Ustad Apa Artis?

Jadi artis alias selebritis, sepertinya masih memiliki daya magnet yang cukup kuat. Buktinya, setiap diselenggarakan audisi yang ada hubungannya dengan profesi ke-artis-an, selalu saja bejubel yang antri pengin daftar. Maklum, dunia selebritis menjanjikan keglamouran yang memang selama ini diinginkan banyak orang, baik itu kekayaan maupun ketenaran.
Coba aja baca berita tentang artis baru yang lagi ngetop dengan lagunya ‘alamat palsu’, siapa lagi kalau bukan Ayu Ting Ting. Yup, artis dadakan ini disinyalir kekayaannya mencapai Rp. 2 M setiap bulan. Wow, jumlah yang nggak sedikit, kalo dibelikan bakso, mungkin Indonesia bisa tenggelam karena kuah dan pentol bakso, he ... he.. he..he
Nah, karena saking menggiurkannya dunia artis, ditambah media terutama dalam hal ini teve yang terus ngiming-imingin dengan kontes atau audisi, maka maaf-maaf neh, seseorang yang biasanya dijuluki ustad pun, terseret ke dunia artis. Entah, karena memang si ustad sengaja pengin jadi seleb, atau memang teve yang menjadikan ustad sebagai seleb.
Sob, suer kita bikin tulisan kali ini bukan ngiri atas ketenaran seseorang, nggak juga mau menjatuhkan nama baik seseorang. Yang jelas sedari awal, ketika tulisan ini dibikin dalam kaitanya untuk amar ma’ruf nahyi munkar, menyampaikan yang baik dan mencegah keburukan. Akur kan?

Mengulik Profesi Artis
Artis adalah sebuah pekerjaan atau profesi layaknya tukang becak, guru, polisi dan sebagainya. Yang bikin beda, artis dengan pekerjaan lain adalah dari segi ketenaran. Sementara, untuk bisa jadi tenar, terkenal, dipuja-puji, maka seorang artis atau selebritis membutuhkan “alat”. Alat itu bernama media, bisa teve, majalah, internet, dll.
Kalo menilik dari arti kata “artis” itu sendiri bukan berasal dari bahasa indonesia, berasal dari kata “art” (bahasa inggris: seni), jadi artis itu adalah seorang seniman alias pekerja seni. Padanan dari kata artis adalah kata selebiriti. Menurut situs wikipedia, yang dimaksud Selebriti (bahasa Inggris: celebrity) atau pesohor ialah orang terkenal lantaran terlalu dekatnya dengan dunia pemberitaan (pers). Itu artinya antara seleb dengan media (pers) adalah dua sisi mata uang, dimana ada artis disitu ada media. Dan bagi seorang artis yang juga disebut sebagai pesohor, sangat membutuhkan sekali yang namanya media untuk mengangkat nama, citra, popularitasnya di kalangan publik. Media juga butuh artis, untuk bisa menambah pundi-pundi emasnya.
Kalo memang artis diartikan sebagai pekerja seni, maka untuk bisa mengatakan pekerjaan itu boleh atau nggak, alias halal atau haram, tinggal menilik aja apa yang mereka maksud dengan seni. Kalo seni yang mereka maksud adalah keindahan menampakan kemolekan tubuh, menebar cipika cipiki, maka yang seperti itu jelas bertentangan dengan Islam.
So, mari kita lihat penampakannya di lapangan. Nggak sedikit-kalo nggak bisa dikatakan seluruhnya- seseorang, ketika sudah menjadi artis, maka interaksi lawan jenis menjadi longgar, gaya hidup permisif-hedonis (serba bebas), pemikirannya sekular-kapitalistik (matre), kesehariannya nggak jauh dari gosip (ghibah). Hampir tidak ada, seseorang ketika sudah menjadi artis bisa ‘menahan diri’ untuk tidak berperilaku seperti itu.
Bukankah sudah bertebaran berita-berita yang sengaja maupun nggak sengaja kita lihat, dengar, baca di media tentang artis-artis kita, yang kawin cerai-lah, narkoba lah, video porno-lah ? Nah, tanpa bermaksud mendiskreditkan mereka, tapi itulah gambaran tentang dunia keartisan. Kalo memang ada diantara kita yang ingin menerjuni dunia itu, maka harus siap dengan gambaran kayak diatas.
“Tapi bukannya ada artis yang baik?” Iya, kita juga nggak bilang semua artis itu buruk, tapi kita musti ingat sob, kita ini muslim, maka semua aktivitas kita ada aturannya, nggak bebas-bebas aja. Sudahkah kita berpikir jernih dengan dilandasi hukum syariat (Al-Qur’an dan Hadits), ketika mau jadi artis ataupun menghukumi mereka yang sudah jadi artis? Sehingga untuk mengatakan baik-buruk, benar-salah, halal-haram, standarnya sudah jelas, cuma Islam, bukan yang lain.
Pun ketika ada banyak kasus para artis yang misalnya melakukan asusila, amoral, maka itu juga nggak bisa menjadikan kita menggebyah uyah, kalo profesi artis adalah buruk. Ketika pada saat ramadhan tiba, biasanya para artis juga berpenampilan “agak” (dalam tanda kutip) alim, sopan, tapi kalau boleh kita jujur, penampilan mereka pun nggak bisa dikatakan kalo mereka islamy. Dan kita bisa saksikan dengan mata kepala kita sendiri bahwa para seleb kita, berperilaku sopan bin islamy hanya karena tuntutan peran dan skenario, dengan demikian asas mereka adalah duit, fulus, doku dan sejenisnya. Nah, tentu dari sini, kita akan sedikit pahami bahwa yang kita hukumi tidak semata-mata profesinya, tapi perilaku yang mencerminkan kepribadiannya.
Sebenarnya bagi orang awam, melihat orang yang berkperibadian ganda, orang jawa bilang “isuk dele, sore tempe (pagi kedelai, sore tempe)”adalah keburukan. Apalagi ketika kita menjadi seorang muslim, berazas dengan Islam ketika berperilaku dan berpikir adalah sebuah keharusan, sehingga membuat kita memiliki kepribadian Islam.

