Teruntuk seseorang yang pernah tersakiti olehku
Duhai hati yang tergores,
Selaksa maaf dan sesal masih menyisa di dada
Atas luka duka yang menganga.
Maafkan aku yang begitu posesif ingin melindungi
Tapi aku tak pernah mengerti cara dewasa untuk melindungi
Aku ingin maaf ini terbalas dengan ikhlas
Hingga duka berganti ceria
Bukankah Tuhan saja Pemaaf?
Lalu kenapa kita menjadi pendendam?
Duhai hati yang pernah tersakiti,
Kukalahkan egoku untuk mendahuluimu mengucap maaf
Meski tersiksa aku menunggu untuk mengucap maaf
Terlalu sakit jika kau memilih membenciku
Bukankah dulu, kita saling santun bersahabat?
Namun mengapa sekarang kau sulit memaafkan?
Aku telah memaafkanmu
Bahkan kesalahanmu adalah akibat salahku
Badai ini harus segera diakhiri
Salju dingin ini harus segera dihalau
Untuk sebuah rasa gembira atas sebuah luka menganga
Duhai hati yang dingin membeku
Mengapa setelah rasa ceria berganti duka?
Mengapa tidak mencoba membuka hati untuk seteguk rasa maaf?
Jujur, bukan saja dirimu yang tersakiti,
Namun aku mencoba membuang semua sakit yang begitu menyobek hati.
Andai engkau tahu wahai engkau yang pernah kusakiti.
Pernahkah engkau menangis karenaku seperti aku menangis karenamu?
Seperti aku terisak dihadapanmu. Pernahkah?
Mungkin dirimu telah menemukan seseorang yang begitu engkau sayangi.
Seseorang yang mampu membangkitkan hidupmu lagi
Pernahkah engkau berpikir betapa yang kau lakukan laksana badai?
Duhai engkau yang pernah tersakiti,
Betapa aku meneteskan air mata saat menulis ini.
Betapa aku laksana pendosa
Duhai engkau yang pernah tersakiti olehku
Apakah kau mengerti apa yang kurasakan? Merasakah dirimu?
Tak pernah ada manusia yang luput dari suatu kekhilafan.
Tidak aku, tidak juga kamu wahai engkau yang pernah tersakiti.
Maka, bukalah pintu maafmu
Untuk kekhilafanku yang lampau
Untuk kekhilafanku yang lampau
Untuk kenangan yang membuat kita sakit,
Untuk segala sesuatu tentang kita, aku minta maaf.
(digoreskan oleh seseorang yang masih belajar ‘the power of forgivness’)