Sahabat, Ini sebuah kisah klasik kepompong yang berkontemplasi saat ramadhan tiba. Kenapa dikasih title “Insya Allah”? (1) Ini bagian daripada doa agar benar-benar kepompong itu menjelma menjadi sebuah kupu-kupu yang indah, yang semua orang tahu dan merasakan keindahan dan manfaat dari kupu itu bagi orang-orang di sekitarnya. Mohon kepada para sahabat mengaminkan doa ini; (2) Itu bagian dari ‘kalimat positif’ yang harus kita tanamkan di saat kita akan memulai sebuah kebaikan. (3) Ini bagian dari ta’adus bi ni’mah, mensyukuri nikmat, semoga tidak disangka sebagai riya maupun sum’ah.
Sebelum ramadhan, kepompong itu menjadi ulat, yang dia sadari sedikit banyak telah membuat orang-orang di sekitarnya merasa kurang nyaman. Dengan bulu-bulu yang bisa membuat gatal, dari warnanya yang bisa membuat takut, serta dari geriginya bisa membuat dedaunan berlobang-lobang. Dari kurang rasa nyaman itulah, membuat si kepompong jengah dan merasa perlu berbenah, harus berubah demi masa depan yang cerah. Kesalahan, dosa, kekeliruan, dusta, dan seterusnya semoga ramadhan kali ini bisa tersucikan, terfitrikan dengan balasan amalan dari Sang Maha Kasih, Allah SWT.
Sahabat tentu tahu filosofi kepompong. Ya, untuk bisa menjadi sebuah kupu-kupu nan indah, para ulat itu harus ‘bersemedi’ dulu menjadi kepompong. Proses dari kepompong menjadi sebuah kupu-kupu tentu butuh waktu, butuh kesabaran, butuh keistiqomahan, butuh dan butuh yang namanya “proses”. Ramadhan merupakan moment yang tepat untuk muhasabah, instropeksi, mawas diri, dan sebagainya. Berikut beberapa penggalan episode-episode kepompong yang tengah berproses itu.
Episode tak bernama
Episode ini tanpa nama, karena peristiwanya begitu bias dipandang orang dan dilaluinya juga pas saat ramadhan hendak datang hingga ramadhan menyapa. Sebenarnya hendak disebut sebagai episode ‘terpaan badai fitnah’, tapi barangkali ada sebagian yang kurang setuju dengan sebutan itu. Sebab hingga tulisan ini dibuat, terpaannya begitu kencang, saking kencangnya tak terasa turut serta membawa amarah, murka yang tak terkira. Bagi orang yang kurang setuju dengan judul ini, menyebutnya sebagai sebuah kejujuran dari sebuah privasi, yang sebenarnya untuk menamalaini ‘pembelaan’. Maka sebagai ‘jalan damai’, kita sebut episode ini sebagai episode tak bernama.
Episode ini sebenarnya lebih bernuansa pribadi, tapi kepompong hanya ingin membaginya sebagai bentuk ‘pelajaran bersama’. Ya, si kepompong yang semasa hidupnya menjadi ulat, diakui saja menimbulkan beberapa masalah, dan itu terekspos hingga akhirnya berubah menjadi gossip murahan, yang dijual dari mulut ke mulut, dari chat ke chat, dari obrolan ke obrolan. Masya Allah.
Tercoreng sudah pribadi si kepompong, malu menampakkan muka sebenarnya dihadapan teman-temanya. Tapi kepompong lebih malu kepada Allah, jikalau apa yang selama ini digunjingkan teman-temannya itu, benar dan nyata dihadapan Allah SWT, padahal sebaliknya. Kepompong itu sebenarnya bisa melakukan sakwa, tapi pasti akan disebutnya sebagai pembelaan. Maka kepompong itu lebih memilih bersikap diam, kepompong lebih memilih ‘bahasa hati’ daripada ‘bahasa hukum’. Walaupun sebenarnya secara hukum, pasti kepompong yakin kalau dirinya akan terbela, tapi itu tidak dia lakukan, karena dia ingin memendamnya sendiri dan mencurhatkan kepada Rabbnya, dia tidak ingin menyebar ‘aib’ saudaranya, dia tidak ingin sikapnya di depan hukum disebutnya sebagai ‘pembelaan’, maka diam adalah pilihan bahasa hati terbaiknya. Hatta sampai orang-orang di sekitarnya, orang yang paling dekat dengannya tahu bahkan ‘benci’ dirinya, ‘berjarak’ darinya, maka kepompong hanya diam. Dia hanya mengatakan kepada orang-orang yang datang kepadanya “This is my problem, it’s my choice, please leave me go. Saya tidak membiarkan orang yang tidak tahu masalah saya, jadi tahu dan pengin tahu masalah saya”.
