Sahabat, siapa sih diantara kita yang masih hidup tidak punya masalah? Hampir semua –kalo nggak boleh dikatakan seluruhnya—berhadapan dengan masalah. Adakalanya masalah itu datang karena kita yang mengundang. Adakalanya juga tanpa kita undang, masalah itu menghampiri kita. Kali ini kita akan bersama-sama belajar salah satu diantara keduanya. Kita akan belajar bagaimana jika masalah itu datang, karena kita mengundangnya. Meskipun hakekat keduanya sama, dan solusinya pun juga sama. Sadar atau nggak, masalah itu datang karena kita undang. Bagaimana bisa masalah itu datang, karena kita yang mengundang?
Sekedar conto, seorang ikhwan yang mencoba ta’aruf dengan seorang akhwat, kemudian di tengah proses ta’aruf itu terjadi “sesuatu” yang menurut mereka tidak mengandung masalah atau pelanggaran hukum syariat. Misalnya, dengan mengatakan kepada diri mereka masing-masing maupun diantara mereka berdua, bahwa “apa yang kami lakukan masih wajar-wajar saja”. Disitulah sebenarnya mereka sudah mengundang masalah, yakni ketika “menghukumi” sesuatu yang terjadi diantara mereka dengan parameter mereka berdua. Mereka muslim, mungkin juga pengemban dakwah, tapi mereka juga manusia, yang pada suatu titik tertentu akan kolaps menemui masalah. Dan itu nyata terjadi, ketika proses ta’aruf mereka terjadi dalam rentang waktu yang cukup lama, sehingga perasaan ikut bermain, membiaskan antara makna cinta dan nafsu, disitulah si masalah dengan bangga menyertai mereka. Curahan perasaan dikatakan masih normal, melampiaskan nafsu dikatakannya cinta, merancang masa depan dengan penuh keyakinan seakan mereka akan bersatu, dan seterusnya.
Sahabat, diatas itu diantara salah satu contoh masalah dari jutaaan masalah yang mengingatkan kita akan pelajaran bagi kita bahwa kita ini makhluk atau manusia sekaligus kita adalah seorang muslim. Sebagai manusia, kita digariskan untuk menyadari apa fungsi utama kita sebagai manusia (lihat QS Ad Dzariyat 56). Sebagai muslim, kita senantiasa harus ingat bahwa kita berbeda dengan mereka yang tidak muslim. Disitulah ada sebuah titik temu bahwa kita senantiasa harus mengikatkan aktivitas kita pada hukum syariat, yang memang Allah sudah bikin aturan itu diperuntukkan bagi manusia. Manusia tidak mampu memahami hakekat hukum yang baik buat dirinya, kecuali hanya perkiraan yang nisbi dan kadang ngawur. Allah SWT dengan segala ke-Maha Luas-sannya, memahami hakekat ciptaan-Nya, maka pantas bin wajar jika Allah yang membuat aturan untuk manusia.
