Dr. Abdul Qadim Zallum dalam bukunya Al Hamlah Al Amrikiyyah lil Qadla-i ‘Al Islam (1996: 20) menyatakan bahwa ide dasar pemikiran tentang Hak Asasi Manusia (HAM) berasal dari cara pandangan kehidupan Barat (Kapitalisme-Liberalisme) terhadap tabiat manusia, hubungan individu dengan masyarakat/negara, tentang fakta masyarakat, dan tugas negara. Demikian pula, Dr. Sulaiman Mamar (Media Indonesia, 6/12/96) menyatakan bahwa akar atau inti persoalan dari berbagai perbincangan mengenai HAM adalah kedudukan manusia sebagai individu dan hubungannya dengan lembaga, organisasi, dan pemerintah.
Kapitalisme memandang tabiat manusia pada dasarnya adalah baik, tidak jahat. Kejahatan yang muncul dan dilakukan oleh manusia disebabkan pengekangan terhadap kehendak atau keinginan manusia. Oleh sebab itulah, kehendak atau keinginan manusia itu harus dibiarkan bebas-lepas agar dia mampu menunjukkan tabiat baiknya yang asli. Dari hal inilah muncul ide kebebasan/liberal (freedom) yang menjadi salah satu ide yg menonjol dalam ideologi Kapitalisme.
Dalam pemikiran Kapitalisme mengenai hubungan individu dengan masyarakat, maka ide pemikiran ini memandang bahwa hubungan itu bersifat kontradiktif. Oleh karena itu harus ada pemeliharaan individu dari dominasi masyarakat sebagaimana harus ada jaminan dan pemeliharaan terhadap kebebasan-kebebasan individu. Jadi, kepentingan individu harus didahulukan daripada kepentingan masyarakat (individualistis). Atas dasar inilah, pandangan kapitalisme menetapkan bahwa tugas pokok negara adalah menjamin kepentingan individu dan memelihara kebebasannya.
Adapun tentang fakta masyarakat, Kapitalisme berpandangan bahwa masyarakat merupakan sekumpulan invidu yang hidup bersama di satu tempat. Apabila kepentingan-kepentingan individu ini terjamin penuh maka secara alami akan terjamin pula kepentingan masyarakat. Pandangan-pandangan tersebut di atas telah menjadi dasar apa yang disebut sebagai kebebasan individu yang harus dipelihara sebagai landasan HAM, yang meliputi Kebebasan beragama/beraqidah ( Freedom of religion), kebebasan berpendapat (freedom of speech), kebebasan kepemilikan (freedom of ownership), dan kebebasan berperilaku (Personal freedom).
Kebebasan individu inilah yg telah menjadikan manusia dlm masyarakat Barat tdk ubahnya seperti kawanan ternak yg hanya bernafsu meraup sebanyak mungkin kenikmatan artifisial (fisik). Ironisnya, kenikmatan seperti ini mereka anggap sebagai puncak kebahagiaan. Padahal hakekatnya mereka tdk pernah mengecap cita rasa kebahagiaan sedikitpun, sebab kehidupan mereka senantiasa bergelimang dengan penderitaan, keguncangan, dan keresahan yg tdk berakhir. Kebebasan seksual yg menghasilkan AIDS, aborsi yang merajalela, angka perceraian yg semakin tinggi, angka kecelakaan yg tinggi akibat mabuk hanyalah sebagian kecil dari contoh masyarakat kapitalisis.
Atas dasar pandangan kapitalis ini pulalah, HAM hanyalah slogan yang berpihak pada yang kuat, pada ketamakan dan nafsu penjajahan yang tidak berperikemanusian, bagai gerombolan binatang yang buas; yang kuat memakan yg lemah.
HAM DALAM PANDANGAN ISLAM
Sesungguhnya seluruh pemikiran kapitalisme mengenai tabiat manusia, hubungan individu dengan masyarakat, fakta masyarakat, dan tugas negara merupakan pemikiran yang bertentangan dengan fitrah manusia. Tabiat manusia sesungguhnya bukanlah baik seperti yang dinyatakan dalam kapitalisme. Begitu pula manusia bukanlah bertabiat jahat seperti dalam pandangan gereja yang sangat banyak dipengaruhi dari filsafat-filsafat kuno Yunani yang dibangun atas dasar pandangan bahwa manusia telah mewarisi dosa Adam.
Karena pada kenyataanya manusia memiliki naluri dan kebutuhan jasmani yg menuntut adanya pemuasan. Allah swt. telah mengaruniakan kepada manusia akal, yg dengan akalnya ini ketika manusia memiliki kehendak untuk memuaskan naluri dan kebutuhan jasmaninya ia akan memilih cara yg diridhai Allah swt. (dengan ketaatan kepadaNya) maka pada saat itu ia dikatakan telah berbuat kebaikkan (baik). Namun, apabila dia memenuhi kebutuhan naluri dan jasmaninya dengan cara yg dimurkai Allah swt. (melakukan maksiat) maka ia tlh berbuat kejahatan/keburukan.