Nah, di episode ini kepompong mendapati sebuah pelajaran berharga bahwa memang dirinya saat menjadi ulat, telah membuat “gatal”, tapi salahkah bunda mengandung, jikalau suatu kali ulat itu tak diundang, melainkan orang-orang di sekitarnya itu yang memulai mengundang? Berpikirlah sejenak untuk hal itu, sahabat. Itu artinya, kepompong mengajak semua pihak untuk instropeksi, berkaca, tak selamanya salah si ulat membuat “geli”, tapi barangkali kitanya kadangkala yang memulai mengundang si ulat datang dalam episode kehidupan kita. Yuk berkaca dengan bahasa hukum syariat, bukan bahasa perasaan !
Sungguh sangat amat tepat, ramadhan datang saat kepompong tengah ‘melawan’ episode ini. Tiap malamnya dia tafakur, sujudnya dihabiskan dengan tangisan, tengadahnya dihabiskan dengan dzikir daripada hanya sekedar melayani pertanyaan konfirmasi dan klarifikasi. Qiroaat qur’an 2,5 kali khatam di ramadhan ini, qiyamul lail yang tak terputus, dhuha yang tak pernah sela dijadikannya tawasul dalam berdoa kepada Rabbnya agar dijauhkan dari sifat iri dan dengki dari orang-orang yang telah menyakiti. Berdoa agar teman yang dulu membersamainya, mengingatkannya, setelah ini pun jadi lebih baik, bukan malah enjoy, merasa nyaman dengan kemaksiatan yang terbungkus kemesraan dengan dalih persaudaraan atau kewajaran taaruf. Selanjutnya, kepompong berusaha melupakan ‘kenangan masa lalu’ saat dirinya menjadi ulat, sambil mengatakan pada dirinya “yesterday is gone, tomorrow is hope, yes I can”.
Episode Sanlat
Terus terang, ini episode surpise bagi kepompong, karena ‘tugas’ itu begitu mendadak datangnya, satu hari sebelum hari H, sms itu baru masuk. Terlepas dari itu, dengan amanah Sanlat, kepompong merasa dirinya ‘berarti kembali’, setelah beberapa bulan sebelumnya disibukkan dengan urusan pribadi dan duniawi. Astagfirullah.
Episode 4 sekolahan dengan 12 harinya yang Alhamdulillah bisa membantu kepompong mengalihkan dunia kepada kesibukan ukhrowi dengan tetap dibarengi keikhlasan dan juga mawas diri. Demi menjaga niat, berusaha menghindar jangan sampai terjebak riya, kemudian tidak melakukan apa-apa, bukan seperti itu. Tapi moment ini dijadikannya sebagai tantangan untuk menguji dan mawas diri apakah memang selama ini keikhlasan selalu membalut disetiap langkah hidupnya. Alhamdulillah, terlampaui dengan mudah. Hasilnya pun tidak begitu mengecewakan 3 sekolahan menyerahkan sepenuh keikhlasan agar murid-muridnya di follow up untuk di kader. Subhanallah.
Di sanlat tersebut, kepompong membagi sebuah filosofi kehidupan yang di kesempatan ini juga ingin disampaikannya kepada para sahabat. Filosofi tentang “jawara kehidupan”. Ya, hidup ini analoginya kita seperti sedang lomba lari, kita bayangkan bahwa kita sudah dan sedang bersedia di garis start untuk bersama-sama berlari menuju garis finish. Saat aba-aba “mulai” diteriakkan, maka kita semua berusaha untuk berlari menjadi yang terdepan. 1 meter setelah start, kita bisa tahu siapa-siapa yang berada di barisan depan, kita pun mungkin menyangka kalau orang-orang yang pertama diawal langkah adalah sebagai pemenang, maka dialah yang nanti akan menang di akhir finish. Padahal itu baru persangkaan, dugaan yang belum tentu benar adanya. Siapa sejatinya jawara dalam perlombaan itu? Ya, tentu bukan mereka yang pertama kali melangkah kakinya di garis start, tapi justru jawara adalah mereka yang pertama kali melangkahkan kakinya di garis finish, meskipun bisa jadi dia bukan yang pertama kali di garis start tadi. Begitulah sahabat, analogi kehidupan kita dan dalam Islam konsep itu disebut dengan khusnul khotimah (akhir yang baik).