Sahabat, apa yang kita, mereka, dan dia lakukan setelah masalah itu di undang? Pertama: Kita harus sadari bahwa kita sedang dalam posisi “salah”. Maksudnya, kita sedang mengundang masalah tapi tanpa pernah menyertakan Allah sebagai problem solver masalah kita. Melakukan sih sebenarnya pendekatan sama Allah, tapi barangkali niatnya yang kurang tulus, sehingga membuat kita sok dekat sama Allah, sementara Allah sebenarnya sedang “memanjakan” kita. Yakin dengan sepenuh hati bahwa kunci dari semua masalah adalah Allah beserta aturan-Nya. Sehingga kita butuh Allah, jangan pernah menepuk dada kita sebagai orang yang hebat yang bisa menghadapi masalah dengan diri kita sendiri. ”Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Ilah selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal “ (QS. At Taubah 129)
Kedua: Segera harus kita benahi, kita harus instropeksi bahwa langkah yang kita ambil telah salah, segera untuk mentaubati itu semua. Jika kemudian masalah itu masih mendera kita, di saat kita sudah menyadari kesalahan kita, yakinlah Allah sedang memaniskan iman kita dengan ‘gula-gula’ ujian kehidupan. “Barangsiapa dikehendaki oleh Allah kebaikan baginya maka dia diuji dicoba dengan suatu musibah” (HR. Bukhari)
Ketiga: Selalu positif thinking sama Allah bahwa tanpa bermaksud angkuh, kita sedang akan dinaikkan derajat, dengan kesabaran kita menghadapi masalah itu. Yakinlah Allah sedang membelai kita dengan masalah yang kita hadapi. “Besarnya pahala sesuai dengan besarnya ujian dan cobaan. Sesungguhnya Allah ta’ala bila menyenangi suatu kaum, maka Allah menguji mereka. Barangsiapa sabar maka baginya manfaat kesabarannya dan barangsiapa murka maka baginya murka Allah” (HR At Tirmidzi).
Keempat: Segeralah untuk bangkit, never give up, masalah membuat kita makin kuat untuk bangkit bukan malah terpuruk dengan masalah itu. Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS. Ali Imron 139)
“Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih disukai Allah daripada seorang mukmin yang lemah dalam segala kebaikan. Peliharalah apa-apa yang menguntungkan kamu dan mohonlah pertolongan Allah, dan jangan lemah semangat (patah hati).” (HR Muslim).
Sahabat, semua masalah yang menimpa seorang mukmin adalah berujung kepada kebaikan “Aku mengagumi seorang mukmin. Bila mereka memperoleh kebaikan dia memuji Allah dan bersyukur. Bila ditimpa musibah dia memuji Allah dan bersabar.“ (HR. Ahmad dan Abu Dawud). Untuk itu tidak perlu kita terus merasa risau, jika Allah sedang menguji kita dengan masalah, hakekatnya Allah sayang kepada kita. Dalam sebuah hadits Qudsi, disampaikan:
“Wahai anak Adam, aneh sekali kamu ini. Aku telah menciptakanmu, tetapi kamu malah menyembah selainku. Aku telah memberikamu rizki, tetapi kamu malah bersyukur kepada selainku. Aku mengasihimu dengan berbagai nikmat, sementara Aku tidak membutuhkanmu, tetapi kamu membenciku dengan berbagai kemaksiatan, sementara kamu sangat butuh kepada-Ku. KebaikanKu senantiasa turun kepadamu dan kejahatanmu selalu naik kepadaku. Wahai anak adam, Aku telah ciptakan kamu, maka kamu jangan bermain-main. Dan aku jamin rizkimu, maka kamu jangan merasa capai. Wahai anak Adam, carilah Aku, maka engkau akan menemuiKu. Dan jika engkau menemukan Aku, maka engkau akan dapat sesuatu, sedang Aku mencintamu Lebih dari segalanya”
Itu menunjukkan Cinta Allah itu tulus kepada hamba-Nya, hanya kadang kita yang kurang bisa tulus Mencintai-Nya. Dan sadar atau nggak, ketika Allah mengetengahkan masalah buat kita, itu adalah “cara” Allah mencintai kita.
Sahabat, kali ini kita sama-sama belajar dari “si pembuat masalah”. Jika kita tak ingin dikatakan “si pembuat masalah”, maka jangan sekali-kali melakukan uji coba mengundang masalah. Hakekatnya kita tidak akan lepas dari masalah, tapi berilah ruang sempit bagi masalah untuk kita undang dalam hidup kita. Sekali lagi, jangan pernah mengundang masalah, tapi jika masalah itu sudah datang. Yakinlah Allah sedang membelai dengan penuh Kasih dan Cinta-Nya ke kita dengan masalah itu. Yuk berkontemplasi bersama saya. (si_emen)
Wallahu’alam bis showab.