita, maka sepatutnya kita berkaca diri, apakah kita juga bisa
menghadirkan kesempurnaan diri kita pada pasangan kita? Berhentilah mencela
kekurangan pasangan kita, bersikap sabar dan berkomunikasi dengannya. Karena
sesungguhnya menikah bukan mencari kesempurnaan, melainkan justru bisa jadi
adalah menutupi kekurangan-kekurangan pasangan kita. Karena sejatinya
pernikahan itu adalah perikehidupan persahabatan suami-isteri.
Kepemimpinan rumah tangga yang menentukan adalah nash dari
Allah dan juga secara fitrah manusiawi memang demikian. Bukan karena senioritas
dalam pencarian nafkah dan penghasilan.
Berdamailah dengan kekurangan. Nobody perfect, terimalah ia
apa adanya sambil terus berupaya memperbaiki diri dengan pikiran yang positif
dan prasangka yang baik. Berdamailah dengan proporsional, janganlah hanya
melihat kekurangan pada pasangan kita, terima juga segala kekurangan diri kita.
#No Body Perfect, Tanyakan “apa kelemahanku?”
1. Ketika Allah membebankan kewajiban bagi suami mencari
nafkah, sedang isteri sebagai ibu rumah tangga, sudah pas sesuai dengan
porsinya, dan itu tidak menjadi masalah. | Yang menjadi masalah adalah ketika
kita mempersoalkan masalah “ketidaksempurnaan” pasangan kita, saat menjalankan
tugasnya masing-masing.
2. Ketika Allah memberikan porsi antara suami-isteri, kita
yakin secara imani bukan karena Allah mau men-super-kan laki-laki dan
mem-babu-kan perempuan. |Kalau kita sibuk berkonsentrasi menyoal itu, maka
ujung-ujungnya kita akan menggugat hak prerogratif Allah Swt, seperti yang
dilakukan oleh kaum feminis.
3. Adalah kesalahan dan kebohongan besar kaum feminis yang
sok modernis, kalau mereka mengotak-atik “nilai lebih” laki-laki dan “nilai
rendah” wanita. karena sejatinya, bukan disitu persoalannya. | Persoalannya
adalah pada ketidakmampuan kita (suami-isteri) mengelola “nilai” tadi, dan itu
mencuat di permukaan karena sering di ekspos oleh media.
4. Sejatinya persoalan mempersoalkan kelemahan pasangan,
akan muncul pada dua kondisi.| Pertama, saat masing-masing tidak bisa
menempatkan diri sesuai dengan porsinya, dan; Kedua saat keduanya tidak bisa
memahami posisi pasangannya masing-masing.
#No Body Perfect, Perhatikan ‘Bumbu’ Cekcok Kita,
1. Bisa jadi kita sebagai suami terlalu sibuk diluar rumah,
bekerja ataupun berdakwah. Begitu sampai di rumah kita minta dilayani oleh
isteri kita, karena menurut kita itu kewajiban istri yang merupakan hak suami.
| Namun begitu ‘pelayanan” itu kurang memuaskan, tidak sempurna, tidak sesuai
harapan, maka buru-buru kita menganggapnya sebagai sebuah noktah dalam rumah
tangga kita.
2. Rumah tangga adalah tempat kembali yang nyaman. | Namun
rumah tangga akan jadi neraka bagi penghuninya jika keharmonisan jadi barang
mahal yang tak terbeli dengan rupiah. Konflik, cekcok bukan lagi jadi bumbu
rumah tangga, melainkan sudah menjadi sarapan sehari-hari.
3. Barangkali sang istri terlalu banyak tuntutan, berbagai
pemenuhan material dimintanya pada suami, sampai diluar batas kemampuan suami
untuk menanggungnya. Tak sedikit yang kemudian memiliki sikap “dingin”.| Jangan
dianggap sepele, selain memicu sikap percekcokan, bisa juga sebagai pertanda bubrahnya
tatanan rumah tangga.
4. Mungkin apa yang kita tuntut kepada suami kita, memang
tertunda terlaksananya. Jikalau tertunda terlaksananya, kita hanya butuh
kesabaran untuk menunggunya. | Tapi jika memang tuntutan itu tidak bisa atau
bahkan suami tidak mau memenuhinya. Maka kita hanya butuh komunikasi untuk
menyelesaikannya.
5. Berbagai ketegangan dalam rumah, bisa jadi memang bagian
dari bumbu kehidupan keluarga. |Akan tetapi, bila bumbu itu berlebihan, maka
masakan pun tak enak dan bisa jadi malah berbalik menjadi racun yang membunuh.
#No Body Perfect, Idealis Tapi Realistis,
1. Seseorang sah-sah saja melukiskan secara sempurna calon
pasangannya. Kita mungkin melukis calon pasangan kita, adalah seseorang
suami/isteri yang cakep, kaya, keturunannya baik, dan agamanya juga mumpuni. |
Namun harus kita pahami, adakalanya semua sifat yang kita lukiskan itu tidak
berkumpul jadi satu pada pasangan hidup kita.
2. Adalah boleh mendamba seorang isteri yang cantik, yang
selalu melayani kita, yang pandai berdandan, santun perilakunya, baik
akhlaknya, dan lain-lain.|Namun jika dambaan itu berubah menjadi tuntutan yang
harus ada dan dipenuhi, maka kita hanya akan menjadi seorang yang hidup selalu
penuh dengan kekecewaan.
3. Mungkin kita bermimpi bertemu gambaran ideal tentang
sosok seorang istri/suami yang sesuai dengan mimpi kita. Seolah-olah, dia
sedang melukiskan dengan tangannya, sosok seorang wanita yang ada di dalam
impiannya. |Namun Allah boleh berkata, Sesungguhnya wanita/pria yang kamu cari
itu ada, tetapi kamu harus bersabar menunggu hingga hari kiamat tiba, karena
sosok wanita/pria seperti itu tidak akan didapatkan kecuali di surga.
4. Idealis boleh, tapi realistis adalah harus. Bersikap
sederhana dalam tuntutan adalah hal yang bijak. |Nabi Saw.: “Janganlah seorang
mukmin benar-benar membenci istrinya, jika dia tidak menyukai satu perangainya
bisa jadi dia akan senang dengan perangainya bisa jadi dia akan senang dengan
perangainya yang lain” (HR. Muslim)
5. Inilah sunatullah terhadap mahluk-Nya; tidak ada satu
sosok yang memiliki sifat sempurna pada diri manusia.|Bisa jadi ada seseorang
yang kecantikannya biasa saja, tetapi dia memiliki kebagusan agama dan perilaku
yang mulia. Adakalanya seseorang berasal dari keluarga kaya, eh ternyata malah
kurang makruf perilakunya, begitu seterusnya hingga akhirnya sampai pada suatu
titik, no body perfect.
Tanpa harus belajar cinta, siapapun bisa jatuh cinta. Tapi
untuk menjadi bijak mencinta, maka belajar memanagemen cinta adalah pilihan
para pecinta untuk menemukan cinta hakiki.
Mencintai itu menjaga bukan meminta.
Yang pernah Berusaha
Menjagamu