Sahabat, bisa jadi di saat start hidup kita bukan yang pertama kali menjadi orang baik, bukan yang pertama kali menjadi orang kaya misalnya, kita mungkin bukan anaknya kyai, kita juga bukan keturunan ningrat, atau kita bukan dari golongan bergelar sarjana, akan tapi la tahzan, jangan bersedih kita masih punya kesempatan untuk menjadi ‘orang baik’ atau orang kaya, bergelar dan sebagainya di akhir hidup kita. Kapan akhir hidup atau garis finish kita? Wallahu’alam bi showab, kita sendiri pun tidak tahu kapan kontrak nyawa kita habis. Nah, justru karena kita tak pernah tahu jatah umur kita, maka sebagai seorang muslim yang pandai, maka kita akan menjaga di setiap waktu kita, untuk selalu waspada dengan selalu istiqomah dalam amalan baik (amal sholih), sehingga ketika si maut datang jemput, kita tidak kalang kabut.
Mereka itulah para jawara kehidupan, yakni sekali lagi bukan atau belum tentu mereka yang mungkin di awal hidupnya (start) ‘sudah baik’, melainkan adalah mereka yang bisa menyambut kematiannya (finish) dengan keistiqomahan bahkan tumpukan amal shalih. Maka beranilah memilih untuk hidup kita setelah ini, mau jadi apa, mau kemana, dengan siapa, dan dimana itu semua adalah pilihan kita, sebab hakekatnya life is choice.
Episode Masjid Empang
Episode ini terekam saat buka puasa bersama sesaat sebelum bedug magrib bertalu. Berikut ini resume yang berhasil diabadikan dalam catatan handhphone. Pembahasan dimulai dengan menyampaikan tentang fakta-fakta historis perjuangan kaum muslimin yang dilakukan di hari-hari Ramadhan.
- Pada hari ke 17 di bulan Ramadhan, tahun 2 Hijrah, Allah SWT benar-benar telah memisahkan antara kebenaran dan kebathilan di peperangan Badar yang agung.
- Pada tahun ke 6 Hijrah, Zaid bin Haritsah dikirim ke Wadi al-Qura untuk menghadapi Fatimah binti Rabi'ah, seorang permaisuri di kawasan tersebut. Sebelumnya, Fatimah telah menyerang sebuah kafilah yang dipimpin oleh Zaid dan berhasil merampas barang yang dibawanya.
- Pada bulan Ramadhan ke 8 Hijrah, perjanjian Hudaibiyah telah dikhianati, dan pada saat itu tentara Islam tengah berperang melawan tentera Bizentin di Utara. Nabi Muhammad Saw pun berniat melakukan mobilisasi umat Islam secara besar-besaran untuk memerangi seluruh kekuatan kufur di Semenanjung Tanah Arab, dan mengepung kota Makkah di bulan Ramadhan yang disebut Futuh Makah.
- 28 Ramadhan 92 H Kaum Muslim dibawah pimpinan Thariq bin Ziad berhasil membebaskan Andalusia (Spanyol).
- 6 Ramadhan 223 H Khalifah Al-Mu’tasim billah mengepung kota amuriyah yang merupakan benteng terkuat bizantium.
- 1 Ramadhan 587 H terjadi penghacuran dan penguasaan kota ‘Asqalan yang merupakan pintu masuk menuju kota al-Quds.
- Saifuddin Qutz, pemimpin besar yang berhasil menyatukan seluruh tentara Islam dan menghadapi tentara Mongol di Ain Jalut pada tanggal 26 Ramadhan 648 Hijrah.
- 25 Ramadhan 658 H Terjadi perang ainjalut antara kaum muslim dan tartar.
- Pada tahun 682 Hijrah, Salahuddin al-Ayyubi, bertempur melawan tentara Salib.
- 23 Ramadhan 1270 H Militer Rusia menghentikan kepungannya terhadap kota Selestriya.