Ustad Koq Artis?
Seseorang yang dirinya dipanggil ustad, adalah mereka yang Insya Allah paham akan Islam, dan mereka yang secara sengaja mendakwahkan dan mensiarkan Islam. Di sisi yang lain, sebenarnya tugas mendakwahkan (menyebarkan) Islam, bukan monopoli seorang ustad, tapi juga merupakan tugas kita semua, coba perhatikan:
"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyeru kepada yang ma'ruf dan mencegah yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung." (QS. Ali Imran [3] : 104).
"Kalian adalah sebaik-baik umat yang dilahirkan bagi manusia, kalian menyuruh (berbuat) kepada kebaikan dan mencegah dari kemunkaran dan kalian beriman kepada Allah." (QS. Ali Imran [3] : 110)
Seruan tersebut menegaskan kalo setiap muslim adalah Da'i, yaitu seseorang yang menyampaikan pesan-pesan tentang ajakan menuju jalan Allah (amar ma'ruf nahi munkar) kepada umat.
Cuman sayang sekali pemahaman kewajiban dakwah pada umumnya dipahami hanya untuk orang tertentu saja, yakni para ustad atau kiai, sehingga sering ada yang bilang "Itu bukan urusan saya, tapi urusan ustad atau kiai." Padahal merujuk ayat di atas jelas bahwa dakwah merupakan kewajiban bagi setiap orang. Hal ini ditegaskan pula dalam hadits. Dari Abu Said Al-Khudri ra berkata, aku mendengar Rasulullah bersabda,
"Barang siapa melihat kemunkaran dilakukan dihadapannya maka hendaklah ia mencegah dengan tangannya, jika tidak mampu cegahlah dengan lidahnya, jika tidak mampu maka hendaklah dia merasa benci di dalam hatinya, dan ini selemah-lemahnya iman." (HR. Muslim)
Nah, yang akhir-akhir ini ramai dibincangkan, gimana kalo seorang ustad jadi artis? Untuk menjawab pertanyaan itu, kita musti ajukan pertanyaan dulu, (1) Apakah memang seorang ustad itu sengaja dirinya menjadi artis, (2) Ataukah memang media (teve) menariknya ke dunia artis.
Kalo untuk kemungkinan yang pertama, bahwa seorang ustad yang sengaja dirinya menceburkan dirinya di dunia artis, maka kita hanya bisa ngasih saran: Pertama, jaga keikhlasan untuk beribadah, karena dakwah itu bagian dari ibadah, maka sangat penting menjaga keikhlasannya. Seluruh amal kita, bukan manusia yang menilai, tapi Allah Rabbul ‘alamin, pemilik diri kita dan alam seluruhnya. Ikhlas ini masalah hati, jadi hanya si pelaku dan Allah yang tahu.
Kedua, tugas dakwah itu adalah kewajiban, bukan profesi, sehingga ketika sudah menjadi artis, maka dikhawatirkan akan main pasang tarif, kalo nggak sesuai tarif, maka nggak jadi berdakwah. Untuk itu penting banget memahami bahwa kalo seorang ustad yang artis akan terjadi daya tarik menarik antara kepentingan dunia dengan akhirat, antara uang dan pahala.