Dgn demikian, tabiat manusia itu berpotensi utk baik/buruk sekaligus, tergantung pilihannya thdp peraturan memenuhi kebutuhan naluri dan jasmaninya. Sebagaimana firman Allah swt.:
“Dan demi jiwa (manusia) serta penyempurnaan (ciptaannya), maka Allah lah yang mengilhamkan kepada jiwa itu memilih (jalan) kefasikan (kemaksiatan) dan ketakwaan (ketaatan kepada Allah).” (QS. Asy Syams:7-8).
Pada ayat yang lain Allah swt. berfirman:
“Dan Kami telah menunjukkan kepadanya (yaitu manusia) dua jalan (baik dan buruk)” (QS. Al Balad:10).
Demikian pula apa yang dilontarkan paham kapitalisme mengenai hubungan individu dan masyarakat/negara yang menurut mereka merupakan hubungan kontradiktif (bertentangan) juga merupakan kekeliruan , karena pada dasarnya hubungan individu dan masyarakat adalah hubungan yang bersifat saling melengkapi, sebab individu adalah bagian dari masyarakat, seperti halnya tangan merupakan bagian dari tubuh manusia. Sebagaimana tubuh tidak lengkap tanpa tangan, maka tangan pun tidak ada artinya jika terpisah dari tubuh. Dalam hal ini Islam telah menetapkan hak-hak bagi individu sebagaimana Islam telah menetapkan hak-hak bagi masyarakat. Hak-hak tersebut bukan saling bertentangan atau berlawanan, tetapi saling melengkapi.
Demikian pula Islam telah mengatur kewajiban masing2 dan menyerahkan pelaksanaannya kepada negara utk menjamin keseimbangan antara dua pihak, agar masing-masing tidak melanggar atau mendominasi pihak lainnya. Sebab masing-masing harus mendapatkan hak-haknya dan melaksanakan kewajiban-kewajibannya. Berkaitan dengan hal itu, tidak ada gambaran yg lebih indah utk menunjukkan hubungan antara individu dan masyarakat selain dari sabda Rasulullah saw.:
“Perumpamaan orang-orang yang mencegah berbuat maksiat dan yang melanggarnya adalah seperti kaum yang diundi dalam sebuah kapal. Sebagian mendapatkan bagian atas dan sebagaian yang lain di bawah. Jika orang-orang yang berada di bawah membutuhkan air maka mereka harus melewati orang-orang yang berada di atasnya. Maka berkatalah orang-orang yang berada di bawah: “Andai saja kami boleh melubangi (dinding kapal) pada bagian kami, tentu kami tidak akan menyakiti orang-orang yang berada di atas kami”. tetapi jika yang demikian itu dibiarkan oleh orang-orang yang berada di atas (padahal mereka tidak menghendaki), niscaya binasalah seluruhnya. dan jika mereka mencegah melakukan hal itu, maka ia selamat dan selamatlah semuanya” (HR. Bukhari, Ahmad, Turmudzi). Akan tetapi tatkala muncul berbagai macam masalah dalam kehidupan manusia maka dalam hadits yang lain yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud, Rasulullah saw. bersabda: “Akan ada sesudahku orang-orang yang mementingkan dirinya sendiri dan perkara yang kalian benci. Mereka bertanya: “Yaa, Rasulullah, apa yang kau perintahkan kepada kami?. Rasulullah menjawab: “Kalian hendaklah menunaikan yang wajib atas kailian. Dan kalian meminta kepada Allah hak yang menjadi hak kalian”
Pendapat kapitalisme yang menyatakan bahwa masyarakat merupakan kumpulan individu yang hidup bersama di suatu tempat merupakan pendapat yang keliru. Sebab masyarakat bukan hanya sekumpulan invidu yang hidup bersama di suatu tempat saja melainkan pula terdiri dari kesatuan ide/pemikiran, perasaan-perasaan yang ada pada diri individu tersebut, dan adanya suatu sistem aturan yang diterapkan dalam kehidupan mereka. Dengan kata lain, masyarakat merupakan sekumpulan individu yang memiliki interaksi terus-menerus yang disatukan oleh pemikiran, perasaan, dan aturan yang sama. Oleh karena itu, penumpang kapal atau kereta api tidak dapat dikategorikan sebagai masyarakat, sekalipun jumlahnya mencapai ribuan. Sebaliknya, penduduk desa kecil bisa membentuk sebuah masyarakat, sekalipun jumlahnya hanya beberapa ratus jiwa saja.
Jika kita memperhatikan Islam sebagai sebuah sistem nilai, maka kita menjumpai Islam telah menjelaskan tentang segi kemanusiaan dan hak-hak manusia, yaitu:
1. Islam memuliakan manusia & tlh menempatkan posisi manusia sebagai makhluk paling mulia.
“Kami telah memuliakan anak-anak keturunan Adam” (QS. Al Isra’: 70)
Allah telah menciptakan manusia dalam bentuk yang paling baik dan sempurna.