Lalu bagaimana dengan fakta-fakta dunia teraktual saat ini? Kita bisa saksikan setidaknya dalam 3 bulan terakhir fakta-fakta dunia islam bergolak. Dimulai dari Mesir dengan tumbangnya rezim Mubarok, dilanjutkan negeri-negeri sekitarnya Yaman, Suriah, dan seterusnya. Ini bukan sebuah fenomena yang biasa, rentetan “revolusi” dunia Islam menunjukkan rezim-rezim yang selama ini dikehendaki kafir penjajah seperti Amerika dan Inggris mulai tidak disukai rakyat. Rakyat semakin paham bahwa rezim dan system yang diterapkan bagi mereka adalah dhalim dan harus segera diganti. Peran ini tidak boleh kita sia-siakan, moment ini kita harus pergunakan untuk semakin menggelorakan semangat penerapan Islam sebagai system. Di beberapa tempat para syabab melakuan masiroh seperti di Suriah, Yaman dan sebagainya yang menyerukan penting dan wajibnya diterapkan system Khilafah sebagai pengganti rezim dan system yang selama ini berkuasa.
Bagaimana dengan di Indonesia? Kasus Nazarudin membuka mata bahwa rakyat Indonesia merasa terbohongi oleh rezim reformasi. Pergolakan seperti yang saat ini terjadi di Timur Tengah, sudah pernah kita lalui tahun 2007 yang menghasilkan system dan rezim reformasi. Tapi apa hasilnya? Hasilnya tidak lebih baik dari rezim sebelumnya, bahkan cenderung lebih buruk. Di bidang hukum dan peradilan hal itu bisa ditunjukkan dengan kasus Nazarudin yang membuka borok penguasa. Ternyata para penguasa dan pejabatnya untuk bisa berkuasa seperti sekarang ini, tidak lebih menggunakan cara-cara korup. Tidak hanya ekskutif, legeslatif dan yudikatifnya pun terlibat didalamnya. Maka moment ini pun tidak boleh kita sia-siakan, apa yang sampai saat ini kita teriakkan tentang pentingnya syariat islam dan system khilafah bukan isapan jempol, bahwa hanya system khilfah dengan syariah Islamnya yang bisa mensejahterakan kita semua.
Lalu fakta negeri-negeri barat sendiri? Kita bisa saksikan kerusuhan yang terjadi di London, Inggris serta krisis Amerika yang tak kunjung reda bahkan semakin parah, itu menunjukkan bahwa penguasa peradaban dunia saat ini sedang rapuh. Amerika dan Inggris sedang menggali kuburnya sendiri, antek-antek mereka di negeri-negeri Islam, sudah mulai digugat oleh rakyat negeri tersebut. Maka sejatinya, Amerika sedang menuju jurang kehancuran, ini tidak bisa kita biarkan, kita harus mendorongnya dengan kuat dan sungguh-sungguh agar peradaban kufur itu semakin dekat dengan ajalnya.
Berangkat dari fakta historis, kemudian fakta dunia Islam saat ini, serta fakta negeri kita sendiri juga fakta Amerika, maka bisyaroh khilafah semakin jelas dan momentum ramadhan harus kita gunakan sebagai pemicunya. Fakta perjuangan Rasulullah, para sahabat dan khalifahnya diatas harus menginspirasi perjuangan kita di bulan Ramadhan ini. Kita harus yakin jika sampai sekarang ada yang mengatakan khilafah adalah mimpi, maka merekalah yang hakekatnya sedang bermimpi dan akan ditertawakan. Sebab umat pun juga semakin yakin bahwa perjuangan penegakan khilafah semakin mendekati kemenangan. Orang-orang di Barat baik dengan NIC maupun instrument yang lain, telah memprediksi bahwa khilfah itu akan muncul. Bahkan Goerge W Bush semasa jadi Presiden pernah 9 kali menyebut kata-kata “imperium Islam (khilafah)”. Lalu bagaimana bisa kita yang muslim apalagi pengemban dakwah tidak yakin akan hal itu, sehingga membuat kita loyo dan tidak sungguh berdakwah, merekrut umat, mengkontak para tokoh, meorganizir forum dan seterusnya?
Maka kepompong pun tertunduk lesu, malu tapi seraya bangkit dan menengadah menancapkan sebuah komitmen, “setelah ini berarti harus lebih baik. Insha Allah ada jalan…”
… bersambung (episode masyiroh, episode i’tikaf…)