Sedangkan untuk kemungkinan yang kedua, bahwa seorang ustad jadi artis karena di-artis-kan oleh media. Maka bagi mereka kita pun ngasih masukan: Pertama, jangan pernah membiarkan kebenaran (al haq) bisa dibeli dengan uang, katakan yang haq itu haq, yang batil itu batil (salah), meskipun itu pahit. Kalo media-nya pro dengan dakwah Islam, nggak begitu masalah, tapi yang kita saksikan saat ini media kita pertimbangannya lebih kepada azas manfaat (uang, kesenangan). Kalo menurut mereka, bisa menarik pemirsa, pengiklan, dan rating-nya tinggi, maka akan mereka ambil. Dan fakta ini harus dipahami oleh siapapun yang berminat menjadi artis, hatta seorang ustad sekalipun.
Kedua, kita sudah menyaksikan di media kita, ketika seorang ustad baik ceramah secara langsung maupun lewat sinetron, film, mereka lebih cenderung “demokratis”, kompromis dengan situasi dan kondisi yang ada. Dan media sendiri diakui atau nggak, memang secara sengaja memilih yang seperti itu. Istilahnya, memilih ustad yang “populis”, ustad yang disukai banyak orang. Kalo seperti itu keadannya, maka akan ada dua hal yang kita waspadai (1) Islam akan bercampur dengan keburukan, yang sudah pasti kalo Islam bercampur dengan keburukan maka keburukan yang pasti dominan alias menang; (2) Islam tidak akan bisa hadir sebagai solusi tuntas permasalahan manusia, melainkan pada kondisi seperti itu Islam hanya sebagai ‘obat penenang’ persoalan.
Padahal Islam yang dibawa oleh Rasulullah Saw dihadirkan oleh Allah dimuka bumi ini sebagai rahmatan lil ‘alamin:
“dan Tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (QS. Al Anbiya, 107)
Hakekatnya sebagai rahmatan lil ‘alamin hanya akan bisa terwujud jika Islam diterapkan secara menyeluruh (kaafah) dalam bentuk syariah Islam. Sementara kalo para pendakwah (ustad) kita bersikap kompromi terhadap keadaan, mustahil Islam yang rahmatan lil alamin bisa hadir sebagai problem solver.
So, kita bukan merasa sok suci, atau mau menang sendiri ketika menulis tulisan ini. Tapi ini sebagai bentuk perwujudan hak sebagai sesama muslim untuk saling menasehati, perhatikan hadits Rasulullah Saw:
Dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus ad-Daary radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Agama itu nasihat”. Kami pun bertanya, “Hak siapa (nasihat itu)?”. Beliau menjawab, “Nasihat itu adalah hak Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, pemerintah kaum muslimin dan rakyatnya (kaum muslimin)”. (HR. Muslim)
Dan Allah juga sudah berfirman:
“Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran” (QS. Al Ashr 2-3)

0 komentar

Leave a Reply

Hak Cipta Hanya Milik Allah lukyrouf.blogspot.com Dianjurkan untuk disebarkan Designed by lukyRouf