“Yang telah menciptakan kamu, lalu menyempurnakan kejadianmu, dan menjadikan (susunan tubuhmu) itu seimbang, dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia menyusun tubuhmu” (QS. Al Infithar: 7-8)
Allah telah menciptakan akal pada diri manusia sebagai objek pembebanan hukum (manath at takliif) dan menganugerahkan kepadanya kemampuan belajar. Allah swt. berfirman:
“Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang ingkar” (QS. Al Insan:3)
Allah membebankan pada manusia tanggung jawab utk beribadah kepadaNya dan mengemban risalahNya. Allah telah mengutus para rasul dan nabi untuk menyampaikan syariatNya.
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan menghianatinya dan dipikullah amanat itu oleh manusia...” (QS. Al Ahzab: 72)
Allah telah memberikan kuasa pada manusia dalam urusan dunia dan harta untuk menerapkan aturan dan syariat Allah swt. dan memanfaatkan harta tersebut untuk beribadah kepadaNya.
“Allah telah berjanji kepada orang-orang beriman di antara kalian dan mengerjakan amal shaleh bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa” ( QS. An Nur: 55).
“Nafkahlah sebagian dari harta kalian yang Allah telah menjadikan kalian menguasainya” (QS. Al Hadiid:7).
“Dia menundukkan untuk kalian apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripadanya” (QS. Al Jatsiyah: 13)
2. Islam telah memberikan jaminan bagi manusia untuk hidup dengan mulia dalam lingkup aturan Allah swt. Allah telah menjelaskan aturannya yang berkenaan dengan tujuan syariat itu adalah untuk memelihara jiwa manusia, harta, akal, kehormatan, keturunan, dan agamanya dengan seperangkat hukum syara’ yang diterapkan dalam kehidupan manusia. Rasulullah dan generasi shahabat telah membuktikan hal ini, di antaranya:
- Islam telah mengalihkan manusia dari beribadah kepada berhala (paganisme) menjadi hanya beribadah kepada Allah semata.
- Islam telah menghancurkan berbagai ikatan primordial atas kesukuan, kebangsaan dan menggantikannya dengan ikatan akidah, sebuah ikatan yang tidak membedakan antara Arab dan nonArab, berkulit puti dan hitam, dll.
3. Islam memberikan jaminan kepada warga negara nonmuslim kehidupan yang mulia, dan tentram. Mereka memperoleh hak yang sama dalam kehidupan bermasyarakat seperti uyang dimiliki kaum muslimin. Mereka pun tidak akan dipaksa untuk meninggalkan agama yang mereka yakini. Allah berfirman:
“Tidak ada paksaan dalam (memeluk) agama (Islam)” (QS. Al Baqarah: 256).
“janganlah kalian berdebat dengan ahlul kitab, melainkan dnegan cara yang baik” (QS. Al Ankabut: 46)
Setiap orang berada dalam kehidpan Islam dan masyarakatnya akan merasakan kehidupan yang aman dan sejahtera.
4. Islam memberikan hak kepada manusia untuk berusaha, bergerak, dan berpindah.
5. Islam memberikan halk kepada manusia untuk melakukan koreksi terhadap penguasa dan memberikan hak untuk menyampaikan pendapat.
6. Islam memberikan hak kepada manusia untuk memperoleh dan mengadakan inovasi dalam perkara yang mubah dalam syara’.
PENUTUP
Mencermati kinerja PBB dalam merealisasikan program HAMnya selama ini, di berbagai belahan dunia, terutama di bumi Indonesia, sangat jelas tidak ada bekasnya. Kita bisa tengok saudara-saudara kita di Aceh, Ambon, Timor-Timur, mereka masih tidak berdaya dan semakin kepayahan. Kita tahu bahwa persoalan yang dihadapi kita saat ini telah didengar oleh masyarakat internasional bahkan menjadi agenda PBB. Namun kita tidak dapat menggantungkan harapan pada lembaga tersebut karena itu adalah sia-sia, sebab pada dasarnya yang dibutuhkan manusia di manapun berada bukan slogan serta bantuan yang menjerat, tetapi suatu sistem yang dapat mengatur secara benar dan tepat sehingga dapat menyelesaikan seluruh problematika kehidupan dengan dukungan 3 pilar bermasyarakat, yaitu individu-individu yang berkepribadian mulia yang dapat membedakan yang benar dan yang salah, kontrol masyarakat yang terikat pada aturan yang shahih (yang hanya didapat dari aturan Sang Pencipta), serta peranan negara dalam melaksanakan aturan tersebut secara konsisten, penuh tanggung jawab dan tidak pandang bulu sebagaimana yang telah dicontohkan Rasulullah saw., yang menjamin sanksi bagi yang melanggar aturan berlaku untuk semua bahkan untuk putri yang sangat dicintainya. Hal ini dapat teralisasikan jika masyarakat mau menjernihkan pemikirannya, terbuka pada kebenaran, kritis terhadap situasi yang terjadi serta mau bekerja keras untuk keluar dari problematikanya secara independen dan hanya bergantung pada petunjuk-